Dalam zaman Yesus pembalasan diterima luas. Namun Yesus mengajar para murid-Nya bahwa itu bukan prinsip hidup mereka. Bahkan secara mengherankan, Ia berkata: “Jangan melawan orang yang berbuat jahat” (Mat. 5:39). Lalu Ia memberikan empat contoh aplikasi prinsip revolusioner ini.
Pertama, jika seseorang menampar pipi kananmu, berikan pipi kirimu. Kedua, jika seorang meminta bajumu, berikan juga jaketmu. Ketiga, jika seorang serdadu Roma memaksamu membawakan ranselnya, atau perisainya, atau apa saja sejauh satu mil, bawakan untuk mil kedua. Keempat, beri dan pinjamkan cuma-cuma. Jangan surut oleh pemikiran bahwa orang itu tidak akan mengembalikan kepadamu. Belajarlah kemurahan hati tanpa bertanya, “Apa yang harus kubuat agar memperoleh hal itu balik?” tetapi pikirkan saja kebaikan orang lain.
Yesus maju lebih jauh. Para murid-Nya harus lebih dari hanya tidak melawan kejahatan. Mereka harus mengasihi musuh mereka dan berdoa bagi para penganiaya mereka jika mereka ingin menjadi anak-anak Bapa mereka yang bermurah hati dalam memberikan semua yang baik kepada semua yang mengasihi dan menghormati Dia, juga mereka yang melawan Dia (Mat. 5:44-48).
Pikirkan bagaimana Yesus mencontohkan prinsip ini. Ketika mereka menyalibkan Dia Ia berdoa. “Bapa, ampuni mereka; sebab mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan” (Luk. 23:34). Di dalam tindakan-Nya itulah terletak pengharapan kita, sebab dalam kekuatan kita sendiri kita tidak mungkin menghidupi prinsip kasih yang menyangkal diri ini dalam merespons dan memperlakukan orang lain. Tetapi Yesus yang telah melakukan itu, dapat memampukan kita melakukannya.
“Jangan melawan orang yang berbuat jahat” (Mat. :39). “Lawanlah iblis” (Yak. 4:7). adakah pertentangan di sini atau tidak?
Tuhan, dalam repons ku kepada orang lain, apakah aku menghidupi tingkatan Kristen lebih rendah, yaitu dengan mengikuti hukum pembalasan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar