Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini. -- 1 Petrus 1:16-17
Waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah. Sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah. Kamu telah hidup dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta pora, perjamuan minum dan penyembahan berhala yang terlarang. Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama, dan mereka memfitnah kamu. Tetapi mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati. -- 1 Petrus 4:2-5
Para pengikut Kristus menyadari dua hal tentang hidup ini -- bahwa waktu yang kita jalani kini sementara saja, bahwa kelak semua yang hidup dan yang mati akan mempertanggungjawabkan hidupnya di hadapan penghakiman Allah. Ini menjadi alasan teologis kuat sampai menjelma ke dalam kesadaran spiritual yang mendasari tiap pertimbangan, keputusan dan perilaku moral-sosial-ekonomi orang percaya sehingga sewajarnya menghasilkan pola kehidupan yang benar, kudus dan memuliakan Allah. Orang percaya menilai perbuatan lama dalam masa kehidupan lama sebagai sesuatu yang -- ironisnya -- cukup -- enough is enough -- tidak boleh lagi dilanjutkan! Sesudah bertobat dan percaya kehidupan waktuwi ini harus dikerahkan, diisi, diberdaya oleh sasaran kekal -- dan semoga bukan saja secara kualitas tetapi juga kuantitas masih lebih banyak waktu kita kini untuk mengerjakan keluar kebenaran dan kekudusan dan kemuliaan ketimbang waktu "cukup" hidup lama kita.
Hidup yang benar, kudus dan mulia juga akan berfungsi sebagai pelengkap dalam tindakan penghakiman Allah kini dan kelak atas orang-orang yang tidak mengenal Dia, tidak melakukan kehendak-Nya. Paling tidak kini perilaku beda orang percaya menjadi usikan, gangguan pada hati nurani orang yang tidak melakukan kebenaran. Dan apabila orang percaya diejek, dihina, difitnah, bukankah itu pun semacam penghakiman yang terjadi pada mereka, yaitu hati nurani yang terusik itu mengalami pengerasan. Dan kelak andai sesudah kesaksian hidup dan kesaksian kata orang percaya tetap yang bersangkutan hidup tanpa Kristus, mereka harus memberi pertanggungjawaban di hadapan pengadilan Allah.
Kiranya kita izinkan Roh mengakarkan firman tentang kesementaraan hidup dan penghakiman kelak dengan konsekuensi kekal sampai tumbuh berbuah dalam perilaku moral-sosial-ekonomi keseharian kita. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar