Kemudian Yesus meninggalkan pula daerah Tirus dan dengan melalui Sidon pergi ke danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis. Di situ orang membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap dan memohon kepada-Nya, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu. Dan sesudah Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian, Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu Ia meludah dan meraba lidah orang itu. Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: "Efata!", artinya: Terbukalah! Maka terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik. Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceriterakannya kepada siapapun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya. Mereka takjub dan tercengang dan berkata: "Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata." (Markus 7:31-37 baca juga 8:22-26)
Kisah-kisah penyembuhan yang Yesus lakukan perlu dilihat secara simultan sebagai 1) hal yang merupakan dampak pemulihan jasmani yang sungguh dialami oleh yang sakit dulu dan dapat diimani kembali oleh orang percaya masa kini, dan 2) di dalam peristiwa itu sendiri terkandung makna simbolis yang juga perlu diterima oleh orang percaya di segala zaman. Khususnya kisah penyembuhan orang tuli-bisu yang hanya Markus mencatatnya, bersama kisah penyembuhan dua tahap orang buta di Betsaida jelas dimaksudkan Markus sebagai mengandung makna simbolis untuk para murid-Nya dulu dan kini. Pertama, berita tentang Yesus jelas telah tersebar juga ke teritorial orang bukan Yahudi (kafir, yang dalam nubuat Yesaya disebut "tidak pernah melihat terang"). Injil Kerajaan tidak boleh hanya untuk kalangan sendiri, sesuai hakikat maksud dan dayanya, Injil Kerajaan tentang Yesus harus tersebar. Para pemercaya tidak boleh terkungkung dalam tradisi yang mati tetapi harus menjadi kerbat anggur yang baru bagi anggur baru Injil Kerajaan. Kedua, orang itu dikatakan tuli dan bisu (harfiah: lidahnya terikat). Ini merupakan penyakit yang menyerang indra komunikasi manusia. Maka penyembuhan orang ini berarti juga pemulihan kesanggupannya berinteraksi sosial, bahkan, juga pemulihan kesanggupan mengkomunikasikan batinnya dan berarti peningkatan kapasitas rohaninya. Maka, seperti dalam penyembuhan orang buta melambangkan proses pengenalan bertahap yang dibutuhkan para murid untuk sungguh mengenal jatidiri dan misi Yesus, kisah ini pun mengandung pesan betapa para murid sendiri juga membutuhkan penyembuhan kapasitas komunikasi sosial dan rohaninya. Kita semua perlu tahu siapa dan apa karya Yesus, bagaimana membagikan itu kepada orang lain, kapan harus diam dan kapan harus bicara, dst. Ketiga, penyembuhan itu melibatkan Yesus menyingkirkan orang itu dari orang banyak (postur relasi pribadi yang mendasari komunikasi); menusukkan jari-Nya ke telinga orang itu (gestur membukakan); meludahi jari-Nya dan mengoleskan ke lidah orang kelu itu (gestur melenturkan lidah kelu orang itu); menengadah sambil menghela nafas (memohon kepada Bapa sambil mengungkapkan belas kasihan-Nya kepada orang itu); lalu perintahdalam bahasa Aramaik: "Efata" -- terbukalah. Lalu orang itu sungguh sembuh telinga dan lidahnya, sanggup mendengar dan sanggup mengucap, berkomunikasi dengan baik.
O Tuhan, Engkaulah sumber kesembuhan jasmani, dan pemulihan relasi sosial serta rohani; tolong kami para pengikut-Mu kini agar mengalami berbagai penyembuhan dan pemulihan dari-Mu supaya kami boleh berelasi benar dengan Bapa dan berkomunikasi benar pula dengan sesama, terutama dalam menyaksikan Injil Kerajaan-Mu. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar