Berikut saya kutip kesaksian dari sebuah suratkabar Kristen: “Suami saya dan saya adalah pemimpin kaum muda gereja kami… ketika putra kami yang berusia dua-setengah tahun mengalami kecelakaan tenggelam. Kami telah hidup untuk Tuhan dan tidak pernah kehilangan siapa pun. Kami pikir kami akan dijauhkan dari hal buruk seperti itu. Selama empat tahun saya melalui masa mati rasa, tidak mengerti, tidak menerima kemarahan saya, terus menerus berusaha agar kuat. Saya tidak pernah bicara kepada siapa pun tentang kepedihan itu dan akhirnya saya mengalami depresi berat.”
Pembinaan yang membiarkan orang Kristen memiliki pengharapan semu semacam itu, dan tanpa sumber pertolongan kecuali berjuang sendirian ketika kesusahan menerpa, adalah cela yang dekat dengan kekejaman. Dari manakah pengharapan semacam itu datang? Apakah sekadar harapan kosong, atau karena dimasukkan oleh faktor luar? Tampaknya jelas bahwa model penginjilan dengan pendekatan teknik promosi yang fokus pada keuntungan dan meminimalkan beban kehidupan Kristen, sehingga membentuk pola pikiran petobat, adalah salah satu akar penyebab dari munculnya pengharapan salah dalam contoh di atas.
Bagaimana kita dapat memangkas penginjilan dari subjektifitas yang berlebihan dan merusak itu? Jawab singkatnya ialah dengan belajar mengikuti langkah pelayanan Roh Perjanjian Baru dan lebih fokus langsung pada Yesus Kristus sendiri sebagai Allah Juruselamat; manusia teladan; hakim yang akan datang; yang mengasihi orang yang lemah, papa, dan tak menarik; dan pemimpin dari pemikulan salib sepanjang jalan yang Ia jejaki.
Apakah manfaat dan beban kehidupan Kristen? Apakah orang-orang dalam gereja Anda diajarkan tentang kebenaran komitmen Kristen?
Berdoalah untuk seseorang yang melalui pengalaman kematian untuk dipimpin ke dalam kebangkitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar