Matius 6:9-13: Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami
yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah
kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan
kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga
mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam
pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (Karena Engkaulah yang
empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.)
Dalam zaman Perjanjian Baru Nama Allah sangat kudus sampai orang Farisi tidak
berani menyebut Nama-Nya. Hidup keagamaan orang kebanyakannya tanpa relasi yang
riil dan intim dengan Allah. Lalu Yesus datang dan mengajar para murid Doa ini
dalam bahasa Aramaik yang merupakan bahasa percakapan mereka. Yesus tidak
mengajar orang sederhana zaman-Nya untuk bedoa yang agung, impersonal kepada
Allah Yang Mahakuasa tetapi mulai dengan kata-kata sederhana… “Bapa kami yang di surga.”
Doa ini sudah
didoakan oleh jutaan orang sejak zaman gereja perdana. Ini adalah doa yang
dipanjatkan oleh banyak kalangan dari orang terhormat dan politikus sampai
anak-anak kecil di Sekolah Minggu. Kiranya ketika kita mendoakan doa ini, kita
diingatkan tentang mengapa kita memanggil Allah sebagai “Bapa kami.” Sebab inilah tekanan inti dari pesan injil… Yesus mati
untuk setiap kita supaya kita dapat mengenal dan memiliki relasi pribadi dengan
Dia.
Selanjutnya dalam
Yohanes 20:17, perkataan pertama pasca kebangkitan yang Yesus sampaikan kepada
Maria ketika Ia berjumpa dengannya di kebun adalah…
“Janganlah
engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku
dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan
Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.” Semoga setiap kita tahu bahwa adalah
hasrat Allah Tritunggal bagi kita tidak saja untuk memanggil Allah sebagai Bapa
kita, tetapi juga mengenal Dia dengan intim sungguh sebagai Papa surgawi kita. Dan
– ini yang sering kita lupakan – akibat dari kita mengenal Allah sebagai Bapa, karena
Yesus memperlakukan kita sebagai saudara-Nya, ialah kita semua adalah
saudara-saudara-Nya, anak-anak Bapa.itu sebab Yesus mengajar kita memanggil Dia
Bapa kami, bukan sekadar Bapa ku.
Jika
kita – semua orang percaya kepada Yesus – adalah saudara satu kepada yang lain,
maka wajarnya ada keterkaitan, saling mendoakan, saling terlibat mendukung
dalam suka dan duka, bukan?
Refleksi
& Realitas: Seberapa riil persaudaraan iman ini Anda hayati dan hidupi
dalam keseharian? Adakah ungkapan berikut dalam keseharian Anda? Bersyafaat? Adakah
rasa peduli kepada penderitaan yang dipikul sesama seiman kita di berbagai
tempat? Mari ungkapkan persaudaraan iman ini dengan mendukung pelayanan para
rohaniwan di tempat-tempat sukar (kebanyakannya di Indonesia Timur) dengan
sesuatu yang konkrit...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar