Kasih Allah kepada orang-orang berdosa melibatkan pengidentifikasian diri-Nya dengan kesejahteraan mereka. Identifikasi diri-Nya itu melibatkan segenap kasih: Sesungguhnya hal itu menjadi ujian apakah kasih itu murni atau tidak. Jika seorang ayah senantiasa gembira dan acuh sementara putranya menuju kesusahan, atau jika seorang suami tetap tenang ketika istrinya tertekan perasaan, kita bertanya-tanya seberapa besar kasih dalam relasi mereka. Sebab kita tahu bahwa orang yang sungguh mengasihi hanya bahagia ketika mereka yang ia kasihi pun sungguh bahagia. Demikianlah dengan kasih Allah kepada manusia.
Tujuan Allah dalam segala sesuatu ialah kemuliaan-Nya – yaitu agar ia dinyatakan, dikenal, dipuja, disembah. Pernyataan itu benar tetapi belum lengkap. Masih perlu diimbangi dengan pengakuan bahwa dengan mengasihi kita, Allah dengan sukarela telah mengikatkan kebahagiaan akhir diri-Nya sendiri dengan kebahagiaan kita.
Allah bahagia tanpa adanya manusia. Ia juga akan tetap bahagia andai Ia memutuskan untuk membinasakan manusia yang berdosa. Tetapi Ia menujukan kasih-Nya kepada orang berdosa tertentu, dan karena pilihan bebas itu Ia tidak mengenal kebahagiaan lengkap sebelum Ia membawa setiap dari mereka ke surga. Itu berarti Ia berketetapan bahwa untuk selamanya seluruh kebahagiaan-Nya akan bergantung pada kebahagiaan kita. Jadi Allah menyelamatkan bukan saja untuk kebahagiaan-Nya tetapi juga untuk kegembiraan-Nya. Ini menolong kita mengerti mengapa ada kesukaan besar antara para malaikat ketika seorang berdosa bertobat (Luk. 15;10), dan mengapa ada “kesukaan” ketika Allah menetapkan kita tidak bersalah di hari terakhir dalam hadirat-Nya yang kudus (Yud. 24).
Anda mungkin pernah menyanyi He has made me glad tetapi pernahkah merenung kebenaran dahsyat bahwa Anda dapat membuat-Nya gembira?
Aku tak dapat menyelami mengapa Ia yang disembah oleh para malaikat harus menujukan kasih-Nya kepada anak-anak manusia – termasuk aku – tetapi aku bersyukur bahwa Engkau melakukan itu, Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar