Sukacita tidak sama dengan senang-senang. Banyak orang yang sepanjang hidupnya senang, tetapi tidak sukacita. Sebaliknya, orang bisa memiliki banyak kesukaan dan hanya sedikit kesenangan.
Sukacita juga tidak sama dengan memiliki temperamen gembira. Kita sering mendengar dikatakan, kita harus memiliki wajah tomat (senyum) dan bukan wajah pepaya (cembetut). Tetapi jika yang dimaksud adalah struktur tulang wajah kita, tentu kita tidak bisa berharap banyak. Kita memang patut berusaha untuk bersikap gembira. Namun kegembiraan alami tidak sama dengan kesukaan, dan lagi-lagi adalah mungkin untuk bersukacita meski Allah mungkin tidak memberikan Anda temperamen gembira. Jangan mengira bahwa jika sifat alami Anda flegmatik atau melankolik, lalu Anda tersingkir dari kesukaan Kristen.
Pada malam Ia dikhianati, Yesus berbagi rahasia dengan para murid-Nya, supaya, “sukacita-Ku ada di dalammu, dan… sukacitamu penuh.” Ia tahu benar apa yang sedang mendatangi-Nya – Getsemani hanya sekitar sejam jauhnya dan sesudah itu akan terjadi peristiwa ngeri penyaliban yang harus Ia tanggung. Jadi Ia pasti jauh dari bergembira atau tanpa masalah. Tetapi bahkan dalam keadaan menghadapi semua ini, kesukaan-Nya tetap di dalam Dia. Dan kita pun dapat mengenal kesukaan meski dalam situasi menyakiti. Jiwa seorang Kristen jauh lebih besar daripada orang lain, ada ruang di dalamnya bagi kedukaan (kehilangan, salib, dan kekacauan) serta sukacita (dalam dan dari Tuhan) pada saat yang sama.
Hal-hal apa telah Yesus katakan kepada para murid-Nya supaya mereka bersukacita (Yoh. 13-17)?
Syukuri Allah untuk setiap hal itu dan ingatkan diri Anda tentangnya kapan saja Anda merasa “down.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar