Waktu kita membaca Alkitab, penting kita membacanya sebagai Firman Allah, bukan sebagai kumpulan renungan dan kesaksian manusia semata, di mana sebagiannya benar sebagiannya kurang benar, sehingga tugas kita waktu membaca adalah memilih-milih. Sikap seperti itu sangat menghambat pembacaan Alkitab yang memberi pertumbuhan.
Dalam pengamatan saya dalam gereja terdapat dua golongan sikap terhadap Alkitab; di satu pihak kebanyakan para gembala memercayai Alkitab datang dari Allah, di pihak lain mereka yang pada dasarnya tidak memercayai itu tetapi menganggap Alkitab adalah kumpulan pikiran dan pengalaman manusia. Sebagian dari kelompok kedua ini tersandung oleh apa yang mereka pelajari di seminari atau di fakultas teologi sebab sudah berkembang tradisi cukup panjang di institusi tersebut penekanan pada aspek manusia, dan memakai banyak waktu untuk membicarakan ketidaksesuaian baik yang sejati maupun yang diada-ada, tentang isi dan perbedaan pandangan antar penulis Alkitab. Suasana itu bisa membuat para pelajar terdampar ke semacam laut relativisme pluralistik, dengan semacam kesan bahwa ada begitu banyak pandangan berbeda dalam Alkitab dan siapa dapat mengatakan mana yang benar?
Saya tidak mempertanyakan nilai studi semacam itu tentang aspek manusia dari Alkitab, tetapi perlu ada keseimbangan yang tidak diberikan oleh semua institusi pendidikan teologi. “Ingat, seluruh isi Alkitab keluar dari satu sumber, satu pikiran, pikiran Allah Roh Kudus, dan Anda belum memasuki dimensi tersebut sebelum Anda melihat kesatuan ilahinya yang mendasari keragaman manusiawinya.
Renungkan ini: Alkitab adalah Firman Allah dalam kata-kata manusia yang memberikan pandangan Allah tentang segala hal yang perlu kita ketahui.
Tuhan, tolong aku terus menerus menemukan pandangan-Mu tentang hidup.
Dari Bapa Surgawi Mengasihimu - oleh Dr James I Packer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar