Penuhilah hukum Kristus. - Galatia 6:2
Memang
tiap situasi unik dan hanya dengan mengenali kekhasan tiap situasi kita dapat
menyimpulkan hal terbaik apa dapat kita tarik darinya. Juga benar bahwa kasih
membuat orang selalu menginginkan yang terbaik bagi orang yang dikasihi dan
yang dimaksud bukan sekadar perbuatan benar secara formal atau menghindari
kesalahan melainkan keinginan untuk selalu berbuat hal yang lebih baik. Penekanan
bahwa kasih sejati bersifat kreatif, penuh upaya, dan ketidaksediaan untuk puas
dengan hal baik yang bukan terbaik dalam relasi adalah sikap yang terdapat
dalam pandangan situasionisme.
Tetapi sikap itu menyimpang dalam
penolakan mereka bahwa ada tindakan yang dalam dirinya bersifat immoral, jahat,
dan dilarang. Anggapan salah itu merusak.
Perjanjian Baru menegaskan bahwa
meski relasi kita dengan Allah tidak lagi ditentukan oleh hukum sebab Kristus
telah membebaskan kita dari hukum sebagai sistem keselamatan, kita kini di
bawah hukum Kristus sebagai standar pengudusan.
Dengan menyangkali bahwa ada hal
yang Allah larang secara universal, kita memerangkap kasih ke dalam
kebingungan. Bagaimana saya harus mengasihi sesama saya? Dengan menyesuaikan
diri dengan situasi, demikian kita dianjurkan. Tetapi bagaimana saya
mendefinisi situasi? Semua definisi bisa lahir menurut kemauan siapa saja dan
terbuka untuk ditantang. Dan sesudah didefinisi, bagaimana saya dapat meyakini
apa hal terbaik untuk dikasihi? Kompas moral saya tidak selalu dapat
diandalkan, dan saya terhambat oleh dosa dan ketidaktahuan. Saya butuh hukum
Allah untuk membimbing; dan tidak ada benturan antara menjalani perintah Allah
dan mengasihi sesama saya. Justru keduanya berjalan bersama (1Yoh. 5:2). Hukum
adalah matanya kasih; kasih adalah hatinya hukum.
Berpikirlah
lebih banyak tentang hukum dan orang Kristen (Untuk awal: Rm. 6:14; 7:1-6;
10:4; 1Kor. 6:21; Gal. 3:23-26).
Tuhan, tolongku untuk kreatif dan penuh
usaha dalam mengasihi orang lain – dalam batas yang Engkau tetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar