Pertobatan dan iman adalah pasangan. Keduanya saling berbagian bagaikan suami dan istri. Keduanya adalah kata-kata kunci untuk respons tepat kepada injil. Dalam Perjanjian Baru, terkadang kata tobat datang lebih dulu dan kata iman menyusul; pada kesempatan lain terbalik. Dalam beberapa bagian Alkitab hanya satu kata yang dipakai, tetapi kata lainnya tersirat (Mat. 4:17; Mrk. 6:12; Luk. 24:47; Kis. 2:38; 11:18).
Kita harus jelas tentang apa arti kata-kata ini dalam Alkitab. Ketika kita diminta untuk bertobat, kita tidak diminta untuk sesaat merasa buruk tentang sesuatu kemudian melupakannya dan melanjutkan seperti semula. Banyak orang yang memiliki perasaan menyesal tetapi tidak berarti mereka sungguh sudah bertobat sesuai maksud Alkitab. Pertobatan harus meliputi ide perpalingan dan perubahan, terjadinya perbedaan.
Iman dalam artian alkitabiah pun berarti lebih daripada yang kebanyakan orang terima. “Anda harus percaya,” demikian sering orang berkata – yang artinya ialah Anda harus selalu melihat sisi terang dalam segala sesuatu. Tetapi dalam Alkitab iman lebih dari sikap penuh harap; melainkan iman adalah soal merespons ke seorang pribadi yang tengah menyapa Anda dan kepada kebenaran yang telah Anda terima. Allah menjanjikan pengampunan melalui Yesus Kristus dan iman merespons, “Terima kasih untuk firman tentang pengampunan itu. Aku menerimanya dan menerima Yesus menjadi Juruselamatku dan Engkau sebagai Bapaku. Sejak kini aku ingin hidup sebagai anak-Mu.” Iman berkata, “Ya” kepada kasih Bapa melihat dirinya sebagai ikatan kepada Allah seterusnya dalam ungkapan syukur.
Renungkan: “Suatu pengampunan yang menghindar kebutuhan untuk bertobat tidak berasal dari kasih tetapi dari sentimentalitas” (J. R. W. Stott).
Tuhan, kiranya pertobatan dan iman tetap merupakan realitas hidup keseharianku. Kiranya perpalinganku dari dosa dan ketiadaan iman semakin hari semakin teguh dan kiranya imanku kepada-Mu bertumbuh makin kuat dan dalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar