Selasa, 28 Juni 2011

Kebenaran Allah dan Kebenaranku

Ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya. Mazmur 96:13

Kita harus memilih, menerima doktrin Alkitab sebagaimana adanya atau membentuk doktrin lain yang kita sukai. Apakah kita akan menerima khayal bahwa manusia sanggup untuk mengadili dan menemukan kesalahan dalam kata-kata Pencipta mereka atau menyadari ide ini sebagai hujatan dan menolaknya. Kita harus memutuskan apakah akan meneruskan pertobatan ke tingkat intelektual atau kita masih mau memelihara dorongan dosa yang menginginkan dunia pemikiran kita bebas dari aturan Allah. Kita harus memutuskan apakah mengatakan bahwa kita sungguh memercayai Alkitab atau mencari cara-cara mengucapkan itu namun tanpa keharusan menjalani konsekuensinya.

            Jika pikiran manusia ditempatkan sebagai ukuran dan ujian kebenaran, ia akan menggantikan sang Pencipta yang tak terselami dengan berhala buatan manusia sendiri yang terselami; manusia memang ingin allah yang dapat ia kendalikan dan akhirnya ia akan menciptakan allah semacam itu. Ia akan melupakan (sebab ia tidak dapat mengerti) kesenjangan kekal yang memisahkan sang Pencipta dari ciptaan-Nya dan membayangkan suatu allah yang sepenuhnya terlibat dalam dunia ini dan sepenuhnya terselami secara intelektual. Bahwa teologi liberal abad sembilanbelas sangat bersifat panteistik bukan suatu kebetulan tetapi justru adalah akibat wajar. Sekali orang telah membalik relasi tepat antara Alkitab dan pikiran mereka dan mulai menghakimi pernyataan-pernyataan Alkitab tentang Allah daripada sebaliknya, pengetahuan mereka akan Pencipta dalam bahaya untuk hancur dan dengan kehancuran itu runtuh jugalah seluruh ide tentang penyelamatan adikodrati.

Dapatkah Anda melihat bahwa benar mengatakan kita harus membuat kebenaran menjadi kebenaran kita tetapi salah mengatakan bahwa kebenaran kita adalah kebenaran?

Tuhan, kiranya kebenaran-Mu semakin menjadi kebenaranku yang melalunya akui hidup, bergerak, dan memiliki keberadaanku.

Senin, 27 Juni 2011

Inti Alkitab

Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia. Markus 9:7

Apakah artinya mendengarkan Firman Allah yang tertulis? Arti jelasnya, menurut kitab Ibrani, ialah menerima dan merespons firman Allah yang bersifat proposisi (yaitu pesan-Nya) yang telah ia katakan kepada kita dari surga melalui bibir Firman pribadi-Nya (yaitu, Anak-Nya sendiri), dan juga melalui tutur kata para nabi serta rasul, mengenai keselamatan besar yang telah dimenangkan oleh Anak Allah untuk kita dengan mencurahkan darah-Nya untuk dosa-dosa kita. Firman Allah yang pribadi tampak sebagai pokok sentral dari firman yang bersifat proposisi baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Apa yang Yesus katakan tentang Alkitab Perjanjian Lama – “Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku” (Yoh. 5:39) – dapat dikatakan secara setara untuk kedua Perjanjian.

            Pada akhirnya, mendengar Firman Allah yang tertulis, berarti melakukan yang Allah perintahkan pada saat pemuliaan ketika Ia berkata, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, dengarkanlah Dia”; yang pada gilir berikutnya berarti tidak saja menerima ajaran moral Yesus tetapi menerima Dia sebagai Juruselamat kita yang hidup, dengan mengandalkan darah-Nya yang tercurah untuk pengampunan dosa-dosa kita, dan berikutnya hidup sebagai hamba tebusan-Nya – yaitu orang-orang yang “mengikuti Anak Domba itu kemana saja Ia pergi” (Why. 14:4).

Apakah aku dalam artian alkitabiah mendengarkan Firman Allah (tertulis, lisan, pribadi), mendatangi, menyetujui, dan mengaplikasikannya? Adakah semacam tindak lanjut khotbah dalam gereja kita? Apakah kita berusaha untuk mengerjakan implikasinya dan memeriksa apakah kita menaati apa yang telah diajarkan kepada kita dan diubah olehnya?

Bapa, bersihkan segala gangguan dalam kehidupan kami supaya kami boleh sungguh datang dengan hati dan telinga terbuka kepada Firman-Mu.

Jumat, 24 Juni 2011

Yesus dan Alkitab


Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?"
Matius 26:53-54

Tidak dapat disangkal bahwa Yesus dan para rasul menerima dan mengajarkan Alkitab Yahudi (Perjanjian Lama kita) adalah kesaksian Allah kepada diri-Nya dalam bentuk kesaksian manusia kepada-Nya. Tidak ada perbantahan bahwa Yesus, inkarnasi Anak Allah itu, memandang Alkitab sebagai Firman Bapa-Nya; atau bahwa Ia mengutip Alkitab untuk mengusir Iblis; atau bahwa Ia mengklaim tengah menggenapi Hukum maupun para nabi; atau bahwa Ia melayani sebagai seorang rabi (guru Alkitab), menjelaskan arti teks di mana kebenaran dan otoritas ilahi tidak diragukan lagi; atau bahwa Ia pergi ke Yerusalem untuk dibunuh dan, seperti yang Ia percayai, Ia dibangkitkan kembali sebab itulah jalan yang Alkitab katakan harus dilalui oleh Mesias dari Allah. Tidak juga ada perbantahan bahwa Allah membangkitkan Dia dari kematian sehingga melaluinya Allah membela kebenaran semua yang Ia katakan dan lakukan – termasuk cara Ia mengerti, mengajar, dan menaati Alkitab.

            Juga jelas bahwa para rasul melihat Alkitab sebagai ajaran pemberian Allah dalam bentuk lisan yang berasal dari Roh Kudus. Mereka mengklaim bahwa bukan saja prediksi tertentu telah digenapi dalam Kristus tetapi bahwa seluruh Alkitab Yahudi ditulis untuk orang Kristen, dan mereka menerima Perjanjian Lama untuk penggunaan dalam gereja bersama ajaran mereka sendiri. Para rasul melihat ajaran dan tulisan mereka sendiri sebagai diinspirasikan dalam arti yang sama seperti Perjanjian Lama diinspirasikan (yaitu bahwa Allah bicara dan mengajar dalam dan melalui yang manusia katakan dalam Nama-Nya).

Apakah kita dipimpin oleh Alkitab sebagaimana yang diberikan Allah atau sebagaimana yang kita pilah-pilah?

Tuhan, aku menerima apa yang Engkau dan para rasul katakan tentang otoritas Alkitab.

Kamis, 23 Juni 2011

Alkitab dan Gereja



Hai Timotius, peliharalah apa yang telah dipercayakan kepadamu.
1 Timotius 6:20

Seperti halnya bukan Sir Isaac Newton yang memberikan kita kekuatan gravitasi, demikian juga bukan gereja yang memberikan kita Perjanjian Baru. Allah telah memberikan gravitasi melalui karya penciptaan; demikian juga Ia memberikan kita kanon Perjanjian Baru dengan menginspirasikan tiap buku di dalamnya. Newton tidak mencipta gravitasi tetapi menemukannya dengan mengamati jatuhnya apel; demikian pun berbagai gereja dalam Kekristenan, melalui usaha panjang berabad-abad secara bertahap, acak, tidak diatur, menyadari keluasan dan batas-batas kanon dari Allah dengan menguji dan memeriksa silang asal usul dan isi buku-buku yang menyandang nama para rasul atau yang ditegaskan berasal dari kalangan rasuli, untuk menemukan yang mana dari tulisan-tulisan itu yang memang dapat menunjukkan kebenaran klaim rasuli mereka, yaitu yang mewujudkan kebenaran yang dinyatakan oleh Allah sebagaimana yang telah diterima oleh para rasul.

            Andaikan ada yang mengusulkan bahwa gereja abad dua, tiga, atau empat yang melalui cara ini telah menciptakan kanon sendiri, dengan memilih literatur Kristen yang bermutu untuk mengotorisasinya sebagai suatu standar iman untuk masa depan, mereka sendiri pasti akan menggelengkan kepala terheran-heran bagaimana mungkin orang dapat memimpikan ide yang menyimpang dari kebenaran separah itu. Kepercayaan bahwa tulisan rasuli sendirinya diinspirasikan dan karenanya secara intrinsik bersifat otoritatif adalah pengandaian dari seluruh usaha penemuan itu. Satu-satunya yang gereja cari ialah buku mana yang mengklaim otoritas rasuli yang benar-benar demikian adanya – suatu pertanyaan yang utamanya menyangkut fakta sejarah, meski juga menyangkut pertimbangan tentang sifat dan isi dari sisi positif dan negatifnya.

Mengapa penting mengatakan bahwa gereja mengumpulkan dan mengakui bukan menciptakan kanon Alkitab?

Tuhan, Engkau telah mempercayakan Firman-Mu kepadaku; tolong aku menjaga dan membagikannya.

Rabu, 22 Juni 2011

Alkitab - 'bak Orkestra Simfoni

Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.
Lukas 24:27

Karena Alkitab adalah buku manusia dan Allah memilih menyatakan ajaran-Nya kepada kita dalam bentuk petunjuk yang diilhamkan dari para penulis manusia, jalan masuk ke pikiran-Nya haruslah melalui pemikiran mereka. Jadi disiplin dasar dalam menafsirkan Alkitab ialah selalu harus berusaha menentukan setepat mungkin apa yang penulis maksudkan dengan kata-kata yang ia tulis.
            Karena Alkitab adalah buku ilahi, enampuluh enam kitab di dalamnya adalah dokumen terpisah yang merupakan produk dari satu pikiran ilahi yang mewartakan satu pesan utama, kita harus berusaha mengintegrasikan hasil studi terhadap tiap kitab dan penulisnya ke dalam satu pemahaman utuh. Kita tahu bahwa pemikiran sang pengarang manusia adalah pemikiran Allah juga. Sementara ketika berusaha menyelaraskan semua pemikiran berbeda itu, kita mulai menyadari bahwa dari satu ke lain pokok pemikiran Allah maju dan merangkul lebih banyak dari yang para penulis manusia itu dapat lakukan. Kepenuhan makna tiap bagian Alkitab hanya akan tampak ketika ia ditempatkan dalam konteks bagian Alkitab lainnya – yang tentunya merupakan hal yang tidak dapat dilakukan oleh penulis manusia atas bagian itu.
            Alkitab seolah suatu orkestra simfoni dengan Roh Kudus sebagai Toscanini-nya; masing-masing instrumen telah diikutkan dengan kesediaan, spontan, dan kreatif, untuk memainkan nadanya hanya seperti yang diinginkan oleh sang konduktor, dalam harmoni penuh dengan bagian lainnya, meski tak seorang pun pernah mendengar musik keseluruhannya. Kini kita mendapat hak istimewa untuk mendengar keseluruhan musik itu.

Apakah cara ku membaca dan mempelajari Alkitab adalah dengan mendalami bagian-bagiannya dan mengaitkannya dengan keseluruhannya?
Tuhan, kiranya hidupku makin seperti suatu simfoni yang diorkestrasi oleh Roh Kudus.

Selasa, 21 Juni 2011

Buku yang Sepenuhnya Ilahi-Manusiawi

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.
2 Timotius 3:16-17

Kata yang diterjemahkan “diilhamkan Allah” sebenarnya berarti “dinafasi oleh Allah,” produk dari Roh-Nya yang kreatif, sebagaimana halnya dengan dunia sendiri (Kej. 1:2; Mzm. 33:6). Analisis Alkitab tentang inspirasi ialah “manusia digerakkan (dituntun) oleh Roh Kudus yang berbicara dari Allah” (2Ptr. 1:21), dan dokumen yang dihasilkan dari inspirasi adalah kesaksian manusia kepada Allah dan sekaligus juga kesaksian Allah kepada diri-Nya. Apa yang kita katakan tentang Tuhan Yesus harus juga dikatakan tentang buku-buku Alkitab: Ia dan Alkitab sepenuhnya manusiawi dan sepenuhnya ilahi. Itu sebabnya Tuhan dan para rasul dapat mengutip Perjanjian Lama sebagai perkataan Musa, Daud, Yesaya (Mrk. 7:6-10; 10:3-6; Kis. 2:25-34; 3:22), dan juga sebagai perkataan Allah atau Roh Kudus (Mat. 19:5; Kis. 28:25; Ibr. 1:5-13; 3:7; 10:15).

            Tampaknya proses inspirasi itu terkadang disadari terkadang tidak. Pasti para penulis yang diilhamkan itu tidak pasif secara psikologis, yang menulis dengan pendiktean; ciri khas diri mereka terlihat jelas dalam semua tulisan mereka. Tetapi kenyataan ini tidak mempertanyakan keilhaman mereka sebagaimana penerimaan kita akan kemanusiaan Tuhan tidak membuat kita mempertanyakan kebenaran keilahian-Nya.

            Sebagai pengajaran Allah sendiri, Alkitab tepat disebut penyataan. Pertama dan terutama kita harus harus menerimanya sebagai catatan yang diinspirasikan dan tafsiran atas penyataan yang Allah berikan dalam sejarah melalui visi dan pesan lisan, melalui tindakan kemurahan dan penghakiman, serta puncaknya melalui kehidupan, kematian, dan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus.

Ketika kelak Anda membaca Alkitab berusahalah untuk mengingat bahwa Allah memberitahukan kita tentang apa yang Ia lakukan dan apa yang ia minta kita lakukan.

Tuhan, terima kasih untuk apa yang telah Kau lakukan dan perintahkan aku untuk lakukan.

Senin, 20 Juni 2011

Puasa menurut Yesus

Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu.
Matius 6:16

Yesus mengandaikan bahwa para murid-Nya akan berpuasa dan berkata bahwa orang yang murni hatinya akan berpuasa; motivasi dan kelakuan mereka akan berbeda dari orang yang tidak dalam relasi keluarga dengan-Nya dan Bapa-Nya (Mat. 6:16-18).

            Dalam Alkitab kita temukan beberapa tujuan puasa. Puasa adalah bagian dari disiplin pengendalian diri; adalah cara berbagi yang menunjukkan bahwa kita bergantung pada Allah saja dan mendapatkan seluruh kekuatan dan kebutuhan kita dari Dia; adalah cara untuk fokus penuh pada Dia ketika mencari bimbingan dan pertolongan-Nya, dan menunjukkan bahwa Anda sungguh-sungguh dalam pencarian Anda; terkadang juga adalah cara mengungkapkan kesedihan dan pertobatan yang dalam, sesuatu yang seseorang atau sekelompok orang akan lakukan untuk mengakui kegagalan mereka di hadapan Allah dan mencari kemurahan-Nya.

            Biasanya kita tahu bahwa puasa berarti tidak makan. Tetapi kita dapat berpuasa dari segala sesuatu. Jika kita menyukai musik dan memutuskan untuk tidak ke konser dalam rangka memakai waktu dengan Allah, itu adalah puasa. Ada baiknya memikirkan paralelnya pada persahabatan manusia. Ketika sahabat ingin ada bersama, mereka akan membatalkan kegiatan supaya dapat bertemu. Tidak ada yang magis dalam puasa. Puasa hanya satu cara berkata kepada Allah bahwa prioritas Anda saat itu adalah ingin bersendiri dengan Dia, dengan menyingkirkan apa yang merupakan keharusan, dan Anda telah membatalkan makan, pesta, konser, atau apa saja yang telah Anda rencanakan untuk memenuhi prioritas itu.

Jika Anda pernah berpuasa – apakah motif Anda adalah agar memiliki waktu dengan Allah tanpa gangguan? Atau apakah pemikiran tentang semacam jasa atau keajaiban terselip di dalamnya? Jika Anda ingin berpuasa, jangan lupa prinsip persahabatan dan komitmen mendalam dengan Allah ini.

Tuhan, ada saat ketika aku rindu Engkau dengan segenap hatiku. Kiranya makin banyak saat demikian sementara aku hidup dalam relasi keluarga-Mu dari waktu ke waktu.

Sabtu, 18 Juni 2011

Tidak Membalas

Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu Matius 5:38, 39

Dalam zaman Yesus pembalasan diterima luas. Namun Yesus mengajar para murid-Nya bahwa itu bukan prinsip hidup mereka. Bahkan secara mengherankan, Ia berkata: “Jangan melawan orang yang berbuat jahat” (Mat. 5:39). Lalu Ia memberikan empat contoh aplikasi prinsip revolusioner ini.

            Pertama, jika seseorang menampar pipi kananmu, berikan pipi kirimu. Kedua, jika seorang meminta bajumu, berikan juga jaketmu. Ketiga, jika seorang serdadu Roma memaksamu membawakan ranselnya, atau perisainya, atau apa saja sejauh satu mil, bawakan untuk mil kedua. Keempat, beri dan pinjamkan cuma-cuma. Jangan surut oleh pemikiran bahwa orang itu tidak akan mengembalikan kepadamu. Belajarlah kemurahan hati tanpa bertanya, “Apa yang harus kubuat agar memperoleh hal itu balik?” tetapi pikirkan saja kebaikan orang lain.

            Yesus maju lebih jauh. Para murid-Nya harus lebih dari hanya tidak melawan kejahatan. Mereka harus mengasihi musuh mereka dan berdoa bagi para penganiaya mereka jika mereka ingin menjadi anak-anak Bapa mereka yang bermurah hati dalam memberikan semua yang baik kepada semua yang mengasihi dan menghormati Dia, juga mereka yang melawan Dia (Mat. 5:44-48).

            Pikirkan bagaimana Yesus mencontohkan prinsip ini. Ketika mereka menyalibkan Dia Ia berdoa. “Bapa, ampuni mereka; sebab mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan” (Luk. 23:34). Di dalam tindakan-Nya itulah terletak pengharapan kita, sebab dalam kekuatan kita sendiri kita tidak mungkin menghidupi prinsip kasih yang menyangkal diri ini dalam merespons dan memperlakukan orang lain. Tetapi Yesus yang telah melakukan itu, dapat memampukan kita melakukannya.

“Jangan melawan orang yang berbuat jahat” (Mat. :39). “Lawanlah iblis” (Yak. 4:7). adakah pertentangan di sini atau tidak?

Tuhan, dalam repons ku kepada orang lain, apakah aku menghidupi tingkatan Kristen lebih rendah, yaitu dengan mengikuti hukum pembalasan?

Jumat, 17 Juni 2011

Benar dalam Kata dan Sikap

Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan. Tetapi Aku berkata kepadamu…
Matius 5:33-34

Orang Farisi telah membentuk beberapa peraturan tentang sumpah, salah satunya mengatakan bahwa tidak mengapa melanggar sumpah kecil yang tidak menyebut nama Allah secara langsung. Tetapi Yesus menegaskan bahwa hukum tentang sumpah sebenarnya tentang bersikap benar, yaitu memegang perkataan seseorang. Anjuran-Nya ialah sebaiknya kita mengatakan ya yang biasa (tanpa sumpah) atau tidak yang biasa (tanpa sumpah) dan tiap kali berpegang pada apa yang telah kita ucapkan (35-37); tidak perlu embel-embel; tanpa “taruh tangan di dada dan siap mati” untuk menguatkan sesuatu; sama sekali tanpa sumpah. Ingat sumpah Simon Petrus ketika ia berusaha meyakinkan orang di rumah imam besar waktu Yesus diadili! Orang seringkali menambahkan sumpah untuk meyakinkan orang bahwa ia berkata benar, padahal sebenarnya tidak demikian.

            Jauhi semua itu, tegas Yesus. Jangan menipu orang dengan bersumpah. Hendaknya “ya” kamu adalah “ya” dan “tidak” kamu adalah “tidak.” Lebih dari itu adalah jahat!

            Prinsip yang mendasari pembahasan tentang sumpah ini ialah bahwa rincian Hukum taurat harus ditafsirkan dalam rangka semangatnya. Di sini semangat hukum ialah dalam semua yang kita katakan kita harus menghargai dan memegang kekudusan kebenaran dan menjaga perkataan kita, seperti Allah menjaga perkataan-Nya. Peraturan apa pun yang tidak segaris dengan prinsip ganda ini bukan termasuk Hukum Allah.

Apakah semua perkataanku dan bagaimana aku mengatakannya sungguh di bawah Ketuhanan Yesus?

Tuhan, tuliskan hukum-hukum-Mu di hatiku agar aku makin hari makin sanggup melakukan baik yang tertulis maupun yang tersirat.

Mencegah Orang Lain Berdosa

Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya.  Tetapi Aku berkata kepadamu…
Matius 5:31-32

Perceraian dalam pandangan umum Yahudi diperbolehkan jika seseorang merujuk ke prosedur Perjanjian Lama (Ul. 24:1-4). Dalam bagian lain (Mat. 19:3-9) Yesus menjelaskan bahwa Allah tidak menyukai perceraian dan bahwa maksud-Nya sejak awal adalah pernikahan monogami seumur hidup. Di sini, Ia hanya menegaskan satu hal, yang intinya mengatakan: Tahukah kamu bahwa laki-laki yang menceraikan istrinya (bukan karena si istri melakukan dosa seksual), telah menyebabkan istrinya dan laki-laki yang kelak menikahinya melakukan dosa seksual? Di Palestina abad pertama tidak terdapat jaminan sosial, tidak ada jaminan kesejahteraan bagi seorang janda cerai, dan tidak ada kemungkinan untuk mengembangkan karier seperti pada zaman ini. Jadi satu-satunya hal yang dapat ia lakukan adalah mencari laki-laki lain yang bersedia memeliharanya. Entah ia resmi menikah atau tidak, ia akan memasuki relasi mirip pernikahan dengan laki-laki itu. Jadi dengan menceraikan istri, orang telah menyebabkan rentetan konsekuensi yang jauh dari ideal dan praktis membuat perempuan dan laki-laki yang menikahinya menjadi para pezinah.

            Prinsip dasarnya di sini ialah bahwa seperti halnya kita harus menjaga diri dari dosa, demikian juga kita harus berusaha mencegah orang lain dari dosa. Kita memiliki tanggungjawab untuk tidak memimpin atau mendorong orang lain ke dalam dosa yang disebabkan oleh tindakan kita. Jika kita adalah murid Yesus sejati kita harus mempertimbangkan dampak tindakan kita dalam masalah perceraian ini seperti juga dalam semua wilayah kehidupan kita lainnya.

Kita harus menanggung kesalahan, jika kita menyebabkan orang lain di bawah dorongan kuat untuk berdosa.

Tunjukkanku, Tuhan, jika aku melakukan atau merencanakan sesuatu yang membuat orang lain sulit untuk menolak kecenderungan bertindak keliru.

Kamis, 16 Juni 2011

Perzinahan dan Hawa Nafsu

Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu…
Matius 5:27-28

Orang Farisi menganggap bahwa perintah ketujuh hanya melawan seks bebas. Tetapi Yesus menambahkan bahwa semua orang yang terlibat dalam fantasi nafsu tentang orang lain telah melakukan perzinahan di dalam hatinya (Mat. 5:28).

            Ini adalah contoh yang Yesus berikan untuk melukiskan prinsip sangat penting untuk menafsirkan Hukum, yaitu bahwa Hukum meliputi keinginan dan impian selain juga perbuatan. Kita tidak boleh beranggapan bahwa karena kita tidak melakukan sesuatu, Allah tidak peduli bahwa kita ingin melakukan itu. “TUHAN melihat ke dalam hati” (1Sam.16:7) dan melihat pikiran penuh nafsu serta fantasi tidak senonoh sebagaimana Ia memerhatikan tindakan penuh nafsu serta perilaku tidak senonoh.

            Demikian Yesus berkata lebih lanjut (Mat. 5:29-30), tegaslah terhadap diri Anda sendiri: “Jika mata kananmu membuatmu berdosa, cungkillah dan buanglah.” Ia mengatakan hal sama tentang tangan kanan. “Tetapi saya tidak melakukan dengan mata kanan atau tangan kanan,” orang mungkin berkata. Jika mereka menyebabkan Anda tersandung, lepaskan diri Anda darinya dengan segenap tenaga, jawab Yesus. Lebih baik begitu daripada dikirim ke neraka!

            Sesuatu harus kita kerat dari kehidupan kita (tidak saja yang berhubungan dengan soal seksual) jika kita ingin hati yang jernih. Standar Allah dalam wilayah ini dan wilayah lainnya juga sangat tinggi dan petunjuk-Nya jelas: hawa nafsu seperti juga perzinahan dilarang, dan kita perlu kejam dengan diri sendiri jika kita tidak ingin menghancurkan jiwa kita.

Adakah sesuatu dalam hidupku yang selalu menyebabkanku berdosa? Apa yang harus kubuat?

Terima kasih Tuhan, bahwa kematian-Mu di salib menutup semua dosa – dosa terbuka dan dosa tersembunyi juga. Aku mengakui dosa tersembunyi ini kepada-Mu…

Rabu, 15 Juni 2011

Pembunuhan dan Kemarahan

Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu… Matius 5:21-22

Orang Farisi menganggap bahwa hukum keenam hanya tentang pembunuhan sebagai tindakan. Yesus memberitahu para murid-Nya (Mat. 5:21-36) bahwa hukum itu lebih luas maknanya, termasuk melarang kejahatan, niat buruk, dencam, permusuhan. Prinsipnya ialah bahwa hukum Allah tidak saja mencakup tindakan (membunuh sungguhan), tetapi sikap (menginginkan orang agar mati).

            Yesus memberikan ilustrasi dari relasi intern para murid. Jika Anda marah kepada saudara Kristen, atau melukai dia, atau menyebutnya bodoh, demikian ujar Yesus, Anda dalam bahaya kebinasaan rohani, sebab hati Anda salah. Jadi jika Anda beribadah lalu teringat bahwa saudara Anda menyimpan sesuatu terhadap Anda karena Anda telah memperlihatkan niat buruk atau dendam, tunjukkan pertobatan kepada Allah dan kasih kepadanya dengan segera membereskan masalah itu sebelum Anda menyembah Allah, atau Anda akan mengulang dosa Kain. Sama dengan itu, jika seseorang menuduh Anda, berdamailah segera; jangan biarkan permusuhan berlanjut. Nasihat Paulus relevan: boleh marah tetapi jangan sampai matahari tenggelam; jangan beri si iblis kesempatan (Efs. 4:26-27). Kemarahan adalah unsur yang tertanam dalam sifat manusia, jadi pertanyaannya bukanlah apakah kita akan marah (kita pasti ada kemarahan!), tetapi apa yang harus kita lakukan ketika kita marah. Jawab Paulus: jangan pupuk kemarahan Anda: berdamai segera; minta Allah dan teman Anda mengampuni sebab Anda telah membiarkan kemarahan tersimpan. Jika tidak, Anda memberi si iblis tempat pijak dalam kehidupan Anda.

            Yesus ingin kita sadar bahwa hukum-hukum Allah meliputi perbuatan maupun sikap hati. Kita harus mengendalikan hasrat dan perbuatan kita.

Haruskah kita menunggu sampai motif kita beres, baru kita bertindak?

Tuhan, buat aku sadar akan sikap-sikapku.

Selasa, 14 Juni 2011

Kebenaran Sejati

Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
Matius 5:20

Para ahli Taurat dan orang Farisi menyegani, mempelajari, dan menguraikan Hukum Allah – atau begitulah yang mereka pikir. Para rabi zaman Yesus setuju bahwa dalam Perjanjian Lama ada 148 perintah serta 365 larangan. Angka-angka tadi menjelaskan kepada kita apa yang salah dengan mereka.  Mereka menganggap bahwa Hukum hanya mengurusi pola kelakuan, seperti peraturan lalu lintas atau buku aturan perindustrian, dan melaksanakannya tidak lain berarti menyesuaikan diri dengan pola dan peraturan lahiriah.

            Yesus menantang pengertian sempit itu. Ia membuang peraturan eksternal – yaitu kebenaran yang para pemimpin agama Yahudi praktikkan – dan menggantinya dengan kebenaran yang dari Roh sambil juga mengganti yang tertulis dan memulai dari hati sebelum ungkapannya dalam kehidupan nyata.

            Kebenaran semacam itu hanya dapat ditemukan dalam orang yang telah lahir baru. Yesus tidak menyatakan itu secara eksplisit di sini, tetapi akan menjadi jelas jika Anda membaca Khotbah di Bukt bahwa tidak ada seorang pun secara alami dapat memenuhi standar yang Ia bentangkan. Kebenaran yang Ia tuntut mencerminkan hati dan sifat Allah, dan perilaku sedemikian tidak dapat lahir dari hati serta sifat kita sendiri sampai kita lahir dari dan digerakkan oleh Roh Kudus. Jadi dalam Khotbah di Bukit (khususnya Mat. 5:21-48) Yesus bukan sekadar berkata, “Jangan buat ini, atau itu,” tetapi “Jadilah orang macam ini:” seorang baru, yang dijadikan baru oleh anugerah penyelamatan Allah.

Baca Matius 5 secara lambat dan melalui Roh izinkan ayat-ayat itu, menyelidik hati dan hidup Anda.

Tuhan, terima kasih bahwa aku adalah ciptaan baru dalam Kristus, yang diperbarui dalam hati untuk kehidupan yang benar. Tolong aku menjadi apa adanya aku dalam anugerah-Mu.

Senin, 13 Juni 2011

Perenungan dan Doa

Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya TUHAN, gunung batuku dan penebusku.
Mazmur 19:14
 

Perenungan – memikirkan tentang Allah dalam hadirat Allah – adalah persiapan yang berguna untuk berbicara secara langsung kepada Allah dan hal ini merupakan kebutuhan kita tiap hari. Dalam dunia ini, wawancara dengan orang-orang penting diatur dengan seremoni, keduanya disebabkan oleh unsur hormat kepada orang bersangkutan dan juga agar wawancara itu memberikan manfaat sebanyak-banyaknya.

            Bergegas ke Allah secara seenaknya memperkatakan apa saja yang muncul di pikiran kita, tanpa berhenti untuk menyadari keagungan-Nya, anugerah-Nya, dan keberdosaan serta kerendahan kita, sekaligus adalah sikap tidak menghormati Dia dan mendangkalkan persekutuan kita sendiri dengan-Nya. Saya sendiri ingin lebih baik dari pendekatan semacam itu. Seperti orang lain, saya merasa lebih baik membuka doa tentang kebutuhan dengan membaca Alkitab dan memikirkan apa yang bagian Alkitab itu katakan tentang Allah serta mengubah pengertian itu ke dalam pujian sebelum saya lanjut berdoa.

            Mengingat untuk menghormati Allah sebelum membuka mulut untuk menyapa-Nya membuat perbedaan berarti dalam kualitas persekutuan dengan-Nya selanjutnya. Mengingat, dan memikirkan siapa Allah sesungguhnya, sama sekali bukan kegiatan membuang waktu; sebaliknya, itu adalah cara vital untuk mengenal Allah, sebagaimana doa seharusnya.

Gunakan seluruh Mazmur itu untuk menolong perenungan Anda sebelum doa.

Tuhan, aku hanya mengerti dan mengenal Engkau secara samar, namun aku sadar akan sesuatu tentang kemuliaan dan kebesaran-Mu sementara aku membawa permohonanku kepada-Mu…

Sabtu, 11 Juni 2011

Berdoa untuk Orang Kristen

Sebab itu sejak waktu kami mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu. Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna, sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah,
Kolose 1:9-10

Berdoa untuk sesama Kristen adalah tanggungjawab dasar orang Kristen. Kolose 1:3-14 menolong kita untuk melihat bagaimana melakukan itu. Dalam bagian tersebut Paulus meminta Allah untuk memberikan orang Kristen di Kolose empat hal:

            Pengetahuan Kristen. Ia berdoa agar mereka mengetahui kehendak Allah (rencana-Nya, jalan-Nya, dan perintah-Nya) dan Allah sendiri. Dalam bahasa Yunani istilah untuk pengetahuan mengandung arti pengetahuan penuh dan menyeluruh, seperti kata kerja “dipenuhi.” “pengertian” berkait dengan prinsip kebenaran, “hikmat” dengan aplikasi prinsip tersebut ke dalam hidup (9). Kehidupan layak bergantung pada pengetahuan ini, orang yang tidak tahu/kenal Allah tidak dapat melakukan itu. Pengenalan akan Allah bertambah sementara kita menghidupinya (a0).

            Praktik Kristen. Ia berdoa agar mereka menghidupi kehidupan yang layak di hadapan Kristus, raja yang kepada-Nya mereka berutang keselamatan mereka, dan suatu hidup yang menyenangkan Allah dalam segala hal (10, 13-14).

            Kesabaran Kristen. Ia berdoa agar orang Kristen sanggup untuk menanggung dengan gembira baik orang maupun situasi yang menguji dengan kesukaan sejati sementara aniaya menyeringai (11). Untuk sanggup bereaksi seperti itu, Paulus memerinci perlunya kekuatan, kuasa, dan daya.

            Pengucapan syukur Kristen. Ia berdoa agar mereka berterima kasih untuk anugerah, yaitu motif utama dari kehidupan Kristen. Sesuai kebenaran injil (5), doktrin Kristen adalah anugerah sepenuhnya dan etika Kristen adalah ucapan syukur sepanjang hidup.

Seberapa lama, sering, rinci Anda berdoa untuk sesama seperti isi doa di atas?

Berdoalah untuk oang Krsisten lain baik secara umum atau beberapa nama yang Anda ingin doakan, sesuai isi uraian di atas.

Jumat, 10 Juni 2011

Penyembahan yang Berdampak Dahsyat


Belakangan ini saya ngefans seorang pemusik yang dengan orkestranya mengadakan banyak pertunjukan di berbagai tempat di seluruh dunia. Hampir tiap hari saya menonton dvd pertunjukan-pertunjukannya yang memainkan banyak sekali lagu-lagu klasik dan lagu-lagu rakyat bebagai tempat dengan gaya yang riang, ngepop, humoris, melibatkan penonton. Sambil menikmati musik-musik indah itu, saya ikut bergoyang gembira, terharu oleh melodi yang menyentuh hati, tertawa melihat gaya mereka yang humoris, terbenam atau terangkat terbawa arus keindahan, dinamika dan keceriaan musik-musik yang mereka mainkan. Dampak keceriaan, keindahan itu terbawa sepanjang hari bahkan dalam tidur lagu dan melodi dan beat tertentu sering terngiang terus dalam benak saya.

            Andaikan alam semesta ini tanpa simfoni ilahi; andaikan adegan demi adegan rencana keselamatan Allah tidak pernah digelar dan dijalankan dalam sejarah – apakah jadinya Anda, saya, gereja, semua orang dalam dunia ini? Andaikan kejatuhan Adam/Hawa tidak direspons Allah dalam Kejadian 3:15, tidak berlanjut ke tindakan serta janji Allah lebih jauh ke Nuh, lalu mandeg begitu saja dan tidak bergulir ke panggilan Abraham, atau tidak lebih jauh mengutus Musa memimpin Israel ke luar dari Mesir dan memberi mereka perjanjian dan hukum-Nya di Sinai, yang seterusnya mengalir ke perjanjian kepada Daud, dan terus lagi menguntai untuk akhirnya mewujud penuh dalam diri Tuhan Yesus Kristus, apa jadinya kita? Seluruh ciptaan yang indah namun rusak karena dosa ini akan menjadi keluh kesah getir semata; sejarah menjadi sia-sia tanpa arah dan arti; kita dan semua manusia hanya bisa meratap sedih karena tak seorang pun sanggup membukakan (memaparkan dan menjalani sampai terbuka/terwujud) rencana penyelamatan Allah bagi alam semesta dan bagi manusia seperti dalam Wahyu 5:1-4.

            Yang menghapus air mata kita bukan pertunjukan klasik indah dan ceria – meski untuk sesaat itu bisa saja terjadi; yang sanggup memberi kita arah hidup yang mantap dan segar dan kekuatan untuk berjuang langkah demi langkah menjangkaunya bukanlah ide-ide dan inspirasi dari para motivator atau buku-buku dahsyat masa kini – meski itu bisa juga dipakai Tuhan untuk melengkapi diri kita asal kita tahu menempatkannya dengan tepat; yang sanggup menciptakan dunia baru bukanlah sistem ekonomi pasar terbuka atau program pendidikan atau pencapaian sains super canggih atau taktik politis yang jempolan! Jawaban sejati bagi tiap orang dan bagi seluruh dunia, ada dalam pusat penyembahan Kristen! Ia sang penggenap seluruh rencana baik Allah untuk ciptaan dan manusia, yang membuat musik ceria ilahi bersenandung harmonis seterusnya dalam pengalaman dunia, sejarah dan tiap orang!: Sang Singa Yehuda, sang Anak Domba Allah yang telah tersembelih, dengan tujuh tanduk (kuasa sempurna) dan tujuh mata (hikmat sempuna) yang karena penaklukan diri-Nya yang sempurna telah dipenuhi sempurna juga oleh kuasa dan daya Allah dalam Roh-Nya (ay. 5-8).

Kita dimungkinkan menyembah Allah melalui dan di dalam dan kepada Yesus Kristus yang telah mengalahkan kuasa-kuasa pemberontakan perusak dunia, mewujud-nyatakan keselamatan dengan menanggung penderitaan keji di salib, sehingga melalui ketaatan dalam inkarnasi dan kematian-Nya kuasa-kuasa Allah yang dahsyat (lambang singa) telah dilepas dan kebenaran, keindahan, keserasian, kemuliaan menang untuk selamanya atas kebatilan, keburukan, kekacauan dan kenajisan! Dan Ia yang jadi sebab kita boleh menyembah, Ia layak (worth) menerima penyembahan (worship) kita yang isinya adalah mengakui semua karya, pengorbanan, serta kedudukan yang dianugerahkan serta dikokohkan Bapa kepada-Nya.

            Penyembahan mensyukuri hidup dan perbuatan Yesus Kristus yang memuncak dalam pengorbanan-Nya di salib, meninggikan keberhasilan-Nya dalam kebangkitan dan kenaikan serta pentakhtaan-Nya kembali di surga dan bumi. Dengan menyambut karya penyelamatan-Nya kita boleh ambil bagian dalam penyembahan yang benar dan bersama seluruh makhluk dunia kita sebagai umat tebusan-Nya membahanakan pujian sembah kita: “Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa” (ay. 9). Seluruh liturgi yang kita jalani dengan takjub, puja dan suka (kecapi dan kemenyan) bukan terpaku pada performance manusia (entah itu sang penyambut jemaat, atau pendeta yang berkhotbah penuh kuasa, atau paduan suara yang memukau-mengangkat perasaan, dlsb.) tetapi Yesus Kristus: diri-Nya, karya-Nya, pengorbanan-Nya, keberhasilan-Nya! (Semua unsur dalam liturgi adalah bagian dari puja-puji yang menunjuk ke Dia saja.) Di manakah kita, Anda dan saya dalam lautan puja-puji bagi sang Singa-Anak Domba Allah yang tersembelih dan menang itu? Hendaknya kita ada sebagai bagian dari puja syukur berikut: “Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!” (ay. 12). Dan hendaknya liturgi ibadah penyembahan kita membangkitkan penyembahan berikut yang lebih luas dan berskala semesta: “Dan aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: ‘Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!’” (ay. 13).

            Yesus mengajarkan para murid-Nya untuk berdoa: “Dikuduskanlah Nama-Mu, datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu – di bumi seperti di surga.” Itu telah Ia wujudkan. Dan apa yang telah ia capai itu kini menjadi alasan dan sekaligus mengisi seluruh gegap gempita penyembahan kita, bukan saja di hari Minggu tetapi di tiap hari kita, bukan saja dalam lingkup rohani tetapi dalam seluas-sepenuh lingkup-dimensi ciptaan milik-Nya yang telah Ia tebus dengan harga tunai dan mahal. Dan, bila penyembahan kita diarahkan ke Dia, objek penyembahan yang sejatinya worthy, dengan isi dan cara dan kondisi hidup yang sungguh konsekuen worthy dengan yang telah dimungkinkan oleh-Nya, maka penyembahan kita itu akan menjadi bagian dari penyembahan semesta (13a) bahkan berdampak ke pencerminan kemuliaan-Nya dalam seluruh lapis hidup dan realitas dunia ini!

            Waktu kita menikmati melodi yang memimbulkan keceriaan baru, kita tidak sekadar bergoyang, tertawa, mengalun bersama keindahan iramanya; kita berbagi pertumbuhan diri itu dengan sesama yang ikut ambil bagian dalam pesta musik itu dan berbagi keceriaan itu ke khalayak lebih luas. Ketika kita berbagian dalam penyembahan bagi sang Singa-Anak Domba Allah yang menang itu, hidup kita mengalami jamahan demi jamahan, dan kita sendiri menjadi jamahan Tuhan berikut bagi sesama dan bagi dunia ini: kepedulian sosial, perjuangan untuk keadilan, doa syafaat, karya kemanusiaan, kerja keseharian bermakna kekal, kepedulian ekologis, dan tak terbilang lagi karya-Nya lainnya di dalam dan melalui kita. Karena kita menyembah Ia yang di dalam-Nya surga dan bumi berangkulan mesra, maka kita pun bergegas membagikan penyembahan kita menjadi misi dalam segala kekayaan aspeknya dan ke dalam segala lingkup realitas dunia ini (Mat. 28:16-20).

Doa & Memori yang Dikuduskan


Terpujilah TUHAN, sebab kasih setia-Nya ditunjukkan-Nya kepadaku dengan ajaib pada waktu kesesakan!
Mazmur 31:21

Sementara kita membaca Mazmur ini, kita belajar bagaimana bersikap dalam relasi doa. Pemazmur menantikan Allah. Mereka sama sekali tidak kehilangan harap dan keyakinan, dengan menduga bahwa Allah melupakan mereka. Sebaliknya mereka menanti dengan sabar, menopang iman mereka dengan merenungkan dan mengingatkan diri mereka tentang segala sesuatu menyangkut diri Allah: janji-Nya, kesanggupan-Nya, semua yang telah Ia lakukan untuk mereka di masa lalu; semua yang Ia janjikan akan buat di masa depan. Seringkali mereka memberitahu Allah apa yang pernah Ia buat untuk mereka, dan dengan melakukan itu mereka mengingat semua hal itu untuk diri mereka sendiri dan diyakinkan oleh ingatan tersebut. Seperti seorang berkata, “Iman harus memanfaatkan pengalaman dan membacakannya kepada Allah dari catatan ingatan yang dikuduskan.”

            Ingatlah bagaimana Daud bereaksi ketika Saul mengatakan bahwa ia hanya anak kecil dan tidak mungkin menghdapi Goliat. Ia mengingatkan dirinya dan berkata kepada Saul bagaimana singa dan beruang menyerang kawanan dombanya dan Allah telah melepaskan dia dari keduanya; Allah yang sama dan tak berubah dapat melepaskan dia kembali, jawabnya.

            Ketika kita susah hati, kita perlu mengingat apa yang kita tahu tentang Allah dan telah alami dari Allah, agar kita mendapat energi dan pengharapan baru. Penting kita menyimpan kenangan tentang perlakuan Allah yang penuh anugerah pada kita di masa lalu, dan menggunakan itu untuk menopang iman dan pengharapan kita sementara kita menanti kelepasan dan pertolongan untuk kini dengan sabar.

Apakah Anda memiliki kebiasaan membuat jurnal rohani – menuliskan apa yang Allah katakan dan lakukan untuk Anda?

Tuhan, dengan syukur aku ingat…

Kamis, 09 Juni 2011

Teriakan Minta Tolong


Berpalinglah kepadaku dan kasihanilah aku, sebab aku sebatang kara dan tertindas.
Mazmur 25:16


Hal yang menakjubkan tentang Allah ialah bahwa berulang-ulang Ia kembali kepada umat-Nya yang dalam kebutuhan. Ia tidak pernah kelelahan dan perhatian-Nya pada kita tidak pernah berkurang. Pola kehidupan Kristen adalah kesadaran akan kebutuhan diikuti oleh kedatangan Allah untuk memenuhi kebutuhan itu. Itulah kenyataan sejati relasi perjanjian. Allah menengok dan kembali kepada mereka yang mencari Dia dalam kebutuhan mereka.

            Tak seorang pun kita yang tanpa masalah. Setiap kita memiliki kesusahan, masalah, beban, kesulitan, duri dalam daging yang harus kita tanggung. Dan sungguh tidak saleh bila dengan semua kebutuhan itu kita tidak berpaling kepada Allah, tetapi berkata, “aku seorang Kristen maka aku memang harus memikul masalah,” kemudian merasa diri seolah pahlawan sebab sanggup memikul begitu banyak beban. Merasa diri sanggup sendiri jutru adalah kesombongan yang memadamkan Roh yang harus dengan hati-hati dihindari oleh setiap orang Kristen.

            Seperti pemazmur, orang Kristen tidak enggan berteriak kepada Allah: “Berpalinglah kepadaku dan kasihanilah aku, sebab aku sebatang kara dan tertindas.” Ia menatap ke Allah dengan keyakinan, berharapkan pertolongan dan kelepasan secepat Allah menimbang itu sesuai untuk mengirimkannya – dan mengapa bukan kini? Dengan berani ia meminta kesembuhan dan kekuatan sekarang juga.  Mungkin Allah akan memberi itu hari ini. Mungkin Allah akan menyimpannya untuk esok atau minggu depan atau tahun depan. Orang Kristen harus bersedia menerima apa pun keputusan Allah dalam jadwal surga. Tetapi permohonannya ialah agar Allah menolongnya kini, sesuai kebutuhannya kini, dan ia tahu bahwa dalam satu atau lain cara kebutuhannya kini akan dipenuhi.

Apakah Anda ada dalam bahaya menganggap diri pahlawan karena dalam kesusahan tidak memohon Allah melepaskan?

Berpalinglah kepadaku ya Tuhan, kasihani aku, sebab aku… (masalah Anda).

Rabu, 08 Juni 2011

Berdoa Sendiri


Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri.
Matius 14:23
 

Kehidupan doa masing-masing kita, seperti semua pernikahan yang baik, memiliki faktor kesamaan yang dapat dijadikan prinsip umum, juga kekhasan yang tidak ada pada kehidupan setiap orang Kristen. Anda adalah Anda, saya adalah saya, dan masing-masing kita perlu mencari cara kita kepada Allah; dan tidak ada resep yang dapat berlaku untuk kita seperti buku masakan, di mana jika Anda mengikuti petunjuk yang diberi Anda tidak akan keliru.

            Berdoa bukan seperti ketrampilan bertukang atau memasak; doa adalah suatu latihan aktif relasi pribadi: yaitu suatu persahabatan dengan Allah yang hidup dan Anak-Nya Yesus Kristus, dan bagaimana ia tumbuh lebih bergantung pada kendali ilahi daripada kendali kita. Buku-buku tentang doa, seperti halnya buku tentang pernikahan, tidak boleh diperlakukan dengan sikap takhayul, seolah kesempurnaan teknik adalah jawab bagi semua kesulitan; sebaliknya tujuan buku-buku itu ialah memberikan usulan untuk dicoba. Tetapi sebagaimana halnya semua relasi akrab, dalam doa Anda harus mencoba dengan jatuh-bangun apa yang cocok untuk Anda, dan Anda belajar berdoa dengan berdoa.

            Sebagian kita lebih banyak bicara, sebagian orang lain kurang; sebagian sangat vokal, yang lain hening di hadapan Allah sebagai ungkapan pemujaan; sebagian masuk ke glosolalia, yang lain tegas menolak itu; tetapi kita semua berdoa sebagaimana Allah memaksudkan kita berdoa. Satu-satunya aturan ialah: Tinggallah dalam petunjuk alkitabiah, dan dalam petunjuk itu, seperti John Chapman katakan: “Doa sebisa Anda, dan jangan berusaha doa yang Anda tidak bisa.”

Apakah Anda harus stop memerhatikan bagaimana orang lain berdoa, dan Anda sendiri mulai berdoa?

Roh Yesus, berdoalah di dalamku dan untukku.

Selasa, 07 Juni 2011

Berdoa Bersama


Berserulah mereka bersama-sama kepada Allah, katanya: "Ya Tuhan,… Dan ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani.
Kisah rasul 4:24, 31
Pertemuan-pertemuan doa adalah bentuk dasar dari persekutuan Kristen dan ini adalah yang pertama dipaparkan untuk kita (Kis. 4:23-31). Berbicara bersama kepada Allah harus menjadi hal yang alami dan spontan sebagaimana kita bicara bersama ketika bertemu. Doa bersama untuk kebutuhan masing-masing harus menjadi bagian dari pola kehidupan gereja yang mengalami saling mendukung dan saling membantu.
            Pertemuan doa khusus dan hal yang didoakan di sini adalah reaksi terhadap ancaman dari penguasa resmi. Sebagaimana biasanya dalam doa alkitabiah, mereka membangun doa atas realitas kekuasaan Allah, sebagai Pencipta dan Tuhan atas semua, dan atas penyataan dari Roh yang ditampung dalam Alkitab (dalam hal ini penyataan bahwa para penguasa dunia secara teratur menentang raja yang diurapi oleh Allah). Mereka berdoa, tidak berharap agar situasi berubah, tetapi agar dikuatkan untuk hidup dan melayani Allah di dalamnya. Sangat mengagetkan kita, bahwa mereka tidak meminta ancaman berkurang atau tidak terjadi di Yerusalem, tetapi agar mereka berani mewartakan Firman di hadapan oposisi dan untuk dukungan lebih lanjut atas kesaksian kepada ketuhanan Yesus dalam bentuk seperti ketika orang lumpuh disembuhkan. Mereka bukan memikirkan keamanan mereka tetapi kepentingan Allah.
            Itulah doa yang benar dan doa itu dijawab dengan ajaib. Pentakosta seolah terjadi lagi! Mereka merasakan bumi bergoncang – energi ilahi dahsyat dilepaskan. Dan dengan kuasa Roh begitu kuat dalam mereka, mereka bersaksi dengan berani sesuai permintaan doa mereka. Doa untuk keberanian dalam bersaksi akan selalu dijawab secara positif, jika kita berani melakukannya. Tetapi apakah kita berdoa untuk itu?
 Apa yang dapat kita pelajari dari model doa ini?
Tuhan, ajar kami mengangkat suara kami bersama dalam cara dan semangat yang sama.

Senin, 06 Juni 2011

Petunjuk Doa


Dalam segala doa dan permohonan berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus, juga untuk aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil, Efesus 6:18-19

Itulah petunjuk singkat tentang doa. Meski hanya dua ayat, namun cakupannya sangat komprehensif. Perhatikan ungkapan “setiap waktu,” “tak putus-putus,” “untuk segala orang kudus,” “dalam segala doa dan permohonan,” “berjaga-jagalah.”

            Ayat-ayat ini mengajar kita tentang sifat, saat, penolong disiplin, topik, dan lingkup doa. Semua ini patut kita pelajari baik-baik, namun kini kita fokus dulu pada cakupan doa.

            Kita tidak berdoa hanya untuk diri sendiri tetapi untuk semua orang kudus, seluruh keluarga Allah – atau paling tidak untuk semua anggota keluarga yang kita kenal dan dalam cara tertentu melibatkan kita. Kita perlu bertanya kepada Allah orang kudus-Nya yang mana dan kegiatan mereka yang mana yang Ia ingin untuk kita doakan secara teratur. Izinkan Allah memimpin. Dalam hal ini, Ia memimpin orang Kristen berbeda dengan cara berbeda pula.

            Ada yang merasa harus mendoakan sekelompok kecil orang dan perhatian; yang lain merasa dipimpin mendoakan lingkup lebih luas. Formula umumnya, tentang apa pun Ia memimpin Anda, itu meliputi doa untuk orang kudus sebagaimana kita mengenal mereka dan kebutuhan mereka. Doa Kristen harus berorientasi keluarga, bukan hanya berorientasi perseorangan. Harus ada jejaring pelayanan timbal balik bukan saja di tingkat kontak muka-dengan-muka dan pertolongan pribadi, tetapi juga di tingkat syafaat untuk orang lain di hadapan takhta anugerah Allah. Persekutuan Kristen harus meliputi disiplin untuk saling mendoakan.

Apakah Anda berdisiplin mendoakan sesama orang kudus?

Tuhan tunjukkan aku orang kudus-Mu yang mana dan kepentingan Kristen yang mana yang Kau ingin aku doakan secara umum dan secara spesifik?

Sabtu, 04 Juni 2011

Layak Menyembah Yang Maha Layak

Worshippers on the Mountain of God
Gwen Meharg


Baru-baru ini saya agak berdebat dengan taylor langganan saya. Saya minta ia menjahitkan beberapa potong kemeja lengan panjang untuk dipakai gaya santai (tidak dimasukkan ke dalam celana). Ia protes, “wah itu tidak pantas. Kain corak seperti ini harus dipakai ke dalam celana. Baru necis. Baru pas. Kalau tidak you nanti dianggap orang aneh, diketawain.” Saya bilang padanya, ini zaman orang sudah lebih santai. Sudah tidak mikir kemeja corak apa pantasnya dipakai bagaimana. Ia tetap bersikukuh, kain untuk lengan panjang dengan corak tertentu harus dipakai secara necis yaitu dimasukkan. Kalau ingin dipakai di luar celana, ada corak lain.
            Mungkin Anda bertanya apa hubungan kepantasan cara berpakaian dengan ibadah, dengan penyembahan, dengan keterlibatan orang dalam liturgi kebaktian? Hubungannya adalah di sekitar kata “pantas” atau “layak” yang sempat menjadi ‘perdebatan’ kecil seperti yang saya paparkan di atas.
Orang melakukan ibadah atau penyembahan (worship) adalah karena pihak yang disembah layak atau pantas (worthy) untuk disembah. Pasti ada syarat yang dinilai pantas untuk orang layak menyembah yang layak disembah, yaitu Allah. Jika Ia Maha Layak, bagaimana kita boleh memberikan penyembahan yang layak untuk-Nya, jika kondisi diri dan cara kita menyembah-Nya itu tidak layak? Kalau cara memakai kemeja saja ada aturan kepantasan (kelayakan), apalagi tentang bagaimana kita beribadah kepada-Nya!
Saya duga sebagian besar Anda sama saja dengan saya. Kebanyakan kita dibesarkan dalam tradisi Kristen. Soal pergi ke gereja, berbakti, menaikkan beberapa nyanyian, melakukan doa pengakuan dosa, mendengarkan berbagai cuplikan bagian Alkitab entah itu panggilan ibadah, persiapan pengakuan dosa, petunjuk hidup baru, pembacaan Perjanjian Lama-Mazmur-Injil, mendengarkan khotbah, dan seterusnya dalam rangkaian liturgi gereja, sudah jadi kebiasaan. Rutin. Tanpa persiapan. Tanpa penjiwaan. Tanpa syukur bahwa kita boleh dilayakkan mengalami perkenan-Nya dan hadirat-Nya. Seadanya, sekenanya, seenaknya. Sampai-sampai barangkali kita jadikan saja kebaktian Minggu lepas Minggu itu seolah memakai baju corak resmi dengan sembarangan atau lebih parah lagi kita bawa sikap dan keadaan diri kita seolah memakai kaos oblong datang ke pesta resmi! Ibadah, casual saja!
Pernahkah Anda membayangkan apa jadinya secara konkrit dalam cara pandang dan perilaku Anda berbakti bila Anda sungguh mengerti apa sesungguhnya ibadah itu? Mengapa sampai kita boleh menyembah Allah? Apa yang telah Allah lakukan sampai pintu masuk hadirat-Nya terbuka lebar buat kita? Siapa sebenarnya yang ingin kita jumpai tiap kali kita datang ke gedung gereja untuk beribadah? Suasana dan kenyataan ibadah yang bagaimana yang sejatinya Anda inginkan dalam ketulusan hati Anda terdalam?
Cobalah baca Wahyu 4 & 5. Itulah pemandangan suasana penyembahan dalam kekekalan kelak ketika kita berjumpa Allah muka dengan muka. Kita sedang menuju ke sana, maka pantaslah bahwa penyembahan kita kini sedikit banyak makin mendekati penyembahan kekal kelak, bukan? Kali ini mari kita tinjau sekilas Wahyu 4 dulu.
Segera kita sadar bahwa fokus pasal ini adalah Ia yang duduk di takhta. Luar biasa paparan tentang-Nya. Itulah worth (kelayakan) yang menuntut worship (penyembahan) yang sepadan. Inilah sebab-sebab Ia layak disembah: Ia adalah Raja (takhta), dari-Nya terpancar kemuliaan yang cantik menakjubkan seperti warna-warni batu mulia yaspis dan sardis (ay. 3). Melingkungi kemuliaan itu pelangi anugerah yang senantiasa teralami baru (warna zamrud yang kehijauan melambangkan kesegaran pembaruan untuk pelangi yang dalam kisah Nuh merupakan perjanjian Allah untuk mempertahankan ciptaan-Nya sesudah Ia menyatakan murka-Nya). Lalu dari takhta itu keluar tanda-tanda dahsyat penghakiman-Nya yang adil dan tegas (kilat, guruh, suara menderu) tetapi juga karunia-karunia pelayanan dari Roh-Nya untuk memberdayakan gereja (tujuh obor, yaitu tujuh [karunia] Roh Allah).
Siapa yang menyembah Dia di takhta itu, dan karena alasan apalagi Ia disembah? Ada dua pihak yang menaikkan penyembahan kepada-Nya. Yang pertama adalah perwakilan makhluk-makhluk bumi ini. Mereka mengucapkan “kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah Yang Maha Kuasa” (ay. 8). Kelompok kedua adalah dua puluh empat takhta yang kemungkinan besar melambangkan para pemimpin umat Allah Perjanjian Lama (dua belas suku Israel) dan para pemimpin gereja (dua belas rasul). Mereka mendukung pujian seluruh makhluk bumi, menyembah Allah dengan melempar mahkota mereka dan menyatakan Allah layak menerima pujian, hormat dan kuasa karena karya penciptaan-Nya (ay. 10-11).
Ini membukakan kepada kita mengapa Allah layak disembah, dan bagaimana penyembahan yang layak untuk Yang maha Layak itu. Kita menyembah Dia karena keajaiban karya-karya-Nya dalam keseharian kita: udara yang kita hirup, makanan yang kita santap, musim yang silih-ganti datang seiring kesetiaan-Nya menjenguk kita, berbagai produk alam yang boleh menjadi makanan yang mengenyangkan bahkan menyehatkan, berbagai bentuk sistem masyarakat yang menopang kehidupan, dan banyak lagi lainnya. Seluruh bumi ini (dari isi laut, permukaan bumi sampai angkasa raya) penuh dengan benda, makhluk dan karya-karya-Nya yang menakjubkan.
Lalu bagaimana layaknya kita menyembah Dia itu? Apa yang kita terima dari Dia dalam hidup ini, kemuliaan, kesehatan, tenaga, pikiran, harta – semua yang berasal dari potensi kaya isi bumi hasil karya penciptaan dan pemeliharaan-Nya ini – perlu kita akui bahwa semua itu dari Dia, oleh Dia dan kembali untuk Dia saja.
Jika usia yang masih berlangsung bagi kita ini datang dari Dia, bagaimana mustinya kita menyiapkan dan memakai waktu kita beribadah yang selayaknya? Kalau tenaga dan aspirasi dan semangat kita datang dari Dia, bagaimana bentuk yang layak cara kita menghampiri takhta-Nya, menyambut hadirat-Nya, memuji Dia, menaikkan lagu pujian kita? Kalau seluruh karir, nafkah, lauk pauk yang kita santap, kesehatan, salary atau profit kita datang karena berkat penyertaan-Nya, apa sebenarnya yang pantas untuk sedikit menggetarkan ucapan syukur kita bagi-Nya ketika kita merogoh kocek kita untuk dimasukkan ke pundi-pundi gereja? Kalau kita sadar kita datang ke pancaran cahaya gilang gemilang menakjubkan, kita layak membawa diri yang bagaimana menyembah Dia? Akankah bagi Yang Maha Mulia namun Maha Rahmani itu kita berikan penyembahan yang tanpa persiapan, tanpa perhatian, tanpa menaruh hati dan tenaga dan kesungguhan dan pengorbanan?