Seperti halnya bukan Sir Isaac Newton yang memberikan kita kekuatan gravitasi, demikian juga bukan gereja yang memberikan kita Perjanjian Baru. Allah telah memberikan gravitasi melalui karya penciptaan; demikian juga Ia memberikan kita kanon Perjanjian Baru dengan menginspirasikan tiap buku di dalamnya. Newton tidak mencipta gravitasi tetapi menemukannya dengan mengamati jatuhnya apel; demikian pun berbagai gereja dalam Kekristenan, melalui usaha panjang berabad-abad secara bertahap, acak, tidak diatur, menyadari keluasan dan batas-batas kanon dari Allah dengan menguji dan memeriksa silang asal usul dan isi buku-buku yang menyandang nama para rasul atau yang ditegaskan berasal dari kalangan rasuli, untuk menemukan yang mana dari tulisan-tulisan itu yang memang dapat menunjukkan kebenaran klaim rasuli mereka, yaitu yang mewujudkan kebenaran yang dinyatakan oleh Allah sebagaimana yang telah diterima oleh para rasul.
Andaikan ada yang mengusulkan bahwa gereja abad dua, tiga, atau empat yang melalui cara ini telah menciptakan kanon sendiri, dengan memilih literatur Kristen yang bermutu untuk mengotorisasinya sebagai suatu standar iman untuk masa depan, mereka sendiri pasti akan menggelengkan kepala terheran-heran bagaimana mungkin orang dapat memimpikan ide yang menyimpang dari kebenaran separah itu. Kepercayaan bahwa tulisan rasuli sendirinya diinspirasikan dan karenanya secara intrinsik bersifat otoritatif adalah pengandaian dari seluruh usaha penemuan itu. Satu-satunya yang gereja cari ialah buku mana yang mengklaim otoritas rasuli yang benar-benar demikian adanya – suatu pertanyaan yang utamanya menyangkut fakta sejarah, meski juga menyangkut pertimbangan tentang sifat dan isi dari sisi positif dan negatifnya.
Mengapa penting mengatakan bahwa gereja mengumpulkan dan mengakui bukan menciptakan kanon Alkitab?
Tuhan, Engkau telah mempercayakan Firman-Mu kepadaku; tolong aku menjaga dan membagikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar