Rabu, 31 Agustus 2011

Jangan Takut Berpikir

Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan… segenap akal budimu.
Matius 22:37


Ketika Kristus memanggil kita, sebagai bagian dari hukum pertama, untuk mengasihi Allah dengan segenap akal budi kita, Ia meminta kita benar-benar menggunakan pikiran kita. Maksudnya bukan saja kita perlu belajar doktrin dalam kevakuman, tetapi menerapkan doktrin ke fakta-fakta dunia Allah sebagaimana yang kita kenal supaya kita boleh menafsirkannya dengan tepat dan dalam segala mampu membedakan apa pikiran dan kehendak Allah.

            Orang Kristen dilarang tidak tertarik pada dunia. Iman alkitabiah diberikan kepada kita bukan sekadar untuk mendapatkan jaminan masuk surga tetapi juga untuk menyediakan kita prinsip untuk hidup kreatif dan imajinatif di sini dan kini. Kita harus memakai pikiran yang Ia karuniakan kepada kita dengan menerapkan kebenaran yang Ia nyatakan ke seluruh hidup, dalam rangka agar semuanya boleh dikuduskan.

            Memang kita harus menjaga jarak dari dunia dalam arti kita tidak boleh menganggap dunia ini rumah kita atau menganggapnya sebagai ganjaran kita sejati. Sikap memandang dunia ini sebagai pilihan kedua disebabkan orang Kristen berkata “bagiku hidup adalah Kristus” (Fil. 1:21). Tetapi setara dengan itu, kita tidak boleh membelakangi dunia dan hilang interes kepadanya. Allah memerhatikan dunia, kita pun harus.

            Ini akan berarti kita sedia untuk memikirkan tentang masalah-masalah mendesak masa kini – relasi antar ras, relasi kerja, relasi dengan penganut agama lain, kemiskinan, pencemaran, human-trafficking, berbagai wabah penyakit. Juga ketika kita berusaha memenangkan orang lain kepada Kristus kita harus menghadapi kesulitan hidup yang mereka alami. Kesaksian Kristen bukan sekadar melemparkan ayat-ayat Alkitab, tetapi duduk berdampingan dengan orang lain yang ingin kita bantu dan memikirkan bersamanya bagaimana memecahkan masalah mereka.


Siapkah aku memakai akal budiku secara demikian?
Tuhan, jadikanku tidak takut berpikir, peduli, dan terlibat.

Dari Buku Bapa Surgawi Mengasihimu oleh J. I. Packer

Selasa, 30 Agustus 2011

Jangan Khawatir tentang Apa pun


Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?
Matius 6:25


Bacalah kembali ucapan Yesus tentang kekhawatiran ini (Matius 6:24-35) dan catat alasan yang ia berikan agar kita tidak khawatir dan mengapa tidak perlu khawatir.

            Kekhawatiran menghancurkan kepekaan tentang proporsi. Ketika kita khawatir tentang makanan dan pakaian, kita tidak dapat menghargainya sebagai pemberian agung Allah yaitu hidup ini.

            Kekhawatiran menghancurkan persepsi rohani. Ketika kita diserap olehnya, kita tidak bisa peka akan nilai yang Allah berikan kepada kita. Jika Ia memerhatikan burung, tidak dapatkah kita menaruh percaya pada Bapa surgawi kita untuk menyediakan kebutuhan kita?

            Berikutnya pertimbangan akal sehat. Anda tak dapat mengubah situasi (Siapa dapat memperpanjang usia sejengkal saja dengan berkhawatir?) (27); jadi apa gunanya khawatir?

            Akhirnya – dan ini jepitannya – selain tak mencapai apa pun, khawatir pun tidak perlu. Allah yang sama yang memakaikan bunga dan rumput dengan keindahan pasti akan juga memberi pakaian, makanan dan minuman yang diperlukan oleh anak-anak-Nya.

            Yesus menyebut para murid “orang yang beriman kecil,” ini menunjukkan bahwa khawatir keluar dari kurang / tidak percaya. Jika kita sungguh percaya janji Allah dan relasi-Nya kepada kita sebagai Bapa yang mengasihi, murah hati, perhatian, kita tidak mungkin penuh dengan kekhawatiran. Sebaliknya kita akan mencari dulu Kerajaan-Nya (hidup keselamatan, ketaatan, dan persekutuan) dan kebenaran-Nya (kehendak-Nya dalam keseharian kita). Dengan begitu kita akan menjalani realitas hidup dalam kesukaan iman akan pemeliharaan-Nya yang sempurna dan mencakup seisi dunia ini.


Apa yang Anda khawatirkan kini?

Serahkan tiap kekhawatiran kepada Allah dengan menyebutnya atau dengan tindakan simbolik lainnya.

Dari Buku Bapa Surgawi Mengasihimu karangan Dr. James I. Packer

Senin, 29 Agustus 2011

Terlibat dalam Dunia


Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.
Kejadian 1:28
 

Suatu aliran filsafat tertentu beranggapan bahwa dunia materi ini jahat dan tak bernilai. Karena itu kita harus mengurangi berurusan dengannya. Spiritualitas sejati berarti hidup menjauh dari dunia sebisa mungkin; kekudusan dipahami sebagai menahan diri dari lalu lintas tidak perlu dengan hal-hal ciptaan. Tidak ada yang penting untuk dipelajari dari realitas di bawah ini (dunia), dan semakin kita tidak tertarik kepadanya, semakin sehat jiwa kita.

            Spiritualitas seperti itu bukan spiritualitas Kristen, namun masih saja hal itu menyelinap ke dalam gereja Kristen. Sebagian orang memupuk ide bahwa pemikiran konstruktif tentang isi dan masalah dunia bukan urusan Kristen; atau mereka menjaga agar iman Kristen mereka terpisah dari studi sekular di ruang berbeda dalam akal mereka, sebab mereka tidak melihat kemungkinan keduanya saling memperkaya. Memang harus diakui orang Kristen semacam itu memiliki semangat berkobar, tetapi jangan kaget bila mereka menyerang orang Kristen lain sebagai setengah hidup dan tidak bertumbuh.

            Ide filsafat Manichean itu jelas salah total. Allah tidak ingin orang Kristen sampai kehilangan ketertarikan kepada dunia. Ia menciptakan manusia untuk memerintah tatanan ciptaan; kita harus memerintah dunia dan menggunakannya untuk kemuliaan Allah; dengan demikian kita boleh dan harus mempelajari isi dan masalah dunia ini. Ini termasuk panggilan kita baik sebagai manusia maupun sebagai orang Kristen.



Tidakkah penting (khususnya untuk generasi muda) mempelajari bagaimana pendekatan Alkitab tentang sejarah, ilmu alam, filsafat, psikologi, dan studi “sekular” lainnya?

Doakan anak muda yang Anda kenal yang merasa terbagi dua tentang isu tadi, agar mereka berhasil mengembangkan pola pandang kehidupan yang Kristiani.

Minggu, 28 Agustus 2011

Menginginkan Kemuliaan Allah

Aku menghormati Bapa-Ku… Aku tidak mencari hormat bagi-Ku.
Yohanes 8:49-50
Kesalehan (keilahian) adalah kualitas hidup yang ada dalam mereka yang memuliakan Allah. Orang yang saleh tidak keberatan dikatakan bahwa panggilan tertinggi hidup mereka ialah menjadi alat kemuliaan Allah. Mereka justru menganggap itu sebagai sumber kepuasan dan kepenuhan hidup. Ambisi mereka ialah mengikuti rumusan hidup agung yang Paulus simpulkan tentang Kekristenan: “Muliakanlah Allah dalam tubuhmu,” “entah kamu makan atau minum, atau apa pun yang kamu lakukan, lakukanlah semuanya untuk kemuliaan Allah” (1Kor. 6:20; 10:31). Pengharapannya yang terbesar adalah meninggikan Allah dengan segenap keberadaan dan dalam semua tindakan mereka.
Seperti Allah sendiri, orang yang saleh sangat cemburuan dan ingin hanya Allah, Allah saja yang dihormati. Kecemburuan semacam itu adalah bagian dari kenyataan bahwa gambar Allah dalam mereka telah mengalami pembaruan. Kini ada doksologi tertulis dalam hati mereka, dan diri mereka tidak pernah sepenuh seperti ketika mereka memuji Allah tentang hal-hal mulia yang Ia telah lakukan dan memohon agar dapat lebih memuliakan Allah seterusnya.
Kita boleh berkata bahwa melalui doa mereka, mereka dikenal – oleh Allah, jika bukan juga oleh manusia. Doa di tempat tersembunyi adalah sumber kehidupan orang saleh. Dan bila kita bicara tentang doa, kita bukan merujuk ke formalitas santun, hati-hati, terpola, penuh pertimbangan diri yang terkadang dianggap sebagai doa yang sejati. Orang saleh tidak berdoa sambil bersandiwara, sebab hatinya ada di dalam doa. Doa baginya adalah pekerjaan utamanya. Dan beban doanya selalu sama, pengungkapan hasrat terkuat dan terpastinya: bahwa Allah dipermuliakan.
Lihat mazmur 21:13(14); 57:5(6); Yoh. 12:28; Matius 6:9.
Jadikan ayat-ayat itu dasar doa dan penyembahan Anda.

Dari Buku Bapa Surgawi Mengasihimu oleh Dr. James I. Packer

Sabtu, 27 Agustus 2011

Percayai Allah ketika takut

Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu
Mazmur 56:3


Ada berbagai bentuk ketakutan. Ada ketakutan akan konsekuensi masa lalu. Ada ketakutan akan ketidaktahuan tentang masa depan. Ada ketakutan tentang relasi yang kita terlibat di dalamnya dan terhadap orang yang dengannya kita berelasi. Dan ada orang yang takut konsekuensi dari mengikut Allah. Mereka menyadar bahwa Allah memanggil mereka dan panggilan-Nya menuntut mereka meninggalkan jalan yang telah mereka hidupi. Mereka tahu bahwa mereka akan kehilangan sesuatu, paling tidak dalam artian manusiawi, dan mereka tidak yakin bisa menanggung itu.

            Yang perlu diketahui oleh orang yang takut ialah kesanggupan Allah untuk menopang, menolong, menguatkan mereka untuk pelayanan-Nya, memikul mereka melalui berbagai tekanan, ketegangan, penderitaan, dan mengubah kerugian material menjadi keuntungan spiritual.

            Paulus mengkhotbahkan kesanggupan Allah dari salib. “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Rm. 8:32).

            Fakta bahwa Ia telah memberikan karunia terbesar di salib, yaitu Anak-Nya sendiri untuk mati bagi kita, menjamin bahwa Ia akan memberi “segala sesuatu” – apa saja yang kita butuhkan dan semuanya yang dapat Ia rancang demi memberi kita kebahagiaan tertinggi.


Orang yang paling takut biasanya orang yang paling imajinatif. Apakah Anda sudah meminta Allah menjadi Tuhan atas imajinasi Anda dan memulihkannya, agar berfungsi sehat dan kreatif?

Tuhan, aku memiliki masalah ketakutan ini… bagaimanakah aku dapat memercayai-Mu ketika aku takut? Mustahil bagi manusia, namun tidak mustahil bagi-Mu.

Jumat, 26 Agustus 2011

Menyukakan Roh Allah

Janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah.
Efesus 4:30
 

Hendaklah kamu penuh dengan Roh,
Efesus 5:18
 

Firman ini menegaskan bahwa Roh Kudus adalah pribadi dan bahwa sifat-Nya adalah kudus. Seperti halnya dengan pribadi Allah Bapa dan Putra, perilaku tertentu menyukakan Dia, perilaku lain mendukakan-Nya. Yang termasuk hal kedua itu ialah kepahitan, kemarahan, kejengkelan, pertengkaran, fitnah, kebencian, dan mencuri (Efs. 4:28-31), bahkan semua pelanggaran hukum moral lainnya. Kristen yang jatuh ke dalam dosa-dosa ini mengacaukan rencana-Nya dan merusakkan karya-Nya yang membuat kita menjadi serupa Kristus. Pengetahuan bahwa kita adalah rumah Roh Allah dan bahwa “tamu yang penuh anugerah dan selalu sedia ini” bekerja keras dalam hati kita untuk menguduskan kita, harusnya menimbulkan rasa hormat yang takjub dan cepat membuat kita malu dan meninggalkan segala kekurangan moral kita (1Kor. 6:19; Fil. 2:12).

            Untuk menjauhkan kita dari mendukakan Roh, Alkitab mendorong kita ke sisi lawannya yang positif – yaitu, dipenuhi dengan Roh. Kata yang dipakai menyiratkan suatu kewajiban terus menerus. “Dipenuhi” mengandung arti sepenuhnya memikirkan dan dikendalikan oleh realitas yang diberitahukan oleh Roh, dan hal ideal dalam hidup yang Ia tunjukkan kepada kita. Dari sumber mana kita boleh mencari kepuasan hidup? Tidak dari pemuasan nafsu serupa orang mabuk oleh alkohol (cara pemuasan yang duniawi), tetapi dari memusatkan perhatian sepenuhnya dengan perhatian Roh sendiri. Maka kita akan memiliki sesuatu yang akan membuat kita bernyanyi, sebab Roh yang disukakan akan menopang kita dengan sukacita yang tak pernah dikenal oleh orang duniawi (Efs. 5:18-20).


Apakah orang Kristen gereja Anda dicirikan oleh kesukaan? Bisa saja mengklaim kesukaan batin, namun tak seorang pun memercayai itu jika wajah kita tegang, keras, dan tidak puas.

Tuhan, dagingku lemah tetapi rohku ingin Roh-Mu memenuhi setiap bagian keberadaanku.

Dari buku Bapa Surgawi Mengasihimu -oleh Dr. James I. Packer

Kamis, 25 Agustus 2011

Kepuasan melalui Melayani

Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.
Yohanes 4:34

Yesus adalah teladan dalam semua segi kehidupan; juga menyangkut motivasi dan sikap Ia merupakan pengukur tentang apa arti menjadi manusia sejati. Jika manusia gagal mengasihi Allah dan sesama sebagaimana yang Allah maksudkan bagi kita, kita menjadi kurang manusiawi. Hanya jika kita menetapkan hati untuk meniru teladan Kristus, barulah kita memenuhi dan mengembangkan – sebagai lawan dari melanggar dan merusak – sifat manusiawi kita, yang memang telah banyak dirusak oleh hadirnya dosa. Dan hanya dengan cara ini kita dapat menemukan kesukaan sejati, yang secara integral selalu terikat dengan perasaan bahwa hidup kita berarti serta terpenuhi. Ketika Yesus berkata bahwa makanan-Nya adalah melakukan kehendak Dia yang mengutus-Nya dan menggenapi pekerjaan-Nya, ia sedang menyaksikan tentang kesukaan yang Ia dapatkan di dalam pelayanan Bapa-Nya – yaitu pelayanan yang memenuhi sifat-Nya sebagai Anak, dan juga setara dengan itu memenuhi sifat-Nya sebagai manusia.
Untuk kita, sebagaimana untuk Yesus, realisasi penuh dari semua potensi khas manusiawi kita (suatu realisasi yang sekaligus merupakan inti kebebasan dan puncak kesukaan) ditemui bukan dalam kehendak diri, tetapi dalam pelayanan kepada Allah (yang untuk kita berarti melayani Anak dan Bapa, dan orang lain demi Tuhan). Jalan lain mungkin sesaat memberikan pemenuhan diri tetapi tidak memberikan kebebasan atau kesukaan; dan pemekaran pengalaman kita yang dihasilkan oleh jalan lain itu tak bernilai dibandingkan dengan pengerdilan kemanusiaan sejati kita.
Dapatkah saya menggemakan ucapan Yesus ini?
Tuhan, luaskan pengalamanku akan Engkau supaya aku boleh bertumbuh dalam kemanusiaan sejati.

Rabu, 24 Agustus 2011

Sudahkah Menomorsatukan yang Utama?


Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
Matius 6:33


Yesus mengajar para murid-Nya untuk tidak khawatir atau berpikir berlebihan tentang harta benda (Mat. 6:25-34). Bukan berarti kita boleh malas; sebab dalam firman yang lain kita diminta untuk bekerja keras, jujur dan mencukupi keluarga kita (2Tes. 3:10; Efs. 4:28; 1Tim. 5:8). Tetapi memang hal-hal itu tidak boleh menempati prioritas melebihi relasi kita dengan Allah.

            Marta tidak melihat prioritas ini. Ketika Yesus dan para murid datang berkunjung, ia ingin memberi kesan baik, memasakkan mereka makanan enak. Itu tidak salah, tetapi ia terpaksa menunda prioritas utamanya. Ketika ia kesal karena Yesus tidak menyuruh Maria untuk membantu, Yesus menjawab bahwa meski Marta sudah bersusah payah tentang penyambutan itu, Maria memilih hal yang harus dipertamakan.

            Mudah sekali terjebak ke dalam kesibukan keseharian dan berkata kepada diri sendiri bahwa semua itu lebih penting daripada persekutuan dengan Allah. Sebenarnya, tak satu pun lebih penting. William Temple berkata bahwa kita cenderung menganggap kelakuan lebih penting dan doa adalah penunjang untuk kita bertindak benar, padahal yang benar ialah doa adalah yang paling penting dan kelakuan kita adalah petunjuk tentang kualitas doa kita. Kita harus menomorsatukan yang nomor satu, sambil percaya bahwa Allah memperhatikan kebutuhan kita, dan menolak kekhawatiran untuk mengemuka dalam hidup kita, sambil usaha untuk mengenal dan menyukakan Allah menjadi perhatian pertama kita.


Hal yang sungguh sangat ku inginkan dalam diriku dan mereka yang kukasihi ialah… (selesaikan kalimat ini),

Minta Allah menolong Anda memilih/menjalani prioritas hidup yang benar.

Selasa, 23 Agustus 2011

Sukacita melalui Mengasihi Diri Sendiri

Terang itu menyenangkan dan melihat matahari itu baik bagi mata.
Pengkhotbah 11:7


Rahasia ketiga untuk sukacita ialah mengasihi diri sendiri, dalam arti mengizinkan Anda menikmati hal-hal yang dapat dinikmati dalam hidup ini (11:7-10). Dalam ayat-ayat ini penulis memberi petunjuk tentang bagaimana kita dapat bahagia dengan bagian hidup kita tiap hari, meski terjadi ketegangan dan kepedihan. Kita perlu mempraktikkan penikmatan dan entusias tentang kegembiraan dalam keseharian. Lebih baik bersemangat daripada tidak. Di bagian awal Pengkhotbah, penulisnya memodelkan seseorang yang telah melakukan dan mencoba segala sesuatu, lalu berkata bahwa ia membenci hidupnya sebab tidak satu pencapaian pun telah memberinya kepuasan dan ia merasa tertipu. Tetapi orang yang berpikiran benar, demikian kini Pengkhotbah melanjutkan, tidak membenci hidup. Ia ingat bahwa “terang itu menyenangkan, dan melihat matahari itu baik bagi mata” (7-8).

            Ketika penulis berkata, “Segala sesuatu sia-sia,” maksudnya ialah bahwa hidup mungkin tidak akan seperti yang Anda harapkan atau memberi yang Anda inginkan. Namun demikian kita dapat dan harus bersukacita sementara kita menghidupi kehidupan pemberian Allah ini. Sebab hidup baik adanya. Ada warna, terang, kehangatan, dan keindahan dalam dunia Allah dan orang-orang yang melakukan hal-hal baik; hidup membawa banyak saat kegembiraan jika kita cermat.

            Hidup Kristen yang berhikmat akan entusias, menanti dengan realistis bahwa akan ada banyak hal yang salah dan terasa menyimpang, namun pada saat sama dengan sepenuh hati menikmati semua kegembiraan yang Allah berikan tiap-tiap hari. Nasihat yang baik untuk kita semua, tetapi penulis khusus menerapkan itu kepada orang muda (9-10).


Setujukah Anda, Anda harus mengasihi diri sendiri? Mengapa? Dan bagaimana?

Tuhan, bukakan dan bangkitkan segenap kepekaan, hati, akal budiku untuk mencerap dan merespons segala sesuatu dan semua orang yang mencerminkan secara unik kasih, kebenaran, atau kreatifitas-Mu.

Dikutip dri Bapa Surgawi Mengasihimu oleh Dr. James I. Packer

Senin, 22 Agustus 2011

Kesukaan melalui Mengasihi Sesama


Lemparkanlah rotimu ke air… Berikanlah bahagian kepada tujuh, bahkan kepada delapan orang.

Pengkhotbah 11:1-2



Rahasia kedua untuk bersukacita ialah mengasihi sesama (11:1-6). Ayat kunci di atas menggambarkan tangan terbuka yang murah hati yang melihat kebutuhan di sekitar dan menerima risiko untuk berusaha memenuhinya. Anda melempar roti ke air. Anda memberikan kepada orang yang dengan perhitungan manusia tidak mungkin mengembalikan. Ingat perumpamaan talenta tentang orang yang begitu takutnya kehilangan apa yang ia punya, hanya mengubur talentanya? Ketika tuannya pulang, ia tidak dipuji seperti yang ia harapkan, tetapi dikecam keras dan dinilai telah tidak setia. Dengan tidak berbuat apa-apa supaya tidak menanggung risiko apa pun, orang itu tidak mencapai apa-apa; dan Tuhan tidak memberi perhatian apa pun kepada murid yang tak berbuat apa-apa.

            Harus ada luapan gairah yang riil, kesediaan nyata untuk mengambil risiko, sampai kita bekerja dan menolong serta melayani orang lain. Orang Kristen sejati akan kedapatan selalu melakukan hal-hal yang terkesan tidak bijak demi melayani orang lain. Orang yang bijak-duniawi akan berkata: “Anda buat itu, Anda pasti bangkrut. Anda buat itu, lalu apa jadinya keluarga Anda? Atau reputasi Anda” Tetapi komentar begitu bukan semangat hati-lapang, tangan-terbuka, kemurah-hatian yang berani memikul risiko yang Tuhan inginkan dari kita (Luk. 6:30). Kita tidak boleh bertanya apakah ada cukup cadangan makanan di lemari es kita untuk menjamin tindakan kita menolong orang lapar. Kita harus melakukan itu karena ada orang yang membutuhkan, bahkan jika untuk itu kita sendiri harus jadi lapar, sebab itulah sikap yang harus ada dalam kita: semangat untuk bersedia memperluas jangkauan diri kita bahkan sampai berlebihan untuk memenuhi kebutuhan sesama kita. Orang Kristen perdana memiliki semangat itu (Kis. 2:44-45; 4:34-35). Kita harus memilikinya juga.



Bakarlah jembatan di belakang Anda agar tidak ada kemungkinan lain selain maju. Lakukan itu agar Anda dapat memiliki semangat kasih yang berisiko, nekat, dan aktif.

Tuhan, tolongku untuk bebas, terbuka tangan, murah hati, dan bebas mengasihi seamaku.

Dikutip dari buku Bapa Surgawi Mengasihimu oleh Dr. James I. Packer

Minggu, 21 Agustus 2011

Kesukaan melalui Mengasihi Allah

Ingatlah… Penciptamu pada masa mudamu,
Pengkhotbah 12:1


Anda seperti juga semua orang lain pasti ingin memiliki sukacita dalam hidup, bukan? Pengkhotbah 12 memberikan petunjuk. Ia memberi tiga rahasia sukacita yang kelak lebih penuh dinyatakan lagi dalam Perjanjian Baru. Untuk bersukacita, Anda harus mengasihi diri sendiri, sesama, dan Allah. Kita tidak dapat mengasihi sesama sebagaimana mestinya kecuali Anda telah belajar mengasihi diri sendiri; mengasihi diri dengan tepat hanya bisa terjadi jika Anda telah belajar mengasihi Allah; dan tidak mungkin mengasihi Allah kecuali Allah lebih dulu mengasihi dan menaruh penilaian-Nya atas Anda sebagai orang yang telah Ia ciptakan dan tebus dan jadikan anggota keluarga-Nya.

            Jadi rahasia pertama sukacita ialah mengasihi Allah. Hal itulah yang ditegaskan Pengkhotbah ketika mengatakan, “Ingatlah Penciptamu pada masa mudamu.” Dengan kata lain: Sekarang ini, semasa Anda memiliki tenaga dan kekuatan, bersungguhlah melayani Allah yang telah melakukan dan memberi begitu banyak untuk memberkati Anda. Ada perubahan hidup yang terjadi sesudah orang lanjut usia, tetapi alangkah sedih bila seseorang harus menjalani masa tua dalam penyesalan bahwa ia tidak mengasihi Tuhan lebih awal supaya dapat melayani Dia dengan energi kemudaannya. Dalam Perjanjian Lama dan Baru, melayani Allah adalah bagian dari kasih kepada-Nya – takut kepada-Nya: “Takutlah kepada Allah dan peganglah perintah-perintah-Nya” (13). Takut yang dimaksud tidak ada hubungan dengan ketakutan. Takut adalah ungkapan kasih yang memuja, menyembah, dan takjub, karena mengingat kebesaran Allah dan kekecilan diri kita.

            Umat Israel Perjanjian Lama mengasihi Tuhan sebab Ia mengasihi mereka dan melepaskan mereka dari tawanan di Mesir. Orang Kristen mengasihi Tuhan sebab Ia mengasihi mereka dan membebaskan mereka dari tawanan dosa dan dari keabadian tanpa Allah yang tanpa Dia semua kita menuju ke akhir celaka itu.


Apakah hidupku kurang sukacita? Seberapa besar kasihku kepada Allah?

Tuhan, tunjukkanku hari lepas hari apa arti mengasihi-Mu dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan (Mrk. 12:30).

Dari Buku Bapa Surgawi Mengasihimu - karangan Dr. James I. Packer

Sabtu, 20 Agustus 2011

Berbagai Bentuk Inspirasi

Kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh. 1 Korintus 2:13


Inspirasi mengambil banyak bentuk psikologis. Di sini seperti juga dalam hal lain Allah memperlihatkan diri-Nya sebagai Allah atas keragaman. Bentuk dasar proses ini ialah inspirasi dualistik, di mana sepanjang proses tersebut sang penerima penyataan tetap sadar tentang perbedaan dirinya dan Allah. Inspirasi yang menghasilkan ujaran profetis Perjanjian lama, hukum Musa, dan visi apokaliptik dari Daniel dan Yohanes dalam Wahyu) tergolong jenis ini.

            Inspirasi lirik adalah inspirasi di mana tindakan menginspirasi dari Allah menyatu dengan, berkonsentrasi, meningkat, dan membentuk proses mental sang penulis puisi. Ini menghasilkan mazmur-mazmur, drama bersifat lirik dari kitab Ayub, Kidung Agung, dan banyak doa-doa agung yang tersebar dalam kitab-kitab sejarah.

            Dalam inspirasi organis, tindakan Allah menginspirasi bersatu dengan proses mental – seperti meneliti, menganalisis, merenung, menfafsir, menerapkan – seperti dari seorang guru, yang berusaha untuk menyuling dan meneruskan pengetahuan fakta dan berpikir benar tentang fakta-fakta itu. Jenis inspirasi ini menghasilkan buku-buku sejarah dalam kedua Perjanjian, surat rasul, Amsal, dan Pengkhotbah.

            Kita tidak dapat mencegah orang yang sama untuk menjadi penerima berbagai bentuk inspirasi ilahi berbeda dalam saat berbeda, dan tampaknya jelas bahwa semua ketiga hal tadi bergabung dalam derajat tertinggi dalam inspirasi Yesus sendiri.

   
Mengapa penting mengerti berbagai bentuk inspirasi?

Terima kasih Tuhan, bahwa Engkau memakai orang-orang yang unik dengan karunia pemberian Allah untuk mereka masing-masing menjadi agen penerima inspirasi ilahi Alkitab, Firman-Mu tertulis.

Dikutip dari Buku Bapa Surgawi Mengasihimu karangan Dr. James I. Packer

Jumat, 19 Agustus 2011

Penyataan Allah Kumulatif Adanya

Bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.
Matius 16:17


Karena Perjanjian baru lebih maju daripada Perjanjian Lama, bolehkah kita mengatakan bahwa penyataan bersifat “progresif”? Bergantung pada apa yang kita maksud dengan kata itu. Jika yang kita maksudkan ialah bahwa ujaran Perjanjian Lama Allah, secara keseluruhan dalam satu atau lain cara menunjuk ke kedatangan Anak-Nya, istilah itu dapat diterima. Tetapi banyak teolog liberal menggunakan “progresif” untuk mengungkapkan ide bahwa sejarah penyataan sesungguhnya adalah sejarah bagaimana pemikiran Israel tentang Allah berevolusi dari sesuatu yang primitif (ide tentang allah peperangan) menjadi lebih baik (Pencipta yang moral) sampai ke konsepsi bahwa Allah yang diajarkan Yesus adalah Bapa yang mengasihi; dan mereka membuat ide ini sedemikian rupa sampai menyiratkan bahwa orang Kristen tidak perlu memerhatikan lagi Perjanjian Lama, sebab semua ide yang dapat dipelajari tentang Allah telah tertampung lengkap dalam Perjanjian Baru, dan ide lainnya salah.

            Tetapi jelas itu tidak benar. Allah memang telah mengembangkan pengetahuan manusia tentang diri-Nya melalui proses penyataan, tetapi ide bahwa yang dinyatakan kemudian menentang dan membatalkan yang dinyatakan sebelumnya adalah salah. Demikian juga dampak pandangan itu yang membuat orang mengabaikan Perjanjian Lama. Penyataan Perjanjian Baru selalu bertumpu atas landasan Pesrjanjian Lama, dan mencabut fondasi sesudah struktur bangunan berdiri berarti menumbangkan struktur bangunan itu sendiri. Orang yang mengabaikan Perjanjian Lama tidak akan mendapat banyak dari Perjanjian Baru.

            Penyataan yang kemudian, jauh dari menentang apa yang telah datang sebelumnya, justru mengandaikan dan membangun di atasnya. Ide ini paling baik diungkapkan dengan menyebut penyataan sebagai kumulatif daripada progresif.


Dapatkah para orangtua belajar sesuatu dari penyataan Allah yang kumulatif kepada umat-Nya tentang cara mendidik anak?

Tuhan, tolong aku memelihara gambaran benar tentang Engkau dari penyataan-Mu.

Kamis, 18 Agustus 2011

Penyataan - Kata dan Aksi

Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-kepada orang Israel.
Mazmur 103:7


Ide bahwa hakikat penyataan bersifat komunikasi lisan tidak menyiratkan bahwa Allah adalah rabi di awang-awang yang pekerjaannya tidak lain dari duduk dan bicara. Yang sungguh tersirat adalah tidak ada peristiwa sejarah yang dalam dirinya dapat membuat Allah dikenal oleh semua orang kecuali Allah sendiri menyingkapkan artinya dan tempatnya dalam rencana-Nya. Peristiwa-peristiwa dalam penyelenggaraan ilahi boleh berfungsi mengingatkan kita secara kurang jelas bahwa Allah sedang bekerja, tetapi kaitannya (jika ada) dengan maksud penyelamatan-Nya tidak dapat diketahui sampai Ia sendiri memberitahukannya kepada kita. Tidak ada peristiwa apa pun yang sanggup menafsirkan dirinya sendiri.

            Contohnya, Keluaran hanya satu dari banyak perpindahan suku dalam sejarah. Kalvari hanya salah satu dari sekian banyak penghukuman mati oleh orang Romawi. Siapa dapat menduga tentang arti penyelamatan yang unik dari peristiwa- peristiwa ini jika Allah tidak memberitahukannya kepada kita?

            Dalam arti tertentu semua sejarah adalah kisahnya Allah, tetapi tidak satu pun yang menyatakan Dia kecuali Ia sendiri bicara kepada kita tentang itu. Penyataan Allah bukan melalui perbuatan tanpa perkataan (drama bisu) juga bukan seperti perkataan saja tanpa perbuatan. Allah bicara kepada kita melalui perbuatan atau, lebih alkitabiah, melalui perkataan yang diteguhkan dan digenapi oleh perbuatan. Fakta yang harus kita hadapi ialah bahwa jika tidak ada penyataan lisan, maka sama sekali tidak ada penyataan, tidak juga dalam kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus dari Nazaret.


Bagaimanakah Anda mengerti Mazmur 39:1-4 dalam terang yang dikatakan di atas? Apakah penyataan umum dan khusus adalah sejajar dengan anugerah umum dan khusus?

Tuhan, terima kasih atas perbuatan-Mu dalam hidupku dan perkataan-Mu yang Kau berikan untuk menolongku memiliki pandangan benar tentang perbuatan-Mu.

Rabu, 17 Agustus 2011

Penyataan - Lisan dan Pribadi


Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka.

Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.
Ibrani 13:7-8

Menerima penyataan Allah bukan semata soal duduk dan belajar doktrin. Tidak ada teolog modern yang dapat menegaskan hal itu lebih tegas daripada penulis Ibrani pasal 11 bahwa iman bukan ortodoksi belaka tetapi menaruh percaya secara eksistensial kepada Allah yang hidup. Bahkan, sebagaimana Ibrani 11:7-8, 11, 13 perlihatkan, percaya demikian hanya mungkin atas dasar komunikasi lisan dari Allah – yaitu perintah dan janji ilahi – yang dikenali sebagai datang dari Allah.

            Kepercayaan bahwa penyataan berhakikatkan komunikasi lisan dari surga tidak menentang identifikasi Perjanjian Baru tentang Yesus sebagai Firman Allah (Yoh. 1:1-14) yang menyatakan Bapa (Yoh. 1:18; 14:9). Bila ada yang mengeluarkan pendapat berbeda (memang ada yang berpendapat begitu) berarti berpendapat bahwa karena “Flying Scotsman” adalah nama lokomotif, nama itu tidak bisa juga menjadi nama sebuah kereta api. “Firman” (logos) menekankan ungkapan pemikiran dalam berpikir dan berbicara. Anak Allah disebut Firman karena dalam Dia pikiran, sifat, dan rencana Allah terungkap penuh. Penyataan Allah disebut juga Firman sebab ia merupakan ungkapan lisan berbentuk pemikiran yang mengandung Allah sebagai subyek dan sumbernya. Kata lisan memberi kesaksian kepada Firman pribadi dan memampukan kita untuk mengenal Firman pribadi sebagaimana adanya Ia, yang tidak mungkin terjadi dengan cara lain.

            Meskipun Ibrani mulai dengan memuliakan Anak Allah sebagai gambaran sempurna dari Bapa-Nya, tiga kali dari empat ungkapan “firman Allah” dipakai bukan untuk menekankan Kristus tetapi pesan ilahi tentang Dia (Ibr. 1:3; 4:12; 6:5; 13:7).


Pelajari semua rujukan kepada Firman Allah dalam surat Ibrani.
Bapa, atas semua arti Firman Allah – aku berterima kasih dengan segenap hatiku.

Selasa, 16 Agustus 2011

Tugas Nabi


Kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan… Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu.
Yeremia 1:7, 9.
 

Sifat tugas nabi dikristalkan dalam perkataan kepada Yeremia. Menaruh perkataan ke mulut seseorang lain berarti meminta ia memberitahu kepadanya apa tepatnya yang harus ia katakan. Itulah yang Allah buat dengan para nabi. Seperti yang berulang kali mereka katakan kepada kita, Firman Tuhan datang kepada mereka dan memberitahukan mereka apa yang harus mereka katakan kepada orang lain dalam Nama Allah.

            Amos memaparkan para nabi sebagai para pengantara penyataan dalam dua ayat berturutan (Am. 3:7, 8). “Sungguh, Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, para nabi. Singa telah mengaum, siapakah yang tidak takut?” Di sana para nabi adalah para pelihat dan pendengar, penerima penyataan. Lalu Amos berkata,  “Tuhan ALLAH telah berfirman, siapakah yang tidak bernubuat?” Di sana para nabi adalah pembicara dan pembawa pesan, yang didesak untuk mendeklarasikan rahasia yang Allah telah singkapkan kepadanya.

            Karena itu, pada intinya, para nabi adalah para pewarta awal dari Firman Allah, para agen manusia yang membuat pernyataannya didengar publik dan menyiarkannya kembali kepada umat yang kepadanya ia diutus. Tetapi karena rahasia Allah sering melibatkan juga rencana rahasia-Nya, termasuk artinya untuk tindakan di masa kini, para pewarta awal Firman Allah itu sering terkesan sebagai para peramal hal-hal yang akan datang. Begitulah ide bahwa para nabi adalah peramal bertemu.


Kenalkah Anda nabi modern – orang yang mengaplikasikan Firman Allah dalam Nama Allah kepada Anda dan orang lain? Apakah Anda berdoa agar para pengkhotbah masa kini boleh berperan nabi dalam arti tadi?

Berdoalah untuk para nabi yang terasing, dan tawar hati, yang Anda kenal.

Perkataan Profetis


Perkataan yang dinyatakan kepada Amos, salah seorang peternak domba dari Tekoa… Beginilah firman TUHAN.
Amos 1:1, 3


Tanda istimewa nubuat Perjanjian Lama ialah formula “Beginilah firman TUHAN” yang selalu mendahului pengucapannya. Formula itu memproklamirkan sumber dan otoritas pesan para nabi: ia memberitahukan dunia bahwa perkataan mereka harus didengar dan diterima sebagai pencanangan kerajaan dari Allah, dan bukan sekadar produk manusia saleh. Pesan profetis cocoknya dibandingkan bukan dengan editorial Kompas tetapi dengan pernyataan-pernyataan dari pihak istana.

            Lazimnya para nabi bicara atas nama pribadi Allah: “Aku” dalam ujaran mereka lebih sering daripada menyebut Yahweh sendiri. Psikologi dari inspirasi profetis, melibatkan faktor-faktor suara, visi, intuisi, dan perenungan, jelas misterius bagi kita yang tidak ikut mengalaminya. Tetapi kedua Perjanjian memberitahu kita bahwa inspirasi profetis, betapa pun misteriusnya, merupakan fakta yang terjadi berulang kali mulai dari Musa seterusnya dan inspirasi ini memiliki dampak definit dan khas. Inspirasi profetis lebih dari sekadar wawasan alami, bahkan lebih dari pencerahan rohani; inspirasi profetis adalah suatu proses unik di mana pewarta manusia ditarik ke dalam pengidentifikasian sedemikian sempurna dengan pesan yang telah Allah berikan kepadanya untuk disampaikan sampai yang ia katakan dapat dan harus diperlakukan sebagai sepenuhnya ilahi.

            Meskipun kuasa pemikiran dan keahlian nabi sendiri sepenuhnya dipakai dalam menyelami penyingkapan diri Allah dan dalam menyiapkan penyingkapan itu untuk publikasi (lisan atau tulisan), produk yang dihasilkan itu secara seragam dan tanpa salah adalah “Firman dari TUHAN.”


Dapatkah para pengkhotbah, penyuluh, dlsb. masa kini belajar sesuatu tentang metode, ketrampilan para nabi Perjanjian Lama?

Tuhan, tolong aku mengidentifikasi diri dengan pesan yang Engkau ingin aku sampaikan ke orang lain.

Minggu, 14 Agustus 2011

Hidup dalam Mazmur


Aku akan mengikuti petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab Engkau melapangkan hatiku.
Mazmur 119:32
 

Perlu sekitar dua puluh tahun untuk saya dapat mengerti mazmur-mazmur – sebagian karena di awal perjalanan Kristen saya, saya terlalu menekankan pentingnya pengertian benar. Dan tentu saja Mazmur-mazmur tidak berisikan analisis pengertian.

            Mazmur-mazmur berlompatan dari satu topik ke topik lain; sifatnya meditatif dan ungkapan seruan. Formatnya biasanya tidak mengikuti garis argumen ekspositori (seperti yang Paulus lakukan, misalnya). Ketika kita menyembah, kita tidak memusingkan argumen ekspositori. Dan ciri ini membuat saya sukar menempatkan diri pada gelombang yang sama.

            Kesulitan lain untuk saya ialah Mazmur begitu sederhana dan sangat menggebu-gebu. Kebanyakan kebudayaan kita, baik Kristen maupun sekular, mengkondisikan kita untuk tidak membolehkan ungkapan diri tanpa batas di hadapan Allah seperti yang Mazmur modelkan. Dan selama orang menganggap pemazmur semacam orang yang kurang beradab sebab mereka mengungkap diri mereka sedemikian penuh hati dan bahkan dengan kuat, ia akan merasa sukar menempatkan diri dalam Mazmur. Itu masalah saya dulu.

            Saya bersyukur bahwa sesudah beberapa waktu saya makin merasa serasi dengan Mazmur dan saya yakin memang seharusnya begitu. Hidup dalam mazmur menolong jiwa kecil berubah menjadi besar, dan hal itu harus semua kita dambakan.


Sebagai bagian dari saat teduh Anda dengan Allah, nyanyikan satu-dua mazmur yang telah dijadikan nyanyian; banyak lagu mazmur yang baik sekali untuk menyiapkan kita memasuki penyembahan.

Tuhan, besarkan pengertianku melalui bagian Firman-Mu ini.

Dikutip dari Buku: Bapa Surgawi Mengasihimu - karngan Dr. James I. Packer

Sabtu, 13 Agustus 2011

Tumbuh dalam Kekudusan

Kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar; karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Filipi 2:12-13


Penting sekali bahwa kita menyingkirkan segala suasana kesombongan dari pikiran kita yang sementara kita tumbuh dalam kekudusan mengusulkan bahwa kita tidak terlalu memerlukan pengudusan dari darah Kristus. Kita tak akan pernah terlalu berlebihan dalam kebutuhan kita akan darah Yesus. Konteks untuk pengudusan kita adalah pembenaran oleh darah Kristus.

            Sumber pengudusan kita ialah kesatuan dengan Kristus. Kita dipersatukan dengan-Nya pada titik di mana kehidupan kita yang pertama (hidup lama kita) berakhir dan kehidupan baru mulai. Permulaan hidup baru berarti pembaruan hati kita sehingga kini kita mengasihi Allah dan kehendak-nya, jalan-Nya, serta maksud-Nya, dan menemukan hasrat terdalam kita – yaitu mengenal, mengasihi, mendekat, melayani, menyukakan, dan memuji Dia sepanjang hari-hari kita. Panggilan untuk kudus hanyalah panggilan agar kita menjadi Kristen sewajarnya dan mengizinkan semua insting, impuls, kerinduan baru itu mengungkap diri dalam cara kita hidup.

            Agen pengudusan adalah Roh Kudus yang bekerja dalam kita untuk menciptakan kemauan dan tindakan sesuai perkenan baik Allah. Berulang kali kita harus berlutut dan mengakui ketidakberdayaan kita serta memohon untuk diberdayakan. Lalu, dengan memercayai bahwa Allah mendengar dan menjawab kita, kita harus bertindak, berusaha untuk melakukan hal yang telah kita minta dalam doa.

            Semua ini tidak semudah yang terdengar, sebab pengudusan adalah peperangan (Gal. 5:17). Kita tidak pernah mengarahkan hati kita sepenuhnya kepada perkara-perkara Allah, sehingga meskipun tindakan kita benar menurut standar eksternal, hati kita tidak sempurna benar. Pengudusan melibatkan pergumulan dan perjuangan sepanjang hidup.


Apakah hal yang darinya kita tumbuh dalam kekudusan? Apakah hal yang darinya tidak mungkin kita akan tumbuh?

Tuhan, aku sadar aku tidak boleh menyebut apa pun sebagai “pertumbuhan” jika membuatku menjauhi salib-Mu.

Dikutip dari buku Bapa Surgawi Mengasihimu karangan Dr. James I. Packer

Jumat, 12 Agustus 2011

Lemah Namun Penuh Kuasa


Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar.

Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.
1 Korintus 2:3-5


Paulus tahu bahwa ia akan terlihat bodoh di mata orang Korintus. Baiklah! Ia siap untuk itu. Ia akan mengandalkan Tuhan agar menghormati Firman-Nya. Ia memberitahu orang Korintus bahwa ia sengaja membelakangi kembang api filsafat dan oratorika, karena berketetapan hati untuk bicara gamblang dan sederhana serta memercayai Roh Kudus untuk mendemonstrasikan, mengukuhkan, dan mengotentikkan kebenaran ilahi pesan yang ia sampaikan. Ia memercayai kuasa Allah, bukan kecerdasannya sendiri.

            Memang Paulus merasa sedikit bodoh. Itulah tujuan kata lemah dan takut yang ia pakai. Menyadari bahwa ia akan mengecewakan orang Korintus karena tidak menyerasikan diri dengan kesombongan intelektual Yunani, ia merasa rentan dan bersiap dianggap aneh, dan itu membuatnya tidak nyaman. Namun demikian ia tidak surut. Ia tahu bahwa kesetiaan menuntutnya melakukan itu, dan ia tahu bahwa ia dapat menaruh percaya kepada Allah untuk menghormati kesetiaannya. Paulus melihat kepada Roh Kudus untuk mengabsahkan Firman.

            Roh bertindak sesuai yang Paulus harapkan. Hasilnya ialah gereja Korintus! Allah menghormati kesetiaan kepada kebenaran-Nya – kesetiaan baik kepada isi yang Ia berikan maupun pencerahan yang Roh berikan. Kini kita pun dipanggil untuk menyaksikan kesetiaan sejenis itu.

Apakah pesan Allah kepada Paulus: Jangan takut, bicaralah dan jangan diam; sebab Aku besertamu, dan tak seorang pun akan membahayakan hidupmu; sebab Aku memiliki banyak orang di kota ini (Kis. 18:9-10), juga pesan untuk Anda kini?

Tuhan, tolong aku untuk mendemonstrasikan dalam hidupku bahwa betapa pun lemah dan tak layak kami secara manusia, kami boleh dipenuhi kuasa Roh-Mu.

Rabu, 10 Agustus 2011

Pembentukan Yakub (2)

Sahut Yakub: "Aku tidak akan membiarkan engkau pergi, jika engkau tidak memberkati aku." Bertanyalah orang itu kepadanya: "Siapakah namamu?" Sahutnya: "Yakub." Lalu kata orang itu: "Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang." Kejadian 32:26-28


Ketika Yakub diberitahu bahwa Esau membawa pasukan bersenjata menuju dia untuk membalas berkat yang telah ia curi duapuluh tahun sebelumnya, ia terhempas dalam keputusasaan besar. Dan kini saat untuk Allah tiba. Malam itu, sementara Yakub berdiri sendirian di tepi sungai Yabok, Allah menjumpainya (Kej. 32:22-32). Terjadilah berjam-jam lamanya pergumulan berat dan menyakitkan; pergumulan rohani, dan untuk Yakub terkesan sebagai, juga jasmani.

            Yakub berpegang pada Allah; ia menginginkan berkat, yang meneguhkan perkenan dan perlindungan ilahi dalam krisis tersebut, tetapi ia tidak mendapatkan apa yang ia cari. Sebaliknya, ia makin menjadi sadar akan keadaan dirinya – amat tak berdaya dan tanpa Allah, sangat tak berpengharapan. Ia merasakan seluruh kegetiran dari cara-cara hidupnya yang tak bermoral dan sinis kini balik ke sangkarnya. Sejauh ini ia telah bertindak mengandalkan diri sendiri, percaya bahwa dirinya lebih hebat dari apa pun yang terjadi, tetapi kini ia merasa sama sekali tidak berdaya untuk mengendalikan segala yang terjadi. Dalam terang benderang membutakan Ia sadar, bahwa ia tidak akan berani lagi memercayai diri sendiri untuk mengurus kehidupannya dan mengukir destininya. Agar hal ini terang dan jelas untuk Yakub, Allah membuatnya pincang sebagai pengingat seterusnya tentang kelemahan rohaninya dan kebutuhannya untuk bersandar pada Allah selalu.

            Sifat kemenangan Yakub atas Allah tidak lain adalah ia berpegangan terus kepada Allah sementara Allah melemahkan dia dan menciptakan di dalamnya roh ketaklukan dan tidak lagi memercayai diri; bahwa ia sedemikian menginginkan berkat Allah sampai ia bergelantung pada Allah sepanjang pergumulan yang merendahkan dirinya itu sampai ia cukup rendah untuk Allah membangkitkannya.


Mengapa Allah harus merendahkan kita?

Apakah aku hidup oleh kecerdikanku atau oleh hikmat Allah?

Senin, 08 Agustus 2011

Pembentukan Yakub (1)


Kata Yakub kepada ayahnya: "Akulah Esau, anak sulungmu. Telah kulakukan, seperti yang bapa katakan kepadaku. Bangunlah, duduklah dan makanlah daging buruan masakanku ini, agar bapa memberkati aku."
Kejadian 27:19


Allah mengurus Yakub, cucu Abraham, dengan cara berbeda dari Ia menangani Abraham. Pertama, sekitar duapuluh tahun lamanya, Allah membiarkan Yakub menenun jejaring dusta yang rumit dengan banyak konsekuensi tak terhindari – saling tidak percaya, persahabatan berubah menjadi permusuhan, dan pengasingan diri sang pendusta. Konsekuensi dari kelicikan Yakub itu sendiri adalah hukuman Allah atasnya.

            Ketika Yakub mencuri hak dan berkat kesulungan Esau, Esau membencinya (wajar!), dan Yakub harus segera lari dari rumah. Ia pergi ke Laban, pamannya yang terbukti sama liciknya seperti Yakub sendiri. Laban memeras posisi Yakub dan mengakalinya untuk tidak saja mengawini putrinya yang cantik yang Yakub inginkan, tetapi juga yang sederhana dengan mata jelek, yang jika tidak demikian mungkin akan susah untuk beroleh suami yang baik.

            Pengalaman Yakub dengan Laban adalah kasus penipu tertipu; Allah menggunakan itu untuk menunjukkan kepada Yakub apa rasanya menjadi orang yang ditipu – sesuatu yang harus Yakub pelajari jika ia ingin putus cinta dengan jalan hidupnya yang lama. Namun demikian Yakub belum lagi sembuh. Reaksi langsungnya adalah memberi gayung bersambut; ia memanipulasi pengembang-biakan domba-domba Laban sedemikian cerdiknya, sampai ia mendapat untung sangat banyak dan kerugian besar pada majikannya, dan ini membuat Laban marah, lalu Yakub berpikir lebih baik ia pergi dengan keluarganya ke Kanaan sebelum pembalasan dendam mulai. Allah yang sedemikian jauh tidak pernah menegur ketidakjujuran Yakub, mendorong dia untuk pergi, sebab Ia tahu apa yang akan Ia lakukan kepadanya sebelum perjalanan tiba di tujuan.
 

Tengok kembali perlakuan Allah kepada Anda, dengan mengingat saat ketika Ia membiarkan Anda memilih jalan sendiri dan kemudian Anda harus “mencicipi” hal yang Anda “buang.”

Bapa, terima kasih Engkau sabar sementara aku jatuh bangun dalam belajar dari-Mu.

Sabtu, 06 Agustus 2011

Melatih Iman

Sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu."
Roma 4:18


Kehidupan Abraham adalah gambaran dari apa sebenarnya iman yang sejati. Dalam kebergantungannya yang kuat dan memuliakan Allah kepada janji ilahi – dalam hal ini janji bahwa ia akan mendapatkan anak pewaris – ia adalah teladan dan pola untuk iman yang membenarkan yang oleh injil kita diminta untuk melakukannya (Rm. 4:18-22).

            Contoh lain dalam Perjanjian Baru tentang iman dalam tindakan ada dalam kitab Ibrani. Penulisnya berusaha menstabilkan orang beriman yang sedang mengalami masalah dan perhatiannya disimpangkan. Ia menulis: hendaklah kalian puas dengan apa yang ada padamu. Sebab Allah sudah berkata, "Aku tidak akan membiarkan atau akan meninggalkan engkau." Sebab itu kita berani berkata, "Tuhan adalah Penolongku, aku tidak takut. Apa yang dapat manusia lakukan terhadapku?" (Ibr. 13:5-6 IBIS).

            Allah telah berfirman dalam perkataan janji alkitabiah; kita merespons dengan jalan mengambil janji, memercayainya, bertumpu atasnya, dan menyesuaikan pandangan kita tentang hidup sesuai dengannya. Itulah iman; itulah arti berdiri atas janji-janji Allah.


Apakah aku melatih diri merespons janji-janji Allah dalam cara yang diusulkan di atas? Bagaimana aku dapat menerima, memercayai, bertumpu pada, dan menyesuaikan diri kepada janji Allah?

Tuhan, inilah kebutuhanku… dan inilah janji-Mu…

Jumat, 05 Agustus 2011

Hukum dalam Hati

"Taurat Allahnya ada di dalam hatinya, langkah-langkahnya tidak goyah. "
(Mazmur 37:31).

Tempatkan hukum taurat dalam hati, maka keseluruhan manusia menjadi benar. Inilah tempat di mana taurat harus ada; sebab dengan demikian ia terletak, bagaikan meja sajian dalam kemah sebahyang, di tempat ia seharusnya ada. Di dalam kepala ia menimbulkan tanda tanya, di bahu ia membebani, di hati ia menopang.

Perhatikan pilihan kata yang dipakai di sini, “taurat Allahnya!” Ketika kita mengenal TUHAN sebagai Allah kita sendiri taurat menjadi kemerdekaan bagi kita. Allah beserta kita dalam perjanjian membuat kita berhasrat untuk menaati kehendakNya dan berjalan dalam printahNya. Apakah aturan ini aturan Bapa saya? Maka saya bersuka di dalamnya.

Kita di sini dijamin bahwa manusia yang berhati taat akan ditopang dalam setiap langkah yang ia ambil. Ia akan melakukan hal yang benar, dan sebab itu melakukan yang bijak. Tindakan kudus selalu adalah tindakan yang paling berhikmat, meski saat ia dilakukan bisa terkesan tidak demikian. Kita berjalan sepanjang jalan raya pemeliharaan dan anugerah Allah ketika kita tetap dalam jalan tauratNya. Firman Allah tak pernah salah memimpin seorang jiwa pun; arahannya yang jelas agar kita berjalan dengan rendah hati, adil, mengasihi, dan takut akan TUHAN, selalu merupakan kata-kata hikmat untuk membuat jalan kita berhasil sebagai aturan kekudusan yang membuat jubat kita bersih. Ia yang berjalan benar, berjalan pasti.

Dari Faith's Checklist oleh Charles H. Spurgeon

Kamis, 04 Agustus 2011

Berkat dan Perlindungan dari Imam Besar Agung

“TUHAN memberkati engkau, dan menjagai engkau”

(Bilangan 6:24)


Bagian pertama berkat imam besar ini pada intinya adalah sebuah janji. Berkat yang diucapkan Imam Besar Agung kita pasti akan terjadi, sebab Ia mengutarakan pikiran Allah.

Betapa sukacita boleh diam di bawah berkat ilahi! Hal ini membubuhi perkenan anugerah ke dalam segala hal. Jika kita diberkati, maka semua milik dan hal yang kita nikmati diberkati; ya, kehilangan dan salib dan kekececewaan kita pun diberkati. Berkat Allah itu dalam, empatis, berdampak. Berkat dari manusia bisa hanya mulai dan berakhir dalam kata-kata, tetapi berkat TUHAN membuat orang melimpah dan menguduskan. Yang terbaik yang dapat kita harapkan untuk sahabat terdekat kita bukan “kiranya kemakmuran melawat Anda,” tetapi “TUHAN memberkati engkau.”

Boleh dilindungi oleh Allah pun sama merupakan hal yang menyukakan; dipelihara olehNya, dibuat dekat denganNya, dipelihara dalam Dia. Mereka yang dilindungi Allah sungguh terlindung hidupNya; mereka terpelihara dari kejahatan; mereka diuntukkan bagi kebahagiaan tanpa batasan. Pemeliharaan Allah beriringan dengan berkatNya, untuk menciptakannya lalu membuatnya menetap.

Kiranya kekayaan, keindahan, kepastian yang terkandung dalam janji ini menjadi kerinduan, nafas doa, dan kenyataan kita hari lepas hari.

Pembentukan Abraham (2)


Katanya: "Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata sekali lagi
Kejadian 18:30

Dari seorang manusia dunia ini, Abraham berubah menjadi manusia Allah. Terkadang kelemahan lamanya muncul kembali, tetapi bersamanya muncul keanggunan baru dan kemandirian, hasil dari pengembangan kebiasaan Abraham berjalan dengan Allah. Kita juga menemukan dalam dirinya kelembutan baru ketika ia menolak untuk mengklaim keutamaan dirinya atas Lot keponakannya (Kej. 13:8-13), dan keberanian baru ketika ia berangkat hanya dengan tiga ratus orang untuk membebaskan Lot dari kekuatan gabungan empat raja-raja (14:14-16). Kita melihat suatu harkat baru sebagaimana ia menolak untuk mengambil rampasan, agar orang tidak berpikir bahwa raja Sodom, dan bukan Allah Yang Mahatinggi, yang telah membuat ia menjadi kaya (14:17-24). Kita menyaksikan kesabaran baru, dengan ia menanti kelahiran keturunan yang akan menjadi pewarisnya, seperempat abad lamanya, dari usia tujuhpuluh lima sampai seratus tahun (12:4; 21:5).

            Kita melihat ia menjadi seorang pendoa, seorang pensyafaat yang gigih yang memikul beban tanggungjawab di hadapan Allah demi kesejahteraan pihak lain (18:23-33). Di akhir ia sedemikian tuntas membaktikan diri kepada kehendak Allah, dan sedemikian yakin bahwa Allah tahu apa yang ia lakukan, sampai ia bersedia (karena perintah Allah) untuk membunuh anaknya sendiri, pewaris yang kelahirannya ia nantikan sedemikian lama (22:1-19). Betapa berhikmat Allah telah mengajar Abraham! Dan betapa baik Abraham telah menerima pelajaran dari Allah.

Pikirkan seseorang dalam Alkitab atau yang Anda kenal yang Anda percaya “berjalan dengan Allah” atau “sahabat Allah.” Apa ciri orang itu sampai Anda menyimpulkan demikian?

Tuhan, apakah arti praktis “berjalan dengan-Mu” dan “menjadi sahabat-Mu” ini kini untukku?

Rabu, 03 Agustus 2011

Katakan Yang Ia Ajarkan

“Oleh sebab itu pergilah, dan Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kau katakan” (Kel. 4:12).

Kebanyakan pelayan TUHAN yang sejati lambat bicara, dan ketika diminta untuk bicara demi TUHANnya, ia mengalami keraguan jangan sampai ia merusakkan hal yang baik karena nasihatnya yang tidak baik. Dalam kasus sedemikian baik diingat bahwa TUHAN yang menciptakan lidah itu sedemikian lambat, dan kita harus hati-hati agar tidak menyalahkan pencipta kita. barangkali lidah yang lambat bukan kesalahan besar dibanding yang cepat, dan sedikit perkataan mungkin menjadi berkat lebih besar dibanding banjir kata-kata. Juga pasti bahwa kuasa yang menyelamatkan tidak terletak dalam retorika manusia, dengan kiasan, frasa cantik, dan peparan agung. Kurang fasih tidak sebesar kekurangan yang dikesankannya.

Jika Allah menyertai lidah kita, dan pikiran kita, kita harusnya memiliki sesuatu yang lebih baik daripada gong berkumandang atau canang gemerincing kefasihan persuasi. Ajaran Allah adalah hikmat; hadiratNya adalah kuasa. Firaun memiliki banyak alasan untuk takut terhadap Musa yang terbata-bata daripada semua yang paling mahir bicara di seluruh Mesir; sebab apa yang Musa katakan mengandung kuasa di dalamnya; ia bicara tentang malapetaka dan bencana maut. Jika TUHAN beserta kita dalam kelemahan alami kita kita akan diikatpinggangi dengan kuasa supernatural. Karena itu, mari kita bicara untuk Yesus dengan terus terang, sebagaimana seharusnya kita bicara.

Pembentukan Abraham (1)

God appears to Abraham

Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar. Kejadian 15:1


Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela.

Kejadian 17:1


Abraham sanggup melakukan penipuan usang berulang kali yang sesungguhnya membahayakan kemurnian istrinya. Dengan pembawaan lemah keberanian moral, ia hanya memikirkan keamanan pribadinya sendiri. Juga, ia rentan pada tekanan. Atas desakan istrinya, ia menghasilkan anak dari Hagar, budak istrinya, dan ketika Sarah bereaksi kepada kesombongan Hagar dengan tuduhannya, ia mengizinkan Sarah mengusir Hagar dari rumah (Kej. 12:10-20; 20:1-18; 16:1-16).

Jadi jelas, Abraham bukan orang yang berprinsip kuat dan kepekaannya akan tanggungjawab pun kurang. Tetapi Allah dalam hikmat mengurus sosok santai, tidak heroik ini sampai ia tidak saja menjadi setia menggenapi peran yang telah ditetapkan untuknya di panggung sejarah gereja sebagai pionir penakluk Kanaan, penerima pertama perjanjian Allah, dan bapa dari Ishak, anak mukjizat, tetapi juga menjadi seorang manusia yang baru.

Hal yang Abraham sangat perlukan ialah belajar untuk hidup dalam hadirat Allah, dengan melihat semua aspek kehidupan berelasi dengan-Nya, dan Dia saja, sebagai komandan, pembela, pemberi pahala. Inilah pelajaran penting yang dalam hikmat-Nya Allah konsentrasikan untuk mengajar Abraham. Berulang-ulang Allah mengkonfrontasi Abraham, dan dengan begitu Ia memimpin Abraham ke titik di mana hatinya dapat berkata dengan pemazmur, “Siapa yang kumiliki di surga kecuali Engkau? Selain Engkau tak ada yang kuinginkan di bumi. Sekalipun jiwa ragaku menjadi lemah, Engkaulah kekuatanku, ya Allah; Engkaulah segala yang kumiliki untuk selama-lamanya” (Mzm. 73:25-26).

Selasa, 02 Agustus 2011

Doa bagi Keturunan Sesuai Janji Allah

 

Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu. (Kejadian 17:7).

O TUHAN, Engkau telah membuat perjanjian denganku, hambaMu, dalam Kristus Yesus TUHANku, dan kini, aku memohon kepadaMu, kiranya anak-anakku termasuk dalam penyelenggaraan anugerahMu. Izinkan aku memercayai janji ini dibuat untukku seperti juga untuk Abraham. Aku tidak memohon apa pun atas dasar hal jasmani, sebab aku tahu bahwa “apa yang lahir dari daging adalah daging” dan tidak lebih. TUHAN, buatlah mereka lahir di bawah perjanjian anugerahMu oleh RohMu!

Aku berdoa untuk keturunanku seterusnya dari generasi ke generasi. Kiranya Engkau Allah mereka sebagamana Allahku. Kehormatanku tertinggi ialah Engkau telah mengizinkan aku melayaniMu; kiranya keturunanku melayani Engkau di tahun-tahun mendatang. O Allah Abaham, jadilah Engkau Allah Ishaknya! O Allah Hana, terimalah Samuelnya!

Jika, TUHAN, Engkau telah memperkenan aku dalam keluargaku, aku berdoa Engkau mengingat isi keluarga umatMu yang masih belum dalam berkatMu. Jadilah Allah atas semua keluarga-keluarga Israel. Jangan ada satu pun dari mereka yang takut akan namaMu tergoda dengan isi keluarga yang tak mengenal Allah dan jahat. Demi PutraMu Yesus Kristus, Amin.


Dari Faith’s Checkbook – C. H. Spurgeon