Belakangan ini saya ngefans seorang pemusik yang dengan orkestranya mengadakan banyak pertunjukan di berbagai tempat di seluruh dunia. Hampir tiap hari saya menonton dvd pertunjukan-pertunjukannya yang memainkan banyak sekali lagu-lagu klasik dan lagu-lagu rakyat bebagai tempat dengan gaya yang riang, ngepop, humoris, melibatkan penonton. Sambil menikmati musik-musik indah itu, saya ikut bergoyang gembira, terharu oleh melodi yang menyentuh hati, tertawa melihat gaya mereka yang humoris, terbenam atau terangkat terbawa arus keindahan, dinamika dan keceriaan musik-musik yang mereka mainkan. Dampak keceriaan, keindahan itu terbawa sepanjang hari bahkan dalam tidur lagu dan melodi dan beat tertentu sering terngiang terus dalam benak saya.
Andaikan alam semesta ini tanpa simfoni ilahi; andaikan adegan demi adegan rencana keselamatan Allah tidak pernah digelar dan dijalankan dalam sejarah – apakah jadinya Anda, saya, gereja, semua orang dalam dunia ini? Andaikan kejatuhan Adam/Hawa tidak direspons Allah dalam Kejadian 3:15, tidak berlanjut ke tindakan serta janji Allah lebih jauh ke Nuh, lalu mandeg begitu saja dan tidak bergulir ke panggilan Abraham, atau tidak lebih jauh mengutus Musa memimpin Israel ke luar dari Mesir dan memberi mereka perjanjian dan hukum-Nya di Sinai, yang seterusnya mengalir ke perjanjian kepada Daud, dan terus lagi menguntai untuk akhirnya mewujud penuh dalam diri Tuhan Yesus Kristus, apa jadinya kita? Seluruh ciptaan yang indah namun rusak karena dosa ini akan menjadi keluh kesah getir semata; sejarah menjadi sia-sia tanpa arah dan arti; kita dan semua manusia hanya bisa meratap sedih karena tak seorang pun sanggup membukakan (memaparkan dan menjalani sampai terbuka/terwujud) rencana penyelamatan Allah bagi alam semesta dan bagi manusia seperti dalam Wahyu 5:1-4.
Yang menghapus air mata kita bukan pertunjukan klasik indah dan ceria – meski untuk sesaat itu bisa saja terjadi; yang sanggup memberi kita arah hidup yang mantap dan segar dan kekuatan untuk berjuang langkah demi langkah menjangkaunya bukanlah ide-ide dan inspirasi dari para motivator atau buku-buku dahsyat masa kini – meski itu bisa juga dipakai Tuhan untuk melengkapi diri kita asal kita tahu menempatkannya dengan tepat; yang sanggup menciptakan dunia baru bukanlah sistem ekonomi pasar terbuka atau program pendidikan atau pencapaian sains super canggih atau taktik politis yang jempolan! Jawaban sejati bagi tiap orang dan bagi seluruh dunia, ada dalam pusat penyembahan Kristen! Ia sang penggenap seluruh rencana baik Allah untuk ciptaan dan manusia, yang membuat musik ceria ilahi bersenandung harmonis seterusnya dalam pengalaman dunia, sejarah dan tiap orang!: Sang Singa Yehuda, sang Anak Domba Allah yang telah tersembelih, dengan tujuh tanduk (kuasa sempurna) dan tujuh mata (hikmat sempuna) yang karena penaklukan diri-Nya yang sempurna telah dipenuhi sempurna juga oleh kuasa dan daya Allah dalam Roh-Nya (ay. 5-8).
Kita dimungkinkan menyembah Allah melalui dan di dalam dan kepada Yesus Kristus yang telah mengalahkan kuasa-kuasa pemberontakan perusak dunia, mewujud-nyatakan keselamatan dengan menanggung penderitaan keji di salib, sehingga melalui ketaatan dalam inkarnasi dan kematian-Nya kuasa-kuasa Allah yang dahsyat (lambang singa) telah dilepas dan kebenaran, keindahan, keserasian, kemuliaan menang untuk selamanya atas kebatilan, keburukan, kekacauan dan kenajisan! Dan Ia yang jadi sebab kita boleh menyembah, Ia layak (worth) menerima penyembahan (worship) kita yang isinya adalah mengakui semua karya, pengorbanan, serta kedudukan yang dianugerahkan serta dikokohkan Bapa kepada-Nya.
Penyembahan mensyukuri hidup dan perbuatan Yesus Kristus yang memuncak dalam pengorbanan-Nya di salib, meninggikan keberhasilan-Nya dalam kebangkitan dan kenaikan serta pentakhtaan-Nya kembali di surga dan bumi. Dengan menyambut karya penyelamatan-Nya kita boleh ambil bagian dalam penyembahan yang benar dan bersama seluruh makhluk dunia kita sebagai umat tebusan-Nya membahanakan pujian sembah kita: “Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa” (ay. 9). Seluruh liturgi yang kita jalani dengan takjub, puja dan suka (kecapi dan kemenyan) bukan terpaku pada performance manusia (entah itu sang penyambut jemaat, atau pendeta yang berkhotbah penuh kuasa, atau paduan suara yang memukau-mengangkat perasaan, dlsb.) tetapi Yesus Kristus: diri-Nya, karya-Nya, pengorbanan-Nya, keberhasilan-Nya! (Semua unsur dalam liturgi adalah bagian dari puja-puji yang menunjuk ke Dia saja.) Di manakah kita, Anda dan saya dalam lautan puja-puji bagi sang Singa-Anak Domba Allah yang tersembelih dan menang itu? Hendaknya kita ada sebagai bagian dari puja syukur berikut: “Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!” (ay. 12). Dan hendaknya liturgi ibadah penyembahan kita membangkitkan penyembahan berikut yang lebih luas dan berskala semesta: “Dan aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: ‘Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!’” (ay. 13).
Yesus mengajarkan para murid-Nya untuk berdoa: “Dikuduskanlah Nama-Mu, datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu – di bumi seperti di surga.” Itu telah Ia wujudkan. Dan apa yang telah ia capai itu kini menjadi alasan dan sekaligus mengisi seluruh gegap gempita penyembahan kita, bukan saja di hari Minggu tetapi di tiap hari kita, bukan saja dalam lingkup rohani tetapi dalam seluas-sepenuh lingkup-dimensi ciptaan milik-Nya yang telah Ia tebus dengan harga tunai dan mahal. Dan, bila penyembahan kita diarahkan ke Dia, objek penyembahan yang sejatinya worthy, dengan isi dan cara dan kondisi hidup yang sungguh konsekuen worthy dengan yang telah dimungkinkan oleh-Nya, maka penyembahan kita itu akan menjadi bagian dari penyembahan semesta (13a) bahkan berdampak ke pencerminan kemuliaan-Nya dalam seluruh lapis hidup dan realitas dunia ini!
Waktu kita menikmati melodi yang memimbulkan keceriaan baru, kita tidak sekadar bergoyang, tertawa, mengalun bersama keindahan iramanya; kita berbagi pertumbuhan diri itu dengan sesama yang ikut ambil bagian dalam pesta musik itu dan berbagi keceriaan itu ke khalayak lebih luas. Ketika kita berbagian dalam penyembahan bagi sang Singa-Anak Domba Allah yang menang itu, hidup kita mengalami jamahan demi jamahan, dan kita sendiri menjadi jamahan Tuhan berikut bagi sesama dan bagi dunia ini: kepedulian sosial, perjuangan untuk keadilan, doa syafaat, karya kemanusiaan, kerja keseharian bermakna kekal, kepedulian ekologis, dan tak terbilang lagi karya-Nya lainnya di dalam dan melalui kita. Karena kita menyembah Ia yang di dalam-Nya surga dan bumi berangkulan mesra, maka kita pun bergegas membagikan penyembahan kita menjadi misi dalam segala kekayaan aspeknya dan ke dalam segala lingkup realitas dunia ini (Mat. 28:16-20).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar