Senin, 26 Maret 2012

Kesadaran diri Yesus

Ia pasti tahu Ia bisa jadi gila. Yesus cukup cerdas untuk sadar tentang kemungkinan terjadinya delusi. Tetapi – dan inilah yang paling misterius dari semuanya – Ia ditopang tidak saja oleh pembacaan Alkitab-Nya, yang di dalamnya Ia menemukan dengan jelas garis-garis panggilan diri-Nya sendiri, tetapi juga oleh kehidupan doa-Nya yang akrab dengan Dia yang Ia sapa Abba, Bapa. Entah bagaimana, Yesus sekaligus berdoa kepada Bapa dan mengambil suatu peran untuk diri-Nya yang dalam nubuat-nubuat kuno, dikhususkan untuk YHWH – yaitu peran menyelamatkan Israel dan dunia. Ia taat kepada Bapa, dan sekaligus melakukan hal yang hanya dapat dilakukan oleh Allah.

            Bagaimanakah kita dapat memahami semua hal ini? Saya tidak berpikir bahwa Yesus ‘tahu Ia ilahi’ seperti kita tahu diri kita dingin atau panas, bahagia atau sedih, laki-laki atau perempuan. Ia mengetahuinya lebih seperti kita mengetahui panggilan hidup kita, di mana seseorang tahu, di kedalaman terdalam keberadaan mereka, bahwa mereka terpanggil menjadi seorang seniman, seorang montir, seorang filsuf. Bagi Yesus, agaknya ini mirip dengan ‘pengetahuan’ semacam itu, suatu keyakinan yang kuat dan berkobar, bahwa Allah Israel lebih misterius daripada yang kebanyakan orang duga; yaitu bahwa di dalam keberadaan terdalam Allah terdapat suatu gerak kasih yang saling memberi-dan-menerima, ke luar-dan-masuk, diberi dan diterima. Agaknya Yesus percaya bahwa Ia, sang nabi dari Nazaret yang sepenuhnya manusia, adalah salah satu dari para partner dalam kasih tersebut. Ia dipanggil untuk menaati Bapa, untuk menjalani proyek yang di dalamnya kasih itu akan memberi dirinya secara bebas dan penuh.

Dikutip dari buku Hati & Wajah Kristen: Terwujudnya Kerinduan Manusia & Dunia oleh Dr N. T. Wright. Info: 0812-270-24-870 / waskitapublishing@gmail.com

Selasa, 20 Maret 2012

Yesus dan Kerajaan Allah

Jadi apa maksud Yesus ketika Ia memberitahu orang bahwa kerajaan Allah telah datang bahkan ketika Ia bicara?

            Ia percaya bahwa nubut-nubuat kuno sedang digenapi. Ia percaya bahwa Allah Israel sedang melakukan suatu perkara baru, yaitu memperbarui dan membentuk ulang Israel secara radikal. Sepupu-Nya, Yohanes Pembaptis, yang juga mencanangkan kedatangan kerajaan Allah dan memberitahu orang banyak untuk bersiap bagi seorang lain yang datang sesudah dia, bicara secara drastis tentang kapak yang tersedia di akar pohon. Allah, kata Yohanes, sanggup membangkitkan anak-anak untuk Abraham dari batu-batu di tanah.

            Jika yang dimaksud adalah operasi penyelamatan, maka jenisnya berbeda. Yang dimaksud bukan sekadar Allah Israel memerangi orang-orang kafir jahat dan membela umat-Nya. Tetapi, sesuatu yang lebih dahsyat. Yaitu bahwa Allah bukan saja menghakimi bangsa-bangsa kafir tetapi juga Israel; tentang Allah bertindak dalam cara baru di mana tidak ada yang bisa diperlakukan seenaknya; tentang Allah yang memenuhi janji-janji-Nya, tetapi yang melakukan itu dengan cara yang tak diduga atau diharapkan oleh siapa pun. Allah mengeluarkan suatu tantangan baru untuk Israel, menggemakan ulang janji-janji-Nya kepada Abaham: Israel sungguh adalah terang dunia, tetapi telah mengambil kebijakan menaruh terang itu di bawah gantang. Inilah saat untuk tindakan drastis. Sebaliknya dari tindakan revolusi militer yang biasa orang buat, saatnya kini untuk memperlihatkan kepada orang kafir seperti apa sesungguhnya Allah yang sejati itu, yaitu bukan dengan perang dan kekerasan tetapi dengan mengasihi musuhmu, memberi pipi yang satunya, menjalani mil kedua. Itulah tantangan yang Yesus berikan dalam ‘Khotbah di Bukit.’

            Bagaimana Anda memahami pesan seradikal itu? Bagaimana sesuatu yang sedrastis itu akan Anda katakan kepada orang yang sedang menantikan sesuatu yang berbeda? Dengan dua cara: dengan lambang-lambang (khususnya tindakan-tindakan dramatis), dan dengan kisah-kisah. Yesus menggunakan keduanya. Pemilihan kedua belas murid sebagai pengikut dekat-Nya (‘murid’ berarti ‘pembelajar’) adalah suatu lambang dahsyat dalam dirinya, yang berbicara tentang penciptaan ulang seluruh umat Allah, yaitu dua belas suku Israel yang diturunkan dari dua belas anak Yakub. Penciptaan ulang umat Allah itu pun merupakan inti dari penyembuhan-penyembuhan ajaib yang Ia lakukan. Tidak diragukan bahwa secara historis Ia memang memiliki kuasa-kuasa penyembuhan; itu sebabnya Ia menarik bukan saja orang banyak tetapi juga tuduhan bahwa Ia telah bersekutu dengan si iblis.

            Tetapi Yesus tidak melihat penyembuhan-penyembuhan yang Ia buat hanya sebagai semacam rumah sakit berjalan era pra-modern. Ia tidak menyembuhkan orang sakit hanya demi kesembuhan, meskipun kesembuhan itu tentu penting bagi mereka. Tidak juga sekadar cara untuk menarik perhatian orang mendengarkan pesan-Nya. Tetapi, itulah tanda dramatis dari pesan itu sendiri. Allah, pencipta dunia, bekerja melalui Dia, melakukan apa yang telah Ia janjikan, yaitu untuk mencelikkan mata orang buta dan telinga orang tuli, menyelamatkan manusia, mengembalikan segala sesuatu ke arah yang benar. Orang-orang yang berada di dasar onggokan akan terheran-heran menemukan diri mereka berada di puncak. “Berbahagialah mereka yang lembut hati,” ujar-Nya, “karena mereka akan mewarisi bumi.” Dan Ia pergi berkeliling untuk membuat itu terjadi.

Dikutip dari Hati & Wajah Kristen: Terwujudnya Kerinduan Manusia & Dunia oleh N. T. Wright

Senin, 19 Maret 2012

Historiskah Yesus?

...
 Usaha untuk menimbang nilai historis hanya dapat dilakukan, oleh karya historis yang melelahkan yang saya dan banyak orang lainnya telah berusaha cukup jauh tetapi tidak cukup ruang untuk membicarakannya dalam buku ini. Saya hanya menegaskan keyakinan saya bahwa keempat injil kanonik, secara luas menyajikan gambaran Yesus dari Nazaret yang benar-benar didasarkan pada sejarah nyata. Sebagaimana disimpulkan oleh almarhum John Roberts, sejarawan pengarang karya monumental History of the World (1980), “[injil-injil] tidak perlu ditolak; lebih banyak petunjuk yang tidak memadai tentang pokok-pokok yang jauh lebih sukar sering kali harus dipakai [dalam penulisan sejarah].” Penggambaran Yesus yang kita temukan dalam injil-injil kanonik adalah hal yang masuk akal dalam dunia Palestina tahun 20-an dan 30-an abad pertama. Yang paling penting, injil memberikan kesan keterpautan dalam dirinya sendiri. Yesus yang tampil di dalamnya sepenuhnya dapat dipercaya sebagai tokoh yang hidup dalam sejarah, meskipun semakin kita mengamati Dia, semakin kita merasa bahwa kita sedang mengamati matahari...

Dikutip dari Hati & Wajah Kristen: Terwujudnya Kerinduan Manusia & Dunia - oleh Dr. N. T. Wright

Sabtu, 17 Maret 2012

Injil dalam Alkitab atau injil-injil penemuan baru?

Pertanyaan inti untuk mempelajari Yesus adalah: dapatkah kita memercayai injil-injil? Yang saya maksud ialah kitab-kitab yang dikenal dengan nama Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, yang terdapat dalam ‘kanon’ Perjanjian Baru, yaitu koleksi buku-buku yang oleh gereja sejak awal, dikenali sebagai autentik dan otoritatif (itu sebab timbul ungkapan, ‘injil-injil kanonik’). Baru-baru ini terjadi banjir buku-buku, baik akademis maupun populer, yang mendorong kita untuk berpikir bahwa keempat injil hanya empat dari lusinan karya serupa lain yang ada di sekitar gereja perdana, dan bahwa keempat injil ini akhirnya diistimewakan, sedangkan yang lain disingkirkan, disembunyikan atau bahkan dilarang. Kadang-kadang disarankan, bahwa alasan utama menerima keempat injil ialah bahwa keempat injil tersebut mendukung suatu pandangan Yesus yang menguntungkan para pemimpin yang sedang berkuasa pada abad keempat, ketika Kekristenan menjadi agama resmi Kerajaan Romawi.

            Apa ini berarti kita harus merobek semua gambaran tentang Yesus yang didasari atas injil-injil kanonik dan memulai dari awal? Tidak. Memang telah berhasil ditemukan berbagai jenis dokumen lain, termasuk kumpulan naskah yang ditemukan di Nag Hammadi di Mesir Utara tahun 1945, dan sebagiannya memberi kita kilas menarik tentang apa yang orang katakan tentang Yesus pada zaman ketika naskah itu ditulis. (Sambil lalu, Naskah Laut Mati yang ditemukan tidak lama sesudah dokumen Nag Hammadi, sama sekali tidak bicara apa-apa tentang Yesus atau orang Kristen awal, meskipun sebaliknya banyak pernyataan-pernyataan minim informasi yang dibuat di sekitar itu.) Tetapi, sebenarnya tidak satu pun dari naskah-naskah itu yang sanggup mengalahkan kitab-kitab injil yang kita miliki.

Dikutip dari buku Hati & Wajah Kristen: Terwujudnya Kerinduan Manusia & Dunia oleh N. T. Wright

Jumat, 16 Maret 2012

Yesus fakta atau Yesus fiktif?

Di Amerika, klaim-klaim liar tentang Yesus masih mengisi halaman depan berita: misalnya, barangkali Ia tidak pernah sungguh mengatakan atau melakukan apa yang dikatakan dalam injil-injil, barangkali Ia menikah, barangkali Ia tidak menganggap diri-Nya Putra Allah, dan seterusnya. Orang menulis novel-novel dan karya fiksi sejarah lainnya yang plotnya merupakan tafsiran model taman impian tentang Dia; misalnya, The Da Vinci Code oleh Dan Brown, yang menyatakan (antara lain) bahwa Yesus menikahi Maria Magdalena dan menjadi ayah dari seorang anak. Popularitas luar biasa yang dicapai buku itu bukan hanya karena buku itu adalah kisah tegang yang ditulis dengan cerdas. Ada banyak yang seperti itu. Sesuatu tentang Yesus, dan peluang bahwa mungkin ada sesuatu yang lebih tentang diri-Nya dari yang selama ini kita sadari, masih membangunkan banyak kemungkinan dan prospek baru pada jutaan orang.

            Alasan dari semua ini ialah bahwa, seperti semua tokoh sejarah, Yesus terbuka bagi penafsiran ulang. Orang menuliskan biografi revisionis Winston Churchill, yang tentangnya kita memiliki amat banyak data pendukung; atau tentang Aleksander Agung yang data tentangnya jauh lebih sedikit. Sesungguhnya, semakin banyak data kita miliki, semakin banyak cara untuk menginterpretasikannya, dan semakin banyak dugaan-dugaan yang baik yang dapat kita buat untuk mengisi kekosongan yang ada. Jadi, entah kita melihat ke tokoh masa kini yang tentangnya kita memiliki terlalu banyak informasi, atau ke tokoh kuno dengan hanya sedikit data, sejarawan selalu punya banyak pekerjaan untuk dilakukan.

            Yesus bahkan memiliki sesuatu dari kedua hal itu, bahkan lebih. Jelas kita memiliki jauh lebih sedikit bahan tentang Dia dibanding dengan, katakanlah Churchill atau John F. Kennedy. Tetapi kita tahu lebih banyak hal tentang Yesus daripada tentang kebanyakan orang dalam dunia kuno – katakanlah, Tiberius, kaisar Roma saat kematian Yesus, atau Herodes Antipas penguasa Yahudi di masa yang sama. Bahkan, kita memiliki begitu banyak ucapan yang dihubungkan dengan Yesus, begitu banyak tindakan yang dikatakan telah Ia lakukan, sampai-sampai kita memiliki terlalu banyak pilihan, dan penelaahan sesingkat seperti pasal ini dan pasal berikutnya hanya dapat menyentuh sedikit saja dari semua itu. Tetapi pada saat yang sama ada banyak kesenjangan menarik, tidak saja tentang sebagian besar masa awal kehidupan-Nya tetapi juga tentang beberapa hal yang para penulis biografi masa kini biasanya tertarik untuk mengetahuinya. Tidak seorang pun memberitahu kita bagaimana rupa-Nya, atau apa makan pagi-Nya. Lebih penting lagi, tidak seorang pun memberitahu kita bagaimana Ia membaca Kitab Suci, atau – di samping kilas singkat yang ada – bagaimana Ia berdoa. Maka triknya ialah, kita perlu mengerti dunia Yesus, dunia Timur Tengah abad pertama yang rumit dan berbahaya itu sedemikian rupa, sehingga kita dapat membuat cerita yang historis, personal dan teologis tentang apa yang Ia berusaha lakukan, dan apa yang Ia percayai sebagai panggilan untuk diwujudkan.

Kamis, 08 Maret 2012

Menerapkan Firman

Aku hendak merenungkan titah-titah-Mu dan mengamat-amati jalan-jalan-Mu.
Mazmur 119:15


Selain membaca dan mengerti isi Alkitab, semua orang Kristen perlu menerapkannya ke dalam hidup keseharian kita. Jangan sampai sesudah menelaah Alkitab timbul kesan bahwa semua itu hanya menyangkut Allah dan umat-Nya dua-tiga ribu tahun yang lalu, dan tidak berkenaan dengan kita masa kini.

            Untuk mempelajari arti Alkitab kita perlu mendapatkan pertolongan antara lain dari tafsiran. Tetapi jika menyangkut aplikasi, buku tafsiran tidak akan memberikan pertolongan. Sebab, tafsiran memusatkan perhatian pada sisi teknis seperti eksegesis, konteks historis, dan semacam itu agar Anda mendapatkan arti bagian Alkitab tertentu.

            Tetapi yang kita perlu ialah mengetahui makna bagian Alkitab tertentu untuk kita – dengan kata lain, bagaimana sangkutannya untuk masa kini. Dalam hal ini tafsiran tidak begitu menyoroti.

            Martin Luther berkata, “Doa, perenungan, dan pencobaan membentuk seorang teolog.” Yang ia maksud dengan “teolog” ialah orang yang dapat menerima dan menerapkan Alkitab. Yang ia maksud dengan pencobaan ialah disiplin untuk hidup bagi Allah bahkan ketika berbagai tekanan berlawanan berdatangan.

            Saya percaya Luther benar. Ketiga hal tadi akan menolong kita menangkap apa aplikasi Alkitab untuk kita. Meski tafsiran memberitahukan arti bagian Alkitab dalam konteks historis, hanya Roh Allah yang sungguh memperlihatkan kepada kita apa yang Alkitab katakan untuk kita dan orang lain saat ini. Pelayanan Roh ialah memberikan pencerahan. Studi historis tentang apa arti teks ketika ia pertama dituliskan tidak menjawab pertanyaan kita tentang apa aplikasinya, dan sampai pertanyaan itu dijawab Alkitab belum sungguh kita mengerti dengan benar.


Jika Anda merenungkan Alkitab setiap hari, apakah pertanyaan “lalu apa makna teks ini untukku” terus menerus Anda ingat dan doakan?

Tuhan, buatlah aku lebih tenang supaya aku sungguh dapat merenungkan apa makna Alkitab sesungguhnya bagiku.

Dikutip dari Bapa Surgawi Mengasihimu - oleh Dr James I. Packer

Selasa, 06 Maret 2012

Gema suara Allah dalam Relasi Seksual

Di pusat semua relasi kita temukan seks. Tentu tidak semua relasi bersifat ‘seksual’, dalam arti melibatkan perilaku erotis. Hampir semua masyarakat menganggap seks mempunyai konteks yang amat khas, sering kali dalam pernikahan atau yang setara dengannya. Tetapi yang saya maksud ialah, ketika manusia saling berhubungan sebagai laki-laki dan perempuan; kelelakian dan keperempuanan bukanlah jati diri seperti yang kita maksudkan bagi suatu relasi tertentu (misalnya yang bersifat romantis atau erotis). Dalam hal ini pun, kita sangat mengetahui bahwa kita adalah makhluk berjenis tertentu, namun begitu mengalami kesulitan untuk menjadi jenis diri kita itu. Dengan kata lain, seks adalah suatu contoh amat jelas dan spesifik tentang paradoks yang sedang saya soroti ini. Di dunia sekarang ini, tampaknya seks bukanlah tempat yang memungkinkan untuk menangkap gema dari jenis suara yang sedang saya paparkan. Dan itu hanya memperlihatkan betapa parahnya kita telah salah mengerti kenyataan.

            Beberapa generasi terakhir di Barat telah menyaksikan upaya sangat besar untuk mengajarkan kepada anak-anak laki-laki dan perempuan bahwa perbedaan di antara mereka hanya sekadar perbedaan dalam fungsi biologis. Kita telah memberikan peringatan keras yang menentang penstereotipan orang berdasarkan gender mereka, sehingga semakin banyak jenis pekerjaan telah dapat dipertukarkan antar gender, paling tidak secara teori. Namun demikian, meskipun kredensi idealis mereka tanpa cacat, orang tua masa kini mendapati kebanyakan anak-anak laki-laki senang bermain dengan pistol-pistolan dan mobil-mobilan, demikian pula anak-anak perempuan senang bermain dengan boneka, dengan mendandani dan memberinya makan. Bukan saja anak-anak yang membandel menolak peraturan baru itu. Mereka yang membidikkan majalah ke kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat juga tidak mengalami kesulitan menerbitkan ‘majalah pria’ yang hanya akan dibeli oleh sedikit saja perempuan, dan ‘majalah wanita’ yang hampir pasti tidak akan dibaca oleh kaum laki-laki. Sirkulasi majalah semacam itu makin menguat saja, bahkan di negara-negara di mana propaganda tentang jati diri gender telah puluhan tahun digencarkan. Di kebanyakan negara, jelas orang tidak ingin berpura-pura bahwa laki-laki dan perempuan identik adanya dan dapat dipertukarkan. Semua orang tahu bahwa keduanya sangat berbeda.

            Ternyata menentukan secara pasti apa sebenarnya perbedaan tersebut lebih sukar daripada yang biasa dibayangkan. Bukan terutama karena beragam masyarakat memiliki citra yang berlainan tentang apa yang harus dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan, dan kemudian mempertanyakannya ketika tidak semua orang sesuai dengan pembagian tersebut. Saya sama sekali tidak menyangkal bahwa ada banyak bidang di masa lalu yang di dalamnya kita telah keliru tentang hal ini. Dalam lingkup pekerjaan saya sendiri saya telah dengan gigih memberikan argumen yang jauh lebih mendukung persilangan karir antar gender daripada yang secara tradisional diterima orang. Yang ingin saya tekankan hanyalah: bahwa semua hubungan antar manusia melibatkan unsur jati diri gender (sebagai laki-laki, saya berhubungan dengan laki-laki lain sebagai laki-laki dengan laki-laki, dan dengan perempuan, sebagai laki-laki dengan perempuan), dan meski dalam hati kita sangat mengetahui hal ini, tetapi kita sering bingung tentangnya. Di ujung skala yang satu, demi kepraktisan sebagian orang berusaha berpura-pura bahwa gender tidak relevan, seolah mereka bergender netral. Di ujung lain, sebagian orang selalu menilai orang lain sebagai bakal partner seksual, bahkan jika hanya dalam imajinasi. Dan lagi-lagi, kita amat tahu bahwa kedua sikap ini adalah distorsi terhadap realitas.

dikutip dari Hati & Wajah Kristen: Terwujudnya Kerinduan Manusia & Dunia oleh N. T. Wright

Minggu, 04 Maret 2012

Berdoalah setiap Waktu

Berdoalah setiap waktu
Efesus 6:18



Kita diminta untuk berdoa setiap waktu. Itu berarti kita perlu berdoa pada saat-saat penting, menggunakan semua kesempatan yang ada. Seperti polisi perlu terus menerus memelihara kontak dengan markasnya agar mendapat perintah terbaru, demikian juga orang Kristen perlu berhubungan terus menerus dengan Tuhannya sehingga ketika saat kesempatan atau krisis terjadi, ia segera dapat melepas “panah doa” sepeti yang Nehemia buat (Neh. 1:4-2:8).

            Nehemia berdoa agar sesuatu boleh dilakukan terhadap tembok Yerusalem dan ia dapat terlibat di dalamnya.  Tetapi ia adalah budak berkedudukan penting di istana kerajaan Persia, dan ia tidak dapat meminta untuk dibebas-tugaskan dari pelayanan raja. Lalu suatu hari raja melihat kepadanya dan berkata, “Kamu sedih. Ada apa?” maka Nehemia menjelaskan dan raja bertanya apa yang ia ingin agar dilakukan. “Maka aku berdoa kepada Allah semesta langit,” tulis Nehemia (2:4). Lalu ia bicara dan raja memberinya izin untuk pergi ke Yerusalem membangun kembali tembok.

            Pasti Nehemia tidak tahu bahwa kebijakan Raja Arthasasta adalah mengizinkan taklukannya untuk mendapat kembali harga diri mereka dengan memiliki otonomi sebanyak mungkin. Sejauh yang menyangkut raja, apa yang Nehemia minta cocok dengan kebijakannya, dan itu sebabnya ia segera menyetujui permintaan Nehemia. Tetapi sejauh menyangkut Nehemia, itu merupakan suatu jawaban doa yang ajaib yang ia minta selama tiga bulan (lihat penanggalannya di 1:1 dan 2:1) sebelum menembakkan panah doa itu di saat yang menentukan.


Bagaimana Anda menjelaskan arti “berdoa senantiasa”?

Tuhan, setiap saat penting adanya. Tolong aku agar senantiasa terhubung dengan-Mu – siap menghadapi pencobaan mendadak atau kesempatan yang muncul tiba-tiba.

Dari buku Bapa Surgawi Mengasihimu - oleh Dr James I Packer

Sabtu, 03 Maret 2012

Berdoa dari Hati yang Rindu

Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari.
Mazmur 25:5
 

Bagaimanakah kita dapat meyakinkan bahwa doa kita benar dan berkenan kepada Allah? Hanya jika doa kita keluar dari hati yang rindu, barulah ada doa yang sejati. Doa didefinisikan sebagai penyampaian hasrat kita kepada Allah. Apakah yang didambakan pemazmur dalam Mazmur 25? Ia merindukan perlindungan (2, 20), arahan (4-5), pemeliharaan hidup (21), pengampunan (11-18); dan di atas semua itu ia menginginkan berkat untuk gereja (22).

            Semua orang Kristen yang baik tentu memiliki kepedulian ganda tadi – untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain. Kita tidak perlu malu bahwa kita memerhatikan diri kita sendiri. Jika kita peduli tentang relasi kita dengan Allah, kita pasti peduli tentang diri kita, jangan sampai kita menodai relasi tersebut. Pasti kita akan memiliki kebutuhan pribadi yang ingin kita bawa kepada Allah. Pada saat sama, kita juga sadar bahwa bukan hanya kita yang termasuk kawanan Allah. Allah membangun suatu keluarga dan maksud-Nya juga ditujukan kepada seluruh kesatuan keluarga-Nya itu juga masing-masing anggotanya.

            Pementingan diri sendiri bukan kebajikan Kristen, dan jika Roh Allah mengajar orang Kristen, yang bersangkutan akan memiliki keinginan agar berkat mengisi hidup orang lain juga sebagaimana ia ingin berkat memenuhi kehidupannya sendiri. Ia akan rindu melihat Allah dipermuliakan dalam gereja yang keberkatan, seperti ia rindu menemukan relasinya sendiri dengan Allah makin dalam dan merindukan berkat untuk dirinya dan orang lain juga.

Apakah kerinduan hatiku untuk diriku dan untuk gereja keluargaku?

Utarakan kerinduan itu dalam doa secara teratur. (Ada baiknya menuliskan hal itu.)

Dari buku  Bapa Surgawi Mengasihimu - karangan Dr James I Packer

Jumat, 02 Maret 2012

Berdoa kepada Allah yang Pemurah

Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya.
Mazmur 25:10
 

Kita berdoa kepada Allah yang murah hati (Mzm. 25:5-7, 14). Ia adalah Allah yang memberikan perjanjian dan mengundang umat-Nya untuk memelihara perjanjian-Nya dan dengan demikian masuk dalam berkat-Nya.

            Apakah perjanjian Allah itu? Perjanjian adalah ikatan yang di dalamnya Allah mengikat diri-Nya kepada kita, sambil memastikan bahwa Ia akan membuat semua sumber-Nya dimungkinkan untuk memberkati kita. Gambaran Alkitab tentang perjanjian Allah ialah relasi pernikahan, yang mulai ketika suami memberi dirinya kepada mempelainya, mengikrarkan dirinya sebagai suami untuk mengasihi, merawat, dan memperhatikan istrinya. Demikian juga Allah menjanjikan hal baik kepada umat-Nya dan lebih dari itu Ia juga memberi diri-Nya sendiri untuk umat-Nya; di dalam dan melalui komitmen relasi ini terletak jaminan bahwa Allah akan memberkati kita. Setiap kali pemazmur menyebut TUHAN (Ibrani: Yahweh, yaitu nama perjanjian Allah) atau “Allahku” ia memakai bahasa perjanjian dan memohon sambil menunjuk ke relasi perjanjian antara Allah dan umat-Nya. Hanya mereka yang kepadanya Allah menyebut “umat-Ku” yang memiliki hak untuk berkata “Allahku” kepada-Nya.

            Jadi dengan demikian pemazmur mengingat bahwa ia sedang berdoa kepada Allah yang mengasihi kita dan yang telah lebih dulu memberikan diri-Nya lalu berkat-berkat-Nya – Allah yang mengampuni (7, 11), membimbing (8-9), menjaga dan melepaskan (20-22), memperkaya dan menemani umat-Nya (14).

            Perjanjian Baru mengangkat semua berkat dari perjanjian lama ini: pengampunan (1Yoh. 1:9), bimbingan (Rm. 8:15), perlindungan (1Ptr. 1:5), pengayaan (Efs. 1:3), dan persahabatan (Yoh. 15:14-15). Semua ini adalah milik kita melalui Kristus dalam cara jauh lebih kaya daripada yang pernah dikenal orang percaya dalam Perjanjian Lama.

Adakah perbedaan antara berkat-berkat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru seperti diuraikan di atas? Apa dan mengapa?

Tuhan, aku berterima kasih sepenuh hatiku kepadaMu sebab Engkau Allah yang murah hati, baik, penuh rahmat, peduli, dan penuh perhatian, sampai Engkau memilih aku.

Dikutip dari Bapa Surgawi Mengasihimu - karangan Dr James I Packer

Kamis, 01 Maret 2012

Mempelajari Doa


Kepada-Mu, ya TUHAN, kuangkat jiwaku; … Ya Allah, bebaskanlah orang Israel dari segala kesesakannya!
Mazmur 25:1, 22
 

Bacalah seluruh mazmur ini dan temukan lima unsur di dalamnya: doa (1-7), perenungan (8-10), doa (11), perenungan (12-15), doa (16-22). Dalam kehidupan Kristen harus ada keseimbangan antara doa (berbicara kepada Allah di dalam hadirat-Nya) dan perenungan (memikirkan tentang Allah dalam hadirat Allah).

            Ayat 11 penting sekali bagi doa: “Oleh karena nama-Mu, ya TUHAN, ampunilah kesalahanku, sebab besar kesalahan itu” ujar pemazmur. Ia memanggil sifat Allah, sebab hal itu adalah realitas yang ditunjuk oleh nama Allah, dan ia meminta agar Allah akan bertindak sesuai diri-Nya – yaitu sebagai Allah yang murah hati, yang akan mengampuni dosa-dosanya.

            Doa ini mengulang-ulang. Saya tidak selalu suka mendengar pemimpin berdoa dalam persekutuan doa seperti ini: “Berdoa singkat saja sebab kita ingin sebanyak mungkin orang mendapatkan giliran berdoa.” Sesungguhnya pola doa Alkitab justru tidak singkat-singkat. Pengulangan dalam doa bukan sesuatu yang perlu membuat kita malu atau dibuat malu olehnya: kecuali jika kita anggap ada unsur magis dalam doa yang membuat doa menjadi “kosong” (Mat. 6:7). Ketika kita berbicara satu kepada lain, kita sering mengulang yang kita katakan untuk menekankan sesuatu; jadi ketika kita berbicara kepada Allah kita dapat melakukan yang sama. Lihatlah betapa sering pemazmur mengulang dirinya. Dua kali ia memberitahu Allah bahwa ia menantikan Dia (5-21); ia juga meminta pengampunan sampai tiga kali (7, 11, 18).

            Doa pada dasarnya adalah teriakan minta tolong, diselingi dengan pujian: pujian kepada Allah yang adalah Allah yang menolong mereka yang dalam kesusahan. Secara lebih detail, kita dapat berkata bahwa pertama pemazmur memohon bimbingan (1-7), lalu ia berterima kasih untuk kebaikan Allah (8-10, 12-15), kemudian ia memohon anugerah (16-22).


Apa yang mazmur ini ajarkan kepadaku tentang doa, tentang pen-doa, dan Allahnya?

Kepada-Mu, Allah, aku mengangkat jiwaku.

Dikutip dari Buku Bapa Surgawi Mengasihimu - karangan Dr James I Packer