Karena
Alkitab adalah buku manusia dan Allah memilih menyatakan ajaran-Nya kepada kita
dalam bentuk petunjuk yang diilhamkan dari para penulis manusia, jalan masuk ke
pikiran-Nya haruslah melalui pemikiran mereka. Jadi disiplin dasar dalam
menafsirkan Alkitab ialah selalu harus berusaha menentukan setepat mungkin apa
yang penulis maksudkan dengan kata-kata yang ia tulis.
Karena Alkitab adalah buku ilahi,
enampuluh enam kitab di dalamnya adalah dokumen terpisah yang merupakan produk
dari satu pikiran ilahi yang mewartakan satu pesan utama, kita harus berusaha
mengintegrasikan hasil studi terhadap tiap kitab dan penulisnya ke dalam satu
pemahaman utuh. Kita tahu bahwa pemikiran sang pengarang manusia adalah
pemikiran Allah juga. Sementara ketika berusaha menyelaraskan semua pemikiran
berbeda itu, kita mulai menyadari bahwa dari satu ke lain pokok pemikiran Allah
maju dan merangkul lebih banyak dari yang para penulis manusia itu dapat
lakukan. Kepenuhan makna tiap bagian Alkitab hanya akan tampak ketika ia
ditempatkan dalam konteks bagian Alkitab lainnya – yang tentunya merupakan hal
yang tidak dapat dilakukan oleh penulis manusia atas bagian itu.
Alkitab seolah suatu orkestra
simfoni dengan Roh Kudus sebagai Toscanini-nya; masing-masing instrumen telah
diikutkan dengan kesediaan, spontan, dan kreatif, untuk memainkan nadanya hanya
seperti yang diinginkan oleh sang konduktor, dalam harmoni penuh dengan bagian
lainnya, meski tak seorang pun pernah mendengar musik keseluruhannya. Kini kita
mendapat hak istimewa untuk mendengar keseluruhan musik itu.
Apakah
cara ku membaca dan mempelajari Alkitab adalah dengan mendalami
bagian-bagiannya dan mengaitkannya dengan keseluruhannya?
Tuhan, kiranya hidupku makin seperti suatu
simfoni yang diorkestrasi oleh Roh Kudus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar