Jumat, 16 Maret 2012

Yesus fakta atau Yesus fiktif?

Di Amerika, klaim-klaim liar tentang Yesus masih mengisi halaman depan berita: misalnya, barangkali Ia tidak pernah sungguh mengatakan atau melakukan apa yang dikatakan dalam injil-injil, barangkali Ia menikah, barangkali Ia tidak menganggap diri-Nya Putra Allah, dan seterusnya. Orang menulis novel-novel dan karya fiksi sejarah lainnya yang plotnya merupakan tafsiran model taman impian tentang Dia; misalnya, The Da Vinci Code oleh Dan Brown, yang menyatakan (antara lain) bahwa Yesus menikahi Maria Magdalena dan menjadi ayah dari seorang anak. Popularitas luar biasa yang dicapai buku itu bukan hanya karena buku itu adalah kisah tegang yang ditulis dengan cerdas. Ada banyak yang seperti itu. Sesuatu tentang Yesus, dan peluang bahwa mungkin ada sesuatu yang lebih tentang diri-Nya dari yang selama ini kita sadari, masih membangunkan banyak kemungkinan dan prospek baru pada jutaan orang.

            Alasan dari semua ini ialah bahwa, seperti semua tokoh sejarah, Yesus terbuka bagi penafsiran ulang. Orang menuliskan biografi revisionis Winston Churchill, yang tentangnya kita memiliki amat banyak data pendukung; atau tentang Aleksander Agung yang data tentangnya jauh lebih sedikit. Sesungguhnya, semakin banyak data kita miliki, semakin banyak cara untuk menginterpretasikannya, dan semakin banyak dugaan-dugaan yang baik yang dapat kita buat untuk mengisi kekosongan yang ada. Jadi, entah kita melihat ke tokoh masa kini yang tentangnya kita memiliki terlalu banyak informasi, atau ke tokoh kuno dengan hanya sedikit data, sejarawan selalu punya banyak pekerjaan untuk dilakukan.

            Yesus bahkan memiliki sesuatu dari kedua hal itu, bahkan lebih. Jelas kita memiliki jauh lebih sedikit bahan tentang Dia dibanding dengan, katakanlah Churchill atau John F. Kennedy. Tetapi kita tahu lebih banyak hal tentang Yesus daripada tentang kebanyakan orang dalam dunia kuno – katakanlah, Tiberius, kaisar Roma saat kematian Yesus, atau Herodes Antipas penguasa Yahudi di masa yang sama. Bahkan, kita memiliki begitu banyak ucapan yang dihubungkan dengan Yesus, begitu banyak tindakan yang dikatakan telah Ia lakukan, sampai-sampai kita memiliki terlalu banyak pilihan, dan penelaahan sesingkat seperti pasal ini dan pasal berikutnya hanya dapat menyentuh sedikit saja dari semua itu. Tetapi pada saat yang sama ada banyak kesenjangan menarik, tidak saja tentang sebagian besar masa awal kehidupan-Nya tetapi juga tentang beberapa hal yang para penulis biografi masa kini biasanya tertarik untuk mengetahuinya. Tidak seorang pun memberitahu kita bagaimana rupa-Nya, atau apa makan pagi-Nya. Lebih penting lagi, tidak seorang pun memberitahu kita bagaimana Ia membaca Kitab Suci, atau – di samping kilas singkat yang ada – bagaimana Ia berdoa. Maka triknya ialah, kita perlu mengerti dunia Yesus, dunia Timur Tengah abad pertama yang rumit dan berbahaya itu sedemikian rupa, sehingga kita dapat membuat cerita yang historis, personal dan teologis tentang apa yang Ia berusaha lakukan, dan apa yang Ia percayai sebagai panggilan untuk diwujudkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar