Hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. -- 1 Petrus 1:15-16
Saudara-saudara yang kudus dan yang percaya dalam Kristus di... -- Kolose 1:2
Kudus dan kekudusan menurut pengertian Alkitab menunjuk kepada dua hal. Pertama, kepada hakikat, Untuk Allah berarti Allah terpisah dari semua yang adalah ciptaan-Nya. Ke-Allahan-Nya membuatnya beda, terpisah dari semua yang tidak ilahi atau sehakikat dengan diri-Nya. Kedua, kepada sifat moral Allah yang murni, tidak bercacat, tanpa dosa, transparan dari perbuatan yang kasat mata sampai ke motif di inti diri terdalam, Ia sungguh suci, murni, indah, benar, adil, mulia, dst.
Arti pertama tentu tidak dapat dialami oleh manusia percaya, namun dalam segi bahwa kita tidak sama dengan orang yang tidak percaya karena kita telah dimiliki oleh Yesus Kristus yang telah membeli kita dengan darah-Nya yang mulia, kita memang dipisah, dikhususkan, dibedakan, dan adalah "orang-orang kudus" di Jakarta, Surabaya, Medan, Palangkaraya, Bima, Makasar,Sentani, dst. Atas dasar jatidiri baru inilah kita dipanggil untuk memiliki tindak-tanduk moral-spiritual yang murni, tembus pandang luar-dalam, serasi tindakan dan motivasi hati, dst.
Sudah kita telusuri bahwa sumber untuk kekudusan moral ini adalah karya penyelamatan Allah Bapa-Anak-Roh Kudus, dan bahwa cara untuk kita menguduskan diri ialah dengan berserah aktif kepada operasi pengudusan oleh Tritunggal Kudus. Satu hal lagi yang perlu untuk kita akarkan dalam kedalaman hidup kita ialah kepada pola kekudusan mana kita harus menyesuaikan diri?
Satu-satunya yang sepenuhnya mencerminkan kesamaan dengan sifat moral-spiritual kudus Allah Bapa adalah Yesus Kristus. Ia kudus dalam arti menaklukkan diri kepada rencana Bapa di surga yang berkonsekuensi Ia harus mengosongkan diri, merendah menjadi sama dengan manusia (Filipi 2:5-11) -- inilah kekudusan dalam wujud ketaatan. Sejak kecil Ia mengobarkan pendedikasian diri untuk melakukan kehendak Bapa di surga, sebagaimana ucapan-Nya kepada Maria (Lukas 2:49). Ia kudus dalam arti membenamkan diri dalam kebenaran firman yang menyebabkan Ia dapat menolak ide-ide licin si jahat ketika Ia dicobai olehnya dan menundukkan diri kepada arti sebenarnya dari masing-masing firman. Ia kudus dalam arti begitu penuh dengan pancaran kasih rahmat kepada orang yang membutuhkan berbagai pelayanan-Nya namun hubungan doa-Nya dengan Bapa tidak didiskon karena kesibukan pelayanan yang sangat menuntut tersebut. Ia kudus tanpa takut dinajiskan baik oleh penyakit jasmani seperti kusta maupun oleh penyakit moral-spiritual para pemungut cukai dan pelacur, melainkan kekudusan-Nya yang membuat Ia menyentuh, menyambut, merangkul justru menyembuhkan berbagai penyakit tersebut. Ia kudus penuh memberikan perhatian kepada semua kalangan temasuk anak-anak yang relatif tidak penting dalam penilaian kebanyakan orang dewasa dulu dan kini juga. Ia kudus sampai memiliki amarah ilahi mengobrak-abrik perdagangan serakah bermotif agamawi di Bait Allah, bahkan mencela keras para tokoh agamawi masa itu sebagai ular beludak, kubur berkapur putih berisi tengkorak, dst.
Jadi bagaimana kita boleh memiliki kekudusan sedemikian? Dengan meniru moralitas-spiritualitas Yesus Kristus. Dengan menyatu dalam persekutuan yang akrab dengan-Nya, sehingga kita di dalam Dia dan Ia di dalam kita -- dan dalam relasi seperti ini kita melakukan firman-firman-Nya sambil pada saat sama energi hidup-Nya mengalir-memancar di dalam dan melalui kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar