Guru-guru palsu itu adalah seperti mata air yang kering, seperti kabut yang dihalaukan taufan; bagi mereka telah tersedia tempat dalam kegelapan yang paling dahsyat. Sebab mereka mengucapkan kata-kata yang congkak dan hampa dan mempergunakan hawa nafsu cabul untuk memikat orang-orang yang baru saja melepaskan diri dari mereka yang hidup dalam kesesatan. Mereka menjanjikan kemerdekaan kepada orang lain, padahal mereka sendiri adalah hamba-hamba kebinasaan, karena siapa yang dikalahkan orang, ia adalah hamba orang itu. Sebab jika mereka, oleh pengenalan mereka akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus, telah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terlibat lagi di dalamnya, maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula. Karena itu bagi mereka adalah lebih baik, jika mereka tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran dari pada mengenalnya, tetapi kemudian berbalik dari perintah kudus yang disampaikan kepada mereka. Bagi mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: "Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya." -- 2 Petrus 2:17-22
Apabila kita ingat catatan Injil-injil terutama ucapan Tuhan Yesus, kita dengar gemanya dalam peringatan keras Petrus ini. Misalnya, ucapan keras Yesus terhadap para ahli Taurat dan orang Farisi, ucapan tentang Yudas. Kembali di beberapa ayat ini Petrus menelanjangi sifat, ciri dan nasib akhir dari para pengajar palsu serta mereka yang berpaling dari kebenaran karena menerima ajaran sesat mereka.
Hidup dan ajaran para penyebar ide-ide teologis menyesatkan diumpamakan seperti sumur kosong dan awan dilenyapkan badai tanpa memberi hujan. Kedua perumpamaan ini menegaskan kesan kosong dan menipu dari para pengajar palsu yang sejatinya tidak mengandung isi yang sungguh menyegarkan apalagi memperbarui kehidupan. Penyampaian mereka adalah dengan kata-kata besar (harfiah: membengkak) dan dengan teknik yang memanfaatkan nafsu kedagingan. Berarti kesesatan dan kekosongan ajaran mereka akan dipoles, dibungkus, dikemas begitu rupa dengan cara berkata-kata yang bombastis, dramatis, berlebih-lebihan dan ditopang oleh berbagai metode yang sejatinya adalah pemanfaatan berbagai nafsu kebinatangan manusia. Mereka seolah menjanjikan kemerdekaan padahal mereka sendiri adalah hamba dosa, hamba kebinasaan.
Paparan Petrus tentang para pengajar sesat, ajaran sesat, bahaya mereka dan nasib akhir mereka dan juga orang-orang yang mengikuti ajaran sesat menunjukkan betapa seriusnya ancaman ini harus menjadi perhatian orang Kristen perorangan, keluarga dan gereja secara luas. Prinsip paling tepat untuk mengenali kesesatan adalah dengan benar-benar memastikan diri kita ada dalam kebenaran, dalam terang firman, dalam persekutuan bersama orang beriman lain yang dipimpin oleh Roh, Kita wajib memastikan apakah ajaran yang kita jadikan sumber untuk keseluruhan aspek hidup kita dan yang kita saksikan / ajarkan / bagikan kepada orang lain adalah sungguh setia kepada Alkitab atau hanya merupakan pemelintiran, pengaburan, pembelokan, pelemahan, pemutarbalikan Alkitab? Kita harus peka kepada arahan, teguran, nasihat Roh jika ada kecenderungan, unsur cara dan isi ibadah, ajaran, teologi yang kita sukai yang sebenarnya mendukakan hati Roh Allah. Kita harus mengawasi benar-benar bahwa ajaran dan perilaku kita serasi kebenaran Allah yang sungguh menuju keberbagian kita dalam kodrat ilahi.