Adapun seluruh bumi, satu bahasanya dan satu logatnya. Maka berangkatlah mereka ke sebelah timur dan menjumpai tanah datar di tanah Sinear, lalu menetaplah mereka di sana. Mereka berkata seorang kepada yang lain: "Marilah kita membuat batu bata dan membakarnya baik-baik." Lalu bata itulah dipakai mereka sebagai batu dan ter gala-gala sebagai tanah liat. Juga kata mereka: "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi." Lalu turunlah TUHAN untuk melihat kota dan menara yang didirikan oleh anak-anak manusia itu, dan Ia berfirman: "Mereka ini satu bangsa dengan satu bahasa untuk semuanya. Ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apapun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana. Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing." Demikianlah mereka diserakkan TUHAN dari situ ke seluruh bumi, dan mereka berhenti mendirikan kota itu. Itulah sebabnya sampai sekarang nama kota itu disebut Babel, karena di situlah dikacaubalaukan TUHAN bahasa seluruh bumi dan dari situlah mereka diserakkan TUHAN ke seluruh bumi. -- Kejadian 11:1-9
Mengapa pendirian menara Babel dianggap salah dan berbahaya oleh Allah sampai Ia harus turun, menghentikan usaha itu, mengacaukan bahasa mereka dan menciptakan kebingungan komunikasi antara mereka? Karena tiga ungkapan mereka dalam upaya itu: "puncaknya sampai ke langit," "mencari nama" untuk diri sendiri," dan "jangan terserak ke seluruh bumi." Dari tiga ungkapan ini tersirat campuran motif-motif kesombongan, mendirikan sistem pengamanan sendiri (dari kekhawatiran akan terjadi lagi air bah -- yang berarti tidak memercayai janji Tuhan kepada Nuh), dan keengganan untuk menaati mandat dari Tuhan agar mereka berkembang mengelola bumi sebagai gambar Allah. Dengan kata lain potensi dalam kesatuan itu telah sedemikian dirusakkan oleh dosa dan mendorong penciptaan sistem politik, budaya, religi yang menentang Allah dan rencana-Nya. Dalam penialaian Tuhan kesatuan yang sesungguhnya indah dan berpotensi dahsyat ini menjadi suatu pemberontakan yang berbahaya. Tuhan lalu mengadakan mukjizat pengacauan bahasa. Bahasa bukan sekadar getaran lidah dan bibir dan pita suara di rongga mulut dalam pengkondisian iklim dan kebiasaan makan. Bahasa sesungguhnya adalah bagian integral dari mentalitas, pikiran, perasaan dan kemauan. Maka ketika Tuhan mengacaukan bahasa mereka sebenarnya Ia mengacaukan kesanggupan mental mereka untuk berkomunikasi yang berarti dan bermakna. Pemulihan kesatuan dan potensi manusia yang boleh kembali kepada kehendak-Nya hanya terjadi di dalam karya Salib Yesus dan pencurahan Roh ketika orang dari berbagai suku, bahasa dan budaya di penjuru bumi disanggupkan untuk menjadi satu kawanan Allah dan karena kesatuan kasih.semua yang berbeda mentalitas dimungkinkan untuk saling mengerti.
Dalam pembangunan keluarga, kerja, masyarakat, gereja kita -- apakah kita mengupayakan pendirian Babel atau mengandalkan kuasa Kalvari dan Pentakosta?
Siang, kalau mau beli buku bagaimana caranya ya? saya sudah kirim email dan sms tapi tidak ada responnya. terima kasih.
BalasHapus