Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: "Abraham," lalu sahutnya: "Ya, Tuhan." Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu." Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Ketika pada hari ketiga Abraham melayangkan pandangnya, kelihatanlah kepadanya tempat itu dari jauh. Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu." Lalu Abraham mengambil kayu untuk korban bakaran itu dan memikulkannya ke atas bahu Ishak, anaknya, sedang di tangannya dibawanya api dan pisau. Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama. Lalu berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya: "Bapa." Sahut Abraham: "Ya, anakku." Bertanyalah ia: "Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?" Sahut Abraham: "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku." Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama. -- Kejadian 22:1-8
Peristiwa ini tidak terjadi langsung sesudah peristiwa yang dicatat di pasal sebelumnya. Juga kemungkinan tidak terjadi di usia teruna Ishak seperti yang sering kita lihat di lukisan. Abraham dipanggil ketika berusia 75 tahun, Ishak lahir ketika Abraham berusia 100 tahun, dan di usia 175 Abraham meninggal -- maka sangat boleh jadi bahwa peristiwa ini terjadi di antara 100 - 175 tahun yaitu ketika Ishak sudah berusia 30an tahun pas di puncak kemudaannya menjelang usia dewasanya menurut orang Ibrani yaitu 40 tahun. Dengan mempertimbangkan ini mari kita pertimbangkan bagaimana selama lebih dari setengah abad Abraham telah berjalan di hadapan Tuhan, menyambut panggilan-Nya, memercayai kesungguhan janji-janji-Nya, tumbuh dalam pengenalannya akan sifat-sifat TUHAN yang setia-rahimi-adil-kudus-berkuasa, dan tiba-tiba kini ia mendapatkan Allah yang perintah-Nya sangat bertentangan dengan semua pengenalannya tersebut. Kita seakan diberi kebebasan memasukkan pertimbangan dan imajinasi kita ke dalam nas ini -- terkejutkah Abraham? rahimikah Ia atau kejam? kuduskah ia atau sama saja dengan dewa yang menuntut korban manusia? sekian lama memercayai-Nya masih dapatkah Ia terus dipecaya? Tetapi firman yang datang kepadanya itu sudah sangat ia kenal, maka sesudah menyebut "ya Tuhan, saya ini," dengan tanpa tanya atau protes atau gugatan ia segera bertindak. Perhatikan betapa bulat ketaatan percaya Abraham -- tidak memberitahu Sarah, sejak dini hari ia menyiapkan keledai tunggangan, membelah kayu bakar, dan pergi bersama Ishak dengan mengajak kedua bujangnya. Sepanjang perjalanan dua hari itu tidak ada sepatah kata pun dicatat dalam nas ini. Bisa dibayangkan pertanyaan yang berkecamuk dalam hati Ishak, dan gejolak serta kemelut pertimbangan-perasaan-kemauan Abraham di setiap langkah yang mereka ambil selama dua hari tersebut. Tiba-tiba ketika Gunung tempat Yahweh dilihat (Mori-Yah -- gabungan kependekan nama Yahweh dan kata lihat yang juga berarti menyediakan) Abraham semakin berfokus penuh pada tugas yang Allah minta darinya -- kedua bujangnya ditinggal, ia sebagai pihak eksekutor membawa pisau dan api, sedangkan Ishak yang akan dikorbankan dibebani kayu bakar. Tiba-tiba terjadilah pembicaraan yang sangat mesra antara keduanya - Ishak bertanya dimana binatang korbannya dengan menyebut "Bapa" kepada Abraham, dan Abraham menjawab Ishak dengan "anakku." Dalam momen sesaat sebelum perpisahan akan terjadi keintiman luar biasa terungkap antara ayah dan anak itu. Dalam momen sesaat sebelum cobaan yang sangat muskil dari Allah itu ia laksanakan, entah bagaimana ia masih mengimani bahwa Ia akan menyediakan untuk-Nya sendiri. Ia pasti tidak membayangkan bahwa akan ada domba pengganti Ishak di belukar-- maka menurut penulis PB tersisa sedikit imannya kepada Allah yang berkuasa membangkitkan.
Cobalah bayangkan peristiwa ini terjadi pada kita sendiri dalam bentuk perintah kita melepas dan mempersembahkan sesuatu yang sangat berarti bagi kita, yang adalah hasil juang dan doa dan berkat Tuhan, bahkan yang mempertaruhkan hubungan dan pengenalan kita akan Tuhan. Akan lahirkah sifat sebagai anak Abraham dalam kita di momen seperti itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar