Anda pernah
membaca seluruh Kisah para Rasul? Bagaimana kesan Anda? Pasti takjub tentang
pertumbuhan gereja perdana, bukan? Para murid mendengar dan menaati Kristus
yang telah bangkit ketika Ia memerintah, “pergilah ke seluruh penjuru dunia dan
kabarkan injil.” (Matius 28:19)
Melalui pertumbuhan
fenomenal itu, terbentuklah Gereja Roma Katolik. Itulah satu-satunya lembaga
resmi orang percaya selama ratusan tahun lamanya sampai terjadinya Skisma Besar tahun 1504. Terkadang terjadi
ketidaksesuaian di antara para pemimpin Roma Katolik. Tetapi ketika di abad
ke-16 seorang rahib menyatakan ketidaksetujuan secara publik tentang beberapa
praktik dan ajaran gereja, itu menjadi titik balik dalam sejarah gereja.
Di musim gugur
1517, suara palu terdengar ke seluruh dunia dan itu tidak berasal dari tempat
pembangunan. Suara itu berasal di dalam hati dan jiwa seorang rahib Roma Katolik
yang telah merasa muak dengan kebobrokan dan ajaran salah yang mengalir dari
Roma – Martin Luther.
Luther
mengambil langkah berani dan berbahaya dengan ia memakukan secarik pernyataan
di pintu Katedral di Wittenberg, Jerman yang berisi 95 gugatan terhadap
komunitas Kristen waktu itu – gerejanya sendiri. Surat itu dikenal sebagai 95
dalil.
Peristiwa itu
dalam sejarah merupakan permulaan dari Reformasi Protestan. Protes-protes yang saat
itu ditulis untuk dilihat umum menjadi awal bagi reformasi dramatis di dalam
Kekristenan.
Tidak perlu lama
sesudah pernyataan ketidakpuasan tadi untuk menumbuhkan konflik. Sebagian orang
percaya menginginkan perubahan dan lainnya tidak. Karena mengkhawatirkan
keselamatan Luther, seorang sahabat yang bersimpati membawanya ke perlindungan
sebuah kastil.
Di sanalah Luther
meneguhkan ulang kekuatan dan penghiburan dari Allah yang Mahakuasa. Di dalam
tempat perlindungan sementara itu, kata-kata dalam Mazmur 46:1 menjadi hidup
dan berdaya baginya: “Allah adalah perlindungan dan kekuatan kita, pertolongan
tetap dalam masa bahaya.”
Semasa hari-hari
hening, doa dan studi Alkitab, Luther mulai menerjemahkan Alkitab ke dalam
bahasa Jerman. Ia kokoh percaya bahwa “semua orang harus bisa membaca firman
Allah bagi diri mereka sendiri.” Pada masa itu Alkitab standar ditulis dalam
bahasa Latin, yang hanya bisa dibaca oleh para rahib.
Seiring dengan
itu, ia percaya bahwa musik gereja dimaksud untuk dinyanyikan oleh setiap
orang. “Si iblis yang adalah asal dari gangguan kekhawatiran, kesedihan dan
kegelisahan, kabur di hadapan suara musik Allah hampir seperti juga di hadapan
Firman Allah,” demikian pernyataan Luther.
Dengan inspirasi
itu, ia menggubah himne, “Allahmu Benteng yang Teguh,” suatu penegasan yang
penuh keberanian tentang Allah yang berkuasa dan mengasihi:
Allahmu
benteng yang teguh, perisai dan senjata;
Betapa pun
sengsaramu, pertolongan-Nya nyata!
Si jahat yang
geram, berniat ‘kan menang;
Ngeri kuasanya
dan tipu dayanya
Di bumi tak
bertara.
Luther diperlengkapi dengan ketetapan hati yang baru bahwa ia tidak akan
menarik kembali protes-protesnya terhadap Gereja Katolik. Sesudah perjuangan
selama beberapa tahun dengan para pemimpin di Roma, ia dikucilkan di tahun
1520.
Itu hanya
menjadi awal dari keberlanjutan pengajaran dan khotbahnya dengan entusiasme
besar. Ia mewartakan injil Yesus Kristus kepada kawanan kecil. Segera saja
persekutuan baru dengan orang-orang Kristen tumbuh. Sebagian orang mengejek
mereka dengan menyebut mereka , “Lutheran.” Begitulah, ketetapan hati tadi
dijuluki.
Ia meninggal
tahun 1546 dalam usia enam puluh tiga tahun di kota kelahirannya, Eisleben,
Saxony, Jerman. Ia bukan seorang yang sempurna, beberapa kali Luther dikenal
sebagai seorang yang keras, kasar, dan menanggung berbagai kecurigaan yang
berkembang waktu itu. Sebagaimana pepatah mengatakan, yang terbaik dari
seseorang adalah orang itu dalam bentuk terbaiknya. Kita semua patut bersyukur
bahwa Allah membangkitkan dan memakai orang-orang yang tidak layak seperti kita
untuk mencapai maksud-maksud akhir-Nya.
Dari tulisan Kenneth Osbeck dalam 101 Hymn
Stories, kita baca bahwa
himne termashur dari Luther ini adalah yang terdahsyat yang berasal dari
Reformasi Protestan. Osbeck menulis: “Lagu ini menjadi teriakan peperangan
orang waktu itu, sumber kekuatan dahsyat. Himne ini praktis telah diterjemahkan
ke setiap bahasa yang dikenal dan dianggap sebagai contoh termulia dan paling
klasik dari himnodi Kristen.”
Himne ini meliputi seluruh lintasan kehidupan Kristen.
Di dalamnya, kita mendapatkan jawaban untuk ketegangan, perjuangan, perang
rohani, dan akhirnya, kemenangan. Baitnya yang kedua memaparkan itu dengan
sangat indah:
Dengan tenaga
yang fana, niscaya kita kalah;
Pahlawan kita
Dialah, yang diurapi Allah;
Siapa
NamaNya? Sang Kristus mulia;
Tuhanmu yang
Esa, Panglima semesta.
Niscaya Ia
jaya!
Sumber dari: Lucy Neeley Adams pecinta music Kristen, yang menulis kisah-kisah himne
untuk disiarkan di radio WWGM di Nashville, TN tahun 1980-an. Kemudian itu
dibukukan dalam terbitan Abingdon Press,
52 Hymn Story Devotions.