Pada suatu kali Yesus mulai pula mengajar di tepi danau. Maka datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di situ, sedangkan semua orang banyak itu di darat, di tepi danau itu. Dan Ia mengajarkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Dalam ajaran-Nya itu Ia berkata kepada mereka:...Dan kata-Nya: "Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!" Ketika Ia sendirian, pengikut-pengikut-Nya dan kedua belas murid itu menanyakan Dia tentang perumpamaan itu. Jawab-Nya: "Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya: Sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun."...Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!" Lalu Ia berkata lagi: "Camkanlah apa yang kamu dengar! Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka, dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri. -- Markus 4:1-2, 9-12, 23-24
Cara / metode Yesus mewartakan kabar baik Kerajaan yang mengubahkan itu adalah melalui perumpamaan-perumpamaan. Hanya kepada para murid yang telah merespons panggilan-Nya dan yang tengah menjalani proses pengenalan akan Dia -- sang isi dan kuasa kabar baik itu -- Ia lanjut memberikan penjelasan. Yesus tidak mencari popularitas melainkan melakukan penyaringan. Ia tidak menyesuaikan cara / metode pengajaran-Nya dengan keinginan atau kesukaan pendengar agar Ia disukai orang. Ia dengan otoritas, kepekaan rohani yang tajam membuat pesan Kerajaan itu sampai kepada kenyataan terdalam pendengar-Nya dengan persuasi kuat ("dengarlah, camkanlah") sampai berdampak pada penerimaan atau penolakan mereka terhadap Dia. Perumpamaan mengandung kesejajaran dengan bagaimana Yesus membuka sekaligus menutup jatidiri dan wujud karya-Nya yaitu kemesiasan-Nya terhadap para murid dan orang banyak. Berulangkali setiap Ia memancarkan kuasa kemesiasan-Nya keluar peringatan-Nya agar yang bersangkutan tidak mewartakan itu. Ia melakukan itu sebab mereka tidak siap menerima hakikat kemesiasan-Nya sebagai hamba yang menderita bukan pahlawan yang digjaya. Pengajaran-Nya bersahaja, tindakan kemesiasan-Nya bahkan terhina, membuat hanya orang yang sungguh mengakui kerendahannya boleh masuk lebih jauh ke dalam Dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar