Kataku: "Celakalah aku! aku binasa!
Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa
yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam."
- Yesaya 6:5
Aspek
keempat tentang kekudusan Allah, yaitu kemurnian-Nya sering kita pikirkan
secara terpisah. Yesaya mencerap kemurnian ini, dan kepekaan bahwa dirinya
tercela dan tidak layak bersekutu dengan Allah meluapi dirinya. Dosa adalah
ketidakmurnian dalam kaitan dengan kemurnian Allah dan seperti Yesaya merasa
najis di hadapan Allah ketika teringat akan dosa-dosanya, demikian juga orang
yang berpikiran benar.
“Aku
seorang yang najis bibir,” ujar Yesaya. Ia terpikir tentang dosa khususnya dalam
berbicara. Alkitab banyak bicara tentang dosa itu, sebab dosa tersebut
memperlihatkan apa yang ada dalam hati seseorang (Luk. 6:45). Kita memakai
karunia bicara dari Allah itu untuk mengungkapkan kebencian dan menjatuhkan
orang lain; kita bergosip (“seni” mengakui dosa orang lain); kita menipu dan
memanfaatkan orang lain, membodohi dan mengkhianati dengan berbohong kepada
mereka; kita memurahkan hidup dan menghancurkan relasi dengan pembicaraan yang
memalukan, dan menghina. Barangkali dalam menyampaikan pesan Allah, nabi Yesaya
telah lebih mementingkan reputasi menjadi pembicara terkenal daripada menjadi
pengkhotbah yang memuliakan Allah. Jika demikian, bibirnya najis sebab hatinya
telah bersalah.
“Aku tinggal di tengah-tengah bangsa
yang najis bibir,” lanjut Yesaya. Dengan perkataan itu, barangkali, ia mengakui
bahwa ia telah ikut-ikutan orang banyak, dalam cara bicara mereka, berbicara
seenaknya dan mengucapkan hal-hal yang tidak pantas, sampai menyimpang karena
teladan buruk di sekitarnya. Barangkali untuk pertama kalinya ia melihat
dirinya sebagai seorang yang munafik dan kompromi dengan jalan dunia. Dalam
pengakuan ini ia mengutarakan rasa malunya dengan kesadaran penuh.
Apakah
tiap hari Anda meminta Allah menjadi Tuhan atas cara bicara Anda? Haruskah? Ada baiknya mempelajari
ajaran Alkitab tentang kata, bicara, dan lidah.
Tuhan, apakah aku menolerir hal-hal yang
kemurnian-Mu tidak dapat mentolerirnya? Tunjukkan aku Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar