... Datanglah seorang kepala rumah ibadat yang bernama Yairus. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan memohon dengan sangat kepada-Nya: "Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup." Lalu pergilah Yesus dengan orang itu. Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan berdesak-desakan di dekat-Nya. Adalah di situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan. Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk. Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus, maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya. Sebab katanya: "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh." Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya. Pada ketika itu juga Yesus mengetahui, bahwa ada tenaga yang keluar dari diri-Nya, lalu Ia berpaling di tengah orang banyak dan bertanya: "Siapa yang menjamah jubah-Ku?"... (Bacalah Markus 5 keseluruhannya)
Ada satu pertanyaan menggelitik ketika membaca nas dari kejadian di akhir pasal 4 dan seluruh pasal 5 ini: Bagaimanakah dunia ini, gereja, keluarga kita, diri pribadi kita mengalami kuasa nyata Yesus yang mengubah kondisi kita dari di luar Kerajaan dengan berbagai manifestasi buruknya seperti dosa, ketimpangan sosial, ketidakadilan ekonomi, sakit-penyakit, dlsb? Mari kita telaah ulang nas menarik ini tidak dengan memaksakan pengertian tradisional atau dogmatis kita dan mencoba menarik pelajaran relevan yang juga tidak perlu didogmakan. Pertama, dari keempat peristiwa dalam catatan Markus ini -- peneduhan angin dan ombak, pelepasan orang yang dirasuk roh jahat, penyembuhan perempuan yang dua belas tahun menderita pendarahan, dan pembangkitan anak perempuan Yairus -- selalu terlihat semacam timbal balik relasi atau kerjasama antara inisiatif Yesus dan pihak penerima dampak perubahan dari Yesus. Sekecil apa pun inisiatif atau tindakan iman dari pihak manusia seperti dalam kasus orang gila itu dan para murid yang ditegur Yesus tidak beriman, tetap ada sesuatu yang bangkit dalam mereka dan meminta pertolongan Yesus. Kedua, cara Yesus menyatakan kuasa-Nya yang mengubah dan mengendali itu ternyata tidak monotone atau monoaksi. Ia hadir bersama murid dalam gejala alam yang mengerikan itu, Ia berfirman dan hardikan itu meneduhkan ombak dan badai, Ia pergi bersama Yairus berfirman "Talita Kum" dan menyuruh memberi anak itu makanan, Ia membiarkan "tenaga / kuasa" kemesiasan-Nya mengalir menghentikan pendarahan ketika perempuan itu menjamah jubah-Nya. Bagaimana jika disimpulkan seperti ini: Tuhan bekerja menyatakan kuasa-Nya yang mengubah itu secara 1) alami dan sekaligus superalami, 2) dalam firman-Nya, 3) melalui kuasa rohani-Nya, dan 4) melalui benda-benda sakramental yang melaluinya dan dalam iman terjadi aliran kuasa-Nya. Bukankah masa kini sesama orang Kristen cenderung terkotak-kotak di antara keempat kubu penghayatan kehadiran dan kuasa Allah ini? Jika Ia sendiri memang bekerja secara 1) alami, 2) dalam pewartaan / penghayatan firman, 3) dalam operasi Roh-Nya, dan 4) melalui cara sakramental -- lalu mengapa kita hanya mengutamakan salah satu atau dua saja?
Tuhan Yesus, alangkah indah dan limpah cara dan jalan-Mu menyediakan kami persediaan dan pertolongan serta perubahan dalam hidup dan kerja dan pelayanan kami. Kiranya dengan membuka diri penuh kepada semua jalan dan proses kerja-Mu kami menghormati-Mu dan mengalami-Mu semakin riil. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar