Sabtu, 23 Februari 2013

ROHANI - SEKULER?


Di kalangan Protestan ada semacam tradisi yang entah dibakukan atau hanya dijalani sebagai peraturan tidak tertulis, yaitu bahwa hamba Tuhan yang bekerja di ladang Tuhan tidak boleh memiliki sumber lain untuk hidup, seperti bekerja sambilan, berdagang, mengelola bisnis dll. Pelayan ybs. harus sepenuhnya hidup dari dukungan yang diterima - entah berbentuk gaji atau pemberian sukarela - dari konteks pelayanannya.
Sebaliknya di kalangan Pentakosta / karismatik dipraktikkan hal lain. Baik yang asalnya dari pelayanan penuh waktu maupun yang dari sekuler terlibat dalam pelayanan, tidak menabukan mengusahakan upaya tertentu seperti berdagang, bertani, beternak, punya bisnis, dll. untuk memungkinkannya melayani tanpa harus bergantung pada dukungan dari gaji yang diberikan gereja atau dukungan bukan gaji dari pihak yang dilayani.
Bagaimana sebaiknya kita melihat isu ini?
Dalam PL para pelayan Tuhan (para imam dan suku Lewi) memang tidak diberikan lahan untuk bertani atau berternak sebab orang Lewi dikhususkan untuk melayani seluruh kegiatan ibadah Kemah Sembahyang / Bait Allah dengan dukungan persepuluhan para suku lainnya. Pembagian ini tidak boleh disimpulkan bahwa Alkitab mengajarkan pembagian hidup ke dalam dua dunia: dunia sekuler dan dunia rohani. Inti dari pengaturan dalam PL ialah karena Allah meminta orang Lewi bekerja sepenuh waktu dalam pekerjaan yang menopang peribadahan; maka Allah mengatur mereka harus didukung oleh kesebelas suku lainnya.
Bahwa dalam dunia PB terjadi pergeseran tidak bisa dipungkiri. Pertama, karena kenyataan bahwa sejak masa pembuangan orang Yahudi tidak lagi memiliki Bait Allah dan beberapa aspek peribadahan seperti memberikan kurban, dll. tidak lagi dapat dilangsungkan. Kedua, sesudah Injil tersebar ke wilayah orang-orang asal kafir, terutama dalam tahap pionir para pemberita Injil harus mengusahakan dukungan hidup sendiri. Juga karena sebagian jemaat yang tercipta kebanyakan terdiri dari orang sederhana, mereka tidak sanggup memberikan dukungan hidup kepada para pelayan Tuhan.
Dua contoh berikut akan menolong kita belajar lebih lengkap tentang isu ini. Yesus, sampai dengan usia tiga puluhan, pasti mendapatkan kebutuhan hidupnya dari bekerja di bengkel kayu ayahnya, Yusuf. Bahkan, mungkin semasa awal pelayanan-Nya sebelum meninggalkan kota asalnya, Yesus masih sewaktu-waktu bekerja di bengkel kayu milik ayahnya (Markus 6:3). Tetapi sejak ia masuk dalam pelayanan mengajarkan kedatangan Kerajaan Allah, mengusir roh-roh jahat dan menyembuhkan orang dari sakit-penyakit, di luar daerah-Nya ada beberapa orang kaya pengikut-Nya yang mendukung kebutuhan hidup Yesus dan para murid-Nya.
Lain halnya dengan Paulus. Bahwa ia memiliki kewarganegaraan Roma bisa disimpulkan bahwa ia datang dari keluarga terhormat dan kaya. Kemudian hari ketika ia melakukan perintisan Injil di Makedonia ia mengembangkan bisnis membuat kemah bersama beberapa orang penginjil lain yang melayani bersamanya. Itu ia lakukan demi tidak membebani orang yang dilayani, juga demi memajukan pewartaan Injil lebih pesat terutama dalam menempuh perjalanan panjang darat maupun laut.
Kesimpulan apa dapat kita tarik dari sini?
Pertama, pembagian sekuler-spiritual, kerja-melayani penuh waktu - tidak alkitabiah. Semua orang percaya dipanggil untuk melayani Tuhan. Baik yang melayani dalam / melalui dunia kerja / bisnis maupun yang melayani dalam pekerjaan penginjilan atau pewartaan firman atau penggembalaan - sama adalah pelayan Tuhan. Allah sendiri adalah pekerja / pengusaha selain juga penyelamat / perawat jiwa-jiwa manusia.
Kedua, karena itu yang melayani penuh waktu tidak berarti lebih pelayan Tuhan dibanding yang melayani dalam dunia usaha / kerja. Atau, yang melayani dalam dunia usaha / kerja tidak kurang melayani / pelayan Tuhan dibanding mereka yang melayani penuh waktu.
Ketiga, baik pelayanan rohani maupun pelayanan yang tidak langsung menyentuh kerohanian, keduanya adalah pelayanan demi, untuk dan oleh Tuhan (Kol. 3:17, 23). Karena itu, bukan saja pelayanan rohani tetapi pelayanan yang tidak langsung menyentuh kerohanian pun - keduanya harus dilakukan dengan sepenuh hati dan hormat dan suka bagi Allah.
Keempat, dalam kondisi yang memungkinkan memang ada baiknya pelayan penuh waktu didukung sepenuhnya dari pelayanannya. Tetapi ini bukan prinsip mati. Dalam seluruh Alkitab ada banyak pelayan Tuhan penuh waktu yang juga mengembangkan sumber dukungan hidupnya sendiri agar tidak perlu bergantung pada dukungan orang yang dilayani. Contoh yang sudah disebut di atas (Paulus dkk.) masih dapat dilengkapi dengan beberapa tokoh PL seperti Abraham, Yusuf, Daniel cs., Nehemia, dll.
Kelima, jika Anda diberkati boleh hidup berkecukupan dari pelayanan dalam dunia kerja / usaha, jangan sampai lupa bersyukur. Dan bersyukur kepada Tuhan itu salah satunya adalah dengan memerhatikan kebutuhan pelayanan para hamba Tuhan terutama di daerah2 sukar / kekurangan.
Keenam, jika ada dari kenalan kita yang selain melayani dalam penginjilan atau pewartaan dlsb. tetapi juga mengusahakan pendapatan dari berbagai usaha, mengapa harus menilai mereka negatif. Ada banyak hal seperti beban pelayanan, konteksnya dalam pelayanan, dlsb. yang seperti Paulus membuat ia memutuskan untuk melayani sambil berusaha. Maka, bersyukurlah (dan mungkin malulah) bahwa hamba Tuhan tsb. seperti itu. Dan, pertimbangkanlah bagaimana Anda bisa berkontribusi bagi begitu luasnya pelayanan ladang Allah yang sedang menguning dan sedikit penuai ini.
Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.... Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kolose 3:17, 23)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar