Anak Manusia memang akan pergi seperti yang
telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan! - Lukas 22:22
Sebagai
raja, Allah memerintah dan mengendali segala sesuatu termasuk tindakan manusia – seturut maksud
kekal-Nya. Alkitab juga mengajarkan bahwa sebagai hakim Ia menuntut
tanggungjawab setiap pilihan yang orang buat dan jalan hidup yang orang tempuh.
Maka para pendengar injil bertanggungjawab untuk reaksi mereka. Jika mereka
menolak kabar baik, mereka salah atas ketidakpercayaan mereka (Yoh. 3:18).
Paulus bertanggungjawab tentang pewartaan injil; jika ia melalaikan tugas itu,
ia dihukum atas ketidaksetiaannya (1Kor. 9:16).
Kedaulatan Allah dan tanggungjawab
manusia diajarkan sebagai dua yang berjalan berdampngan oleh Alkitab. Terkadang
seperti dalam ayat di atas, keduanya muncul dalam satu ayat.
Apa harusnya sikap kita terhadap antinomi ini, dua kebenaran yang tampak
seolah berlawanan?
Kita harus menerima keduanya apa
adanya dan belajar hidup dengannya. Kita tidak boleh memperlakukan hal yang
terkesan kontradiksi seolah riil dan menempatkan kesan kontradiksi sebagai
berasal dari kekurang-pengertian kita. Kita tidak boleh menganggap kedua hal
itu sebagai alternatif yang saling bersaing, tetapi sebagai sesuatu yang saling
melengkapi meski saat ini kita belum sanggup melihatnya demikian. Kita harus
hati-hati untuk tidak menarik kesimpulan dari yang satu untuk mengurangi yang
lain. Kita harus memakai masing-masing hal itu dalam lingkup rujukannya
sendiri. Kita harus memperhatikan hubungan apa yang ada antara kedua kebenaran
dan kedua kerangka rujukannya dan mengajar diri kita untuk berpikir tentang
realitas sebagai sesuatu yang memang mengandung kedua hal itu.
Bagaimana
seharusnya kedaulatan Allah dan tanggungjawab manusia memengaruhi penginjilan
kita?
Tuhan, jika aku tidak memercayai
kedaulatan-Mu, aku akan kacau; jika tidak memercayai tanggungjawab manusia, aku
akan lemah, sinis, kalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar