Kamis, 19 Oktober 2017

Upaya Rekonsiliasi

Yakub melanjutkan perjalanannya, lalu bertemulah malaikat-malaikat Allah dengan dia. Ketika Yakub melihat mereka, berkatalah ia: "Ini bala tentara Allah." Sebab itu dinamainyalah tempat itu Mahanaim. Sesudah itu Yakub menyuruh utusannya berjalan lebih dahulu mendapatkan Esau, kakaknya, ke tanah Seir, daerah Edom. Ia memerintahkan kepada mereka: "Beginilah kamu katakan kepada tuanku, kepada Esau: Beginilah kata hambamu Yakub: Aku telah tinggal pada Laban sebagai orang asing dan diam di situ selama ini. Aku telah mempunyai lembu sapi, keledai dan kambing domba, budak laki-laki dan perempuan, dan aku menyuruh memberitahukan hal ini kepada tuanku, supaya aku mendapat kasihmu." Kemudian pulanglah para utusan itu kepada Yakub dan berkata: "Kami telah sampai kepada kakakmu, kepada Esau, dan iapun sedang di jalan menemui engkau, diiringi oleh empat ratus orang." Lalu sangat takutlah Yakub dan merasa sesak hati; maka dibaginyalah orang-orangnya yang bersama-sama dengan dia, kambing dombanya, lembu sapi dan untanya menjadi dua pasukan. Sebab pikirnya: "Jika Esau datang menyerang pasukan yang satu, sehingga terpukul kalah, maka pasukan yang tinggal akan terluput." Kemudian berkatalah Yakub: "Ya Allah nenekku Abraham dan Allah ayahku Ishak, ya TUHAN, yang telah berfirman kepadaku: Pulanglah ke negerimu serta kepada sanak saudaramu dan Aku akan berbuat baik kepadamu-- sekali-kali aku tidak layak untuk menerima segala kasih dan kesetiaan yang Engkau tunjukkan kepada hamba-Mu ini, sebab aku membawa hanya tongkatku ini waktu aku menyeberangi sungai Yordan ini, tetapi sekarang telah menjadi dua pasukan. Lepaskanlah kiranya aku dari tangan kakakku, dari tangan Esau, sebab aku takut kepadanya, jangan-jangan ia datang membunuh aku, juga ibu-ibu dengan anak-anaknya. Bukankah Engkau telah berfirman: Tentu Aku akan berbuat baik kepadamu dan menjadikan keturunanmu sebagai pasir di laut, yang karena banyaknya tidak dapat dihitung." Lalu bermalamlah ia di sana pada malam itu. Kemudian diambilnyalah dari apa yang ada padanya suatu persembahan untuk Esau, kakaknya, yaitu dua ratus kambing betina dan dua puluh kambing jantan, dua ratus domba betina dan dua puluh domba jantan, tiga puluh unta yang sedang menyusui beserta anak-anaknya, empat puluh lembu betina dan sepuluh lembu jantan, dua puluh keledai betina dan sepuluh keledai jantan. Diserahkannyalah semuanya itu kepada budak-budaknya untuk dijaga, tiap-tiap kumpulan tersendiri, dan ia berkata kepada mereka: "Berjalanlah kamu lebih dahulu dan jagalah supaya ada jarak antara kumpulan yang satu dengan kumpulan yang lain." Diperintahkannyalah kepada yang paling di muka: "Apabila Esau, kakakku, bertemu dengan engkau dan bertanya kepadamu: Siapakah tuanmu? dan ke manakah engkau pergi? dan milik siapakah ternak yang di depanmu itu? -- jawablah: milik hambamu Yakub; inilah persembahan yang dikirim kepada tuanku Esau, dan Yakub sendiripun ada di belakang kami." Begitulah diperintahkannya baik kepada yang kedua maupun kepada yang ketiga dan kepada sekalian orang yang berjalan menggiring kumpulan hewan itu, katanya: "Seperti perkataanku tadilah kamu katakan kepada Esau, apabila kamu berjumpa dengan dia; dan kamu harus mengatakan juga: Hambamu Yakub sendiri ada di belakang kami." Sebab pikir Yakub: "Baiklah aku mendamaikan hatinya dengan persembahan yang diantarkan lebih dahulu, kemudian barulah aku akan melihat mukanya; mungkin ia akan menerima aku dengan baik." Jadi persembahan itu diantarkan lebih dahulu, tetapi ia sendiri bermalam pada malam itu di tempat perkemahannya. -- Kejadian 32:1-21

Yakub pulang ke kampung halamannya, Kanaan perjanjian Allah kepada kakek dan bapaknya, yang juga tanah warisnya. Perjalanan pulang yang seharusnya membangkitkan kesukaan besar, namun tidak demikian bagi Yakub. Ini bukan perjalanan mudah baginya, sebab perjalanan itu juga merupakan perjalanan balik menghadapi masalah yang pernah ia timbulkan terhadap Esau. Benar ia mendapatkan warisan, namun dengan meninggalkan luka pada pihak lain. Kini ia harus menghadapi segala konsekuensi penipuan yang ia lakukan terhadap kakaknya itu.
Sebelum “sambutan” kakaknya yang membuat Yakub gentar dan cemas, ia disambut sepasukan malaikat di Mahanaim (1-2). Ini tentu memberikan penghiburan dan penguatan sangat berarti bagi Yakub. Tidakkah berarti pasukan Allah terus mengitari Yakub dari Betel-Haran-dan kini sampai ke Mahanaim juga? Mahanaim berarti dua kemah, sebab di samping kemah Yakub ada kemah lain yaitu kemah pasukan malaikat yang menjumpai dia. Ini pasti memberanikan dia dan rombongannya mendekat ke tempat Esau di Seir, Edom. Kalau dulu ia melarikan diri kini ia mencari Esau. Satu lagi perubahan besar terjadi dalam sikap Yakub. 
Sebelum memasuki Kanaan tanah perjanjian yang sudah menjadi hak warisnya, ia harus lebih dulu mengupayakan rekonsiliasi dengan orang yang pernah ia tipu. Yakub mengirim utusan dengan salam dan kabar darinya untuk Esau. Ia membahasakan diri merendah sebagai “hamba” Esau. Ia membawa banyak kekayaan melalui perjuangan berat, bukan melalui penipuan (4, 5). Pesan tersebut menyiratkan bahwa ia telah berubah, bukan lagi Yakub yang dulu. Ia siap berdamai dalam posisi sebagai hamba. Sayang pesan Yakub disambut dengan berita bahwa Esau dengan pasukan perangnya mendatangi Yakub. 
Apa daya Yakub? Ia berdoa. Ia kini mengakui bahwa ia pulang karena menaati firman Allah. Ia berterima kasih untuk segala berkat-Nya. Ia masih menyebut Allah sebagai Allah kakek dan ayahnya, belum Allah pribadinya namun ungkapan TUHAN sebagai yang hidup dan yang sumber perjanjian pertama kali keluar dari bibir Yakub. Kepada YHWH ini Ia mengakui ketidaklayakannya beroleh semua berkat-Nya. Ia mengakui juga ketakutannya kepada Esau, dan memohon agar diluputkan (9-12). 
Sesudah berdoa ia mengatur untuk mengirimkan iring-iringan pemberian untuk Esau, sejumlah 580 ekor ternak. Dengan 580 ekor ternak itu Yakub berharap dapat mendamaikan Esau yang telah dirugikannya. Masih terlihat pola pikir "tukar-guling" dalam diri Yakub -- dulu ia merebut hak kesulungan dengan semangkuk sup kacang merah dan semangkuk sup kambing piaraan, kini ia seolah ingin membayar utang moralnya kepada Esau dengan 580 ternak tersebut. Ia masih berpikir rekonsiliasi bisa dicapainya dengan tebusan hasil strategi trik otak lihainya sendiri.
Adakah pihak di masa lalu kita yang kita perlu berdamai? Sudahkah anugerah dari Yesus mendamaikan kita dengan masa lalu kita? Sungguhkah kita bergantung penuh pada nilai tebusan dalam darah Yesus sebagai daya pendamai semua ketidakberesan hidup kita? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar