Orang Puritan memiliki cara arif untuk mengungkapkan hari Minggu. Untuk mereka hari Minggu adalah Sabat Kristen, dan mereka biasa menyebutnya “hari pasar jiwa.” Jadi untuk mereka hari Minggu bukan untuk bermalasan, tetapi hari untuk berhenti dari urusan panggilan bumiah agar boleh mengejar urusan panggilan surgawi kita. Juga, bukan untuk menjadi beban membosankan, tetapi merupakan hak istimewa menyukakan; bukan puasa tetapi pesta; bukan kerja tak berguna tetapi alat anugerah.
Agar mendapat manfaat penuh dari
hari Minggu, mereka menasihati kita untuk menyiapkan diri – membebaskan diri
dari hal-hal yang menyimpangkan perhatian dan beban lalu meluangkan waktu untuk
memeriksa diri, pengakuan dosa dan doa pada hari Sabtunya.
Ibadah umum harus menjadi pusat hari
Minggu, dan orang Puritan tidak simpati pada mereka yang mengeluh tentang
lamanya waktu ibadah, meski Baxter menasihati para pengkhotbah agar “berkhotbah
dengan keseriusan yang hidup dan membangunkan pendengar… dan dengan metode yang
mudah serta beragam isi yang bermanfaat agar orang tidak bosan dengan Anda.”
Orang Puritan menegaskan bahwa
keluarga harus berfungsi sebagai unit kehidupan benar di hari Tuhan, dengan
kaum pria dalam rumah melakukan tanggungjawabnya untuk memperhatikan jiwa-jiwa
dalam isi keluarganya. Pastor Puritan berbeda dari sejawatnya di zaman modern,
tidak mengatur agar anak dan wanita menjangkau kaum pria tetapi sebaliknya.
Ia juga berusaha menghindari jebakan
legalisme (hanya memperhatikan pada hal yang tidak boleh dilakukan di hari Tuhan) dan Farisiisme (kebiasaan
mencela orang bila terjadi pelanggaran dalam hal ini).
Kaum
Puritan merasa bahwa kesukaan harus menjadi kunci ibadah umum. Apakah kesukaan
merupakan ciri utama ibadah gereja Anda? Jika tidak, mengapa?
Tuhan, apakah kami memanfaatkan penuh alat
anugerah-Mu ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar