Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit, -- belum ada semak apapun di bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apapun di padang, sebab TUHAN Allah belum menurunkan hujan ke bumi, dan belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu; tetapi ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi itu -- ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. -- Kejadian 2:4-7
Mencapai keutuhan dan kekudusan mengharuskan kita menyeberangi medan sukar kehidupan nyata dengan semua tantangan dan krisis di dalamnya. Bahkan di akhir dari upaya sepanjang hidup, kita masih butuh dilengkapi oleh sentuhan penuntasan dari sang seniman ilahi. Saat itu Allah akan menyempurnakan di dalam kita desain kekal yang disuratkan-Nya untuk manusia yaitu agar mengasihi sepenuh hati. Sementara menantikan sentuhan pengutuhan dari anugerah ilahi itu, kita para musafir dipanggil untuk menapak tilas Jalan Yesus. Dan Tuhan yang berjalan bersama kita menjamin kita akan senantiasa Ia berkati. Berkat-berkat yang dari-Nya sepanjang hidup ini tidak senantiasa menyenangkan, tetapi akan selalu mendorong kita maju dalam usaha untuk mengasihi sebagaimana yang Allah inginkan.
Seorang rabbi sekali waktu ditanya, "Apakah berkat itu?" Sebelum memberikan jawabannya lebih dahulu ia memberikan tebakan yang memakai kisah penciptaan di Kejadian. Tebakannya begini: Setiap kali Allah menyelesaikan karya-karya-Nya di lima hari pertama, Alkitab berkata "Allah melihat itu dan berfirman itu baik adanya." Tetapi tidak dicatat Allah mengomentari baiknya ciptaan yang di hari keenam ketika manusia selesai Ia bentuk. "Kesimpulan apa dapat Anda ambil dari hal ini?" tanya sang rabbi. Seseorang mencoba. "Kita dapat menyimpulkan bahwa manusia tidak baik." "Boleh jadi," angguk sang rabbi, "tetapi sepertinya bukan itu jawabannya." Ia lalu menjelaskan bahwa kata Ibrani yang dipakai untuk "baik" di Kejadian adalah "tov", yang lebih tepat diterjemahkan sebagai "lengkap." Jadi, simpulan rabbi itu, "Allah tidak menyatakan bahwa manusia itu "tov" / lengkap." Manusia diciptakan tidak lengkap. Merupakan panggilan seumur hidup kita untuk bekerja sama dengan pencipta kita dalam memenuhi potensi Kristus di dalam setiap kita.
Wilkie Au, By Way of the Heart, Toward a Holistic Christian Spirituality (Geoffrey Chapman, 1990, pp. 202-2-3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar