Diambilnyalah semuanya itu bagi TUHAN, dipotong dua, lalu diletakkannya bagian-bagian itu yang satu di samping yang lain, tetapi burung-burung itu tidak dipotong dua. Ketika burung-burung buas hinggap pada daging binatang-binatang itu, maka Abram mengusirnya. Menjelang matahari terbenam, tertidurlah Abram dengan nyenyak. Lalu turunlah meliputinya gelap gulita yang mengerikan... Ketika matahari telah terbenam, dan hari menjadi gelap, maka kelihatanlah perapian yang berasap beserta suluh yang berapi lewat di antara potongan-potongan daging itu. Pada hari itulah TUHAN mengadakan perjanjian dengan Abram... -- Kejdian 15:10-18
Apabila firman dan petunjuk alami telah cukup membuat Abram menujukan imannya kepada Tuhan sang pemberi janji, mengapa Tuhan masih mengaruniakan lagi suatu tanda, upacara atau ritual pemenggalan binatang-binatang yang ditumpuk dua baris membentuk lorong yang kemudian Ia sendiri berjalan melaluinya? Apakah ritual ini semata untuk memenuhi kebutuhan Abram sebagai manusia yang tidak saja rasional namun juga emosional? Atau ada prinsip lain di dalam pemberian ritual ini?
Nas ini dibuka dengan Tuhan menguatkan Abram untuk tidak takut; sesudah pemberian korban itu Abram tertidur dan terjadi hal yang dapat diterjemahkan secara harfiah sebagai "kegelapan dahsyat yang menggentarkan turun meliputinya." Emosi takut akan berbagai faktor manusiawi dalam diri Abram berganti dengan emosi-intuisi-imajinasi gentar yang dahsyat karena mengalami hadirat Tuhan, menyadari berbagai segi sifat Allah diungkapkan di dalam dan melalui ritual persembahan korban itu. Ketika takut akan Tuhan sungguh ada pada kita, semua takut lainnya dengan sendirinya menepi dan sirna!
Esok kita kembali akan beribadah, menjalani berbagai ritual yang tersusun dalam liturgi yang intinya mengakui kemuliaan Allah, mengakui keberdosaan dan ketidaklayakan kita, menerima sakramen ekaristi, membuka diri kepada penyingkapan diri dan rencana-Nya dari dalam isi firman tertulis, mengungkapkan doa-doa syafaat, mengikrarkan kembali intisari iman Kristen dan menyatakan syukur kita dalam bentuk persembahan nyata sebagian dari harta yang dari Dia juga asalnya,lalu diakhiri dengan pengutusan kita ke keseharian dalam lingkup berkat-Nya. Urutan liturgis ini mungkin bisa berbeda-beda dari denominasi ke denominasi, namun intinya kurang lebih sama.
Berbagai ritus dalam ibadah bukan saja memenuhi kebutuhan kita sebagai makhluk dengan kapasitas rasio-emosi-intuisi-imajinasi-volusi, tetapi lebih dari itu harus sesuai dengan sifat Allah yang Ia nyatakan dalam Alkitab, harus mengokohkan kita makin dalam ke dalam karya-karya-Nya yang ya dan amin, dan harus dihayati dalam kehadiran diri kita penuh tanpa distraksi dalam kepenuhan suka dan gentar akan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar