Selasa, 21 Agustus 2012

Pembentukan Yakub (2)



Sahut Yakub: "Aku tidak akan membiarkan engkau pergi, jika engkau tidak memberkati aku." Bertanyalah orang itu kepadanya: "Siapakah namamu?" Sahutnya: "Yakub." Lalu kata orang itu: "Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang." - Kejadian32:26-28


Ketika Yakub diberitahu bahwa Esau membawa pasukan bersenjata menuju dia untuk membalas berkat yang telah ia curi duapuluh tahun sebelumnya, ia terhempas dalam keputusasaan besar. Dan kini saat untuk Allah tiba. Malam itu, sementara Yakub berdiri sendirian di tepi sungai Yabok, Allah menjumpainya (Kej. 32:22-32). Terjadilah berjam-jam lamanya pergumulan berat dan menyakitkan; pergumulan rohani, dan untuk Yakub terkesan sebagai, juga jasmani.

            Yakub berpegang pada Allah; ia menginginkan berkat, yang meneguhkan perkenan dan perlindungan ilahi dalam krisis tersebut, tetapi ia tidak mendapatkan apa yang ia cari. Sebaliknya, ia makin menjadi sadar akan keadaan dirinya – amat tak berdaya dan tanpa Allah, sangat tak berpengharapan. Ia merasakan seluruh kegetiran dari cara-cara hidupnya yang tak bermoral dan sinis kini balik ke sangkarnya. Sejauh ini ia telah bertindak mengandalkan diri sendiri, percaya bahwa dirinya lebih hebat dari apa pun yang terjadi, tetapi kini ia merasa sama sekali tidak berdaya untuk mengendalikan segala yang terjadi. Dalam terang benderang membutakan Ia sadar, bahwa ia tidak akan berani lagi memercayai diri sendiri untuk mengurus kehidupannya dan mengukir destininya. Agar hal ini terang dan jelas untuk Yakub, Allah membuatnya pincang sebagai pengingat seterusnya tentang kelemahan rohaninya dan kebutuhannya untuk bersandar pada Allah selalu.

            Sifat kemenangan Yakub atas Allah tidak lain adalah ia berpegangan terus kepada Allah sementara Allah melemahkan dia dan menciptakan di dalamnya roh ketaklukan dan tidak lagi memercayai diri; bahwa ia sedemikian menginginkan berkat Allah sampai ia bergelantung pada Allah sepanjang pergumulan yang merendahkan dirinya itu sampai ia cukup rendah untuk Allah membangkitkannya.


Mengapa Allah harus merendahkan kita?

Apakah aku hidup oleh kecerdikanku atau oleh hikmat Allah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar