Jumat, 04 Agustus 2017

Berjalan di Hadapan Allah

TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya: "Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela (harfiah: berjalanlah di hadapan-Ku, dan jadilah utuh / sempurna).-- Kejadian 17:1
Henokh hidup bergaul dengan Allah (harfiah:berjalan dengan Allah) selama tiga ratus tahun lagi -- Kejdian 5:22
TUHAN, Allahmu, harus kamu ikuti (harfiah: Berjalanlah mengikut TUHAN Allahmu), kamu harus takut akan Dia, kamu harus berpegang pada perintah-Nya, suara-Nya harus kamu dengarkan, kepada-Nya harus kamu berbakti dan berpaut. -- Ulangan 13:4

Apa kekhasan dari berjalan dan hadirat Allah dalam tiga ungkapan berbeda mengenai Henokh, Abraham dan Israel ini, dan bagaimana masing-masingnya boleh kita berlakukan dalam keseharian kita? 
Berjalan dengan Allah yang dilakukan Henokh berbicara tentang menghayati hadirat Allah. Ada persekutuan yang akrab, ada percakapan timbal balik, ada saling membuka diri, ada perkenalan yang intim. Sepanjang kehidupannya Henokh berjalan dengan Allah -- menghayati hadirat-Nya, mengalami damai dan suka yang dari-Nya, tumbuh dalam kasih kepada-Nya.
Berjalan di hadapan Allah yang TUHAN perintahkan kepada Abram diapit oleh penyataan diri-Nya sebagai El Shadai -- El Yang Mahakuasa, sumber hidup yang kekal yang mengadakan, mewujudkan, sanggup menggenapi janji dan rencana-Nya -- dan perintah agar Abram berjalan di hadapan-Nya. Perintah ini bercabang dalam janji bahwa dengan berjalan di hadapan Allah Yang Mahakuasa, kendati sudah layu tubuhnya, kendati Abram dan Sarah jatuh-bangun dalam gumulan mengerti bagaimana keturunan yang dijanjikan TUHAN itu akan terealisir -- maka mereka akan diberdaya oleh KeMahakuasaan-Nya untuk hidup mencapai standar janji, rencana dan kehendak-Nya, dan dengan demikian boleh mengalami kehidupan yang utuh, yang fulfilled, yang sempurna. Kesadaran Coram Deo -- dalam Hadirat Allah -- membangkitkan standar dan daya kehidupan dalam segala seginya yang serasi standar dan daya Allah, tidak kurang dari itu.
Israel diperintahkan untuk berjalan di belakang Allah, mengikuti Allah. Aspek kepemimpinan Allah yang ditekankan di sini. Mereka harus mengikuti Sang Komandan -- Ia maju mereka maju, Ia berhenti mereka berhenti, Ia lurus mereka tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri. Dengan berjalan mengikuti Allah Israel berhasil meraih kemenangan demi kemenangan, penaklukan demi penaklukan, sampai bagian-bagian yang tercakup dalam rencana Allah bagi umat itu sungguh menjadi kenyataan.

Kehidupan devosi kita hanya beberapa menit tiap hari atau memanjang ke sepanjang perjalanan hidup seperti Henokh? Kenyataan hidup kita sesuaikah dengan standar dan daya El Shadai? Perjuangan kita untuk maju sungguhkah mengikuti kepemimpinan dan cara-cara Allah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar