Rabu, 10 Januari 2018

Jaridiri Umat Allah

Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan. -- 1 Petrus 2:9-10

Sejak di pasal 1 kita melihat Petrus memakai beragam penggambaran untuk orang percaya. Penggambaran di pasal 1 lebih berkait dengan berbagai tindakan penyelamatan Allah atas orang percaya -- pilihan, pecikan darah Yesus, dilahirkan baru oleh kebangkitan-Nya, dimasukkan ke dalam pengharapan yang hidup akan warisan kekal, dimurnikan oleh api pencobaan dan kesukaran, dst. Dalam nas ini pengambaran beralih ke sesuatu yang lebih dinamis dan bersifat sosial. Orang percaya disebut sebagai 1) bangsa yang terpilih, 2) imamat yang rajani, 3) bangsa yang kudus, 4) umat kepunyaan Allah sendiri, dengan tujuan hakiki keberadaan itu ialah 5) untuk memberitakan keajaiban-keajaiban Allah. Dari sini boleh kita tarik beberapa pemaknaan relevan untuk kita orang percaya masa kini:
Pertama, kita perlu memiliki jatidiri keimanan yang sedemikian kuat sampai berpengaruh sangat jelas ke perilaku keseharian kita. Di ayat-ayat sebelum ini Petrus mengkontraskan antara Yesus yang mulia yang menjadi batu penjuru bagi orang percaya dari mereka yang karena tidak taat (percaya) kepada Yesus Kristus mengalami Dia sebagai batu sandungan dan batu penghancur. Orang percaya perlu memiliki kesadaran kontras mengakar bahwa pengorbanan Yesus Kristus, sikap Allah Bapa dan operasi Roh Kudus membuat kita beda, tidak sama, lain dari orang yang di luar anugerah. Ini harus kita pelihara benar mengingat tekanan atau godaan untuk pluralis-toleran yang kompromis begitu kuat zaman ini.
Kedua, kesan jatidiri dan perilaku berbeda ini membuat kita takjub akan apa yang sesungguhnya terjadi dalam hati Allah sehingga dari jutaan galaksi, milyaran tata surya, infinit jumlah keseluruhan partikel, satelit, planet, bintang di angkasa raya, dari begitu banyak makhluk rasional-spiritual seperti kerub, serafim, malaikat, dlsb. demi manusia yang lemah, berontak, tidak layak ini Ia rela sampai datang, menjadi sama, berkorban sampai mati. Ini bukan sesuatu yang boleh kita terima seenaknya, tetapi perlu menarik kita ke upaya merenungkan kedahsyatan kasih Allah dalam Yesus Kristus kendati itu sesuatu yang tidak terselami (bdk. Efesus 3:19, sampai kasih itu menjadi kekuatan besar dalam dorongan pengabdian kita kepada-Nya (bdk. 2 Kor. 5:14).
Ketiga, hasil nyata kesadaran akan keterpilihan kita, akan pengorbanan Yesus Kristus, akan berbagai berkat rohani-ilahi-kekal yang kita terima, membawa kita kepada ketakjuban akan keajaiban-keajaiban, atau kebajikan-kebajikan, atau kemuliaan-kemuliaan Allah -- sukar mencari kata padanan yang tepat -- yaitu beragam sifat, sikap dan tindakan Allah kepada kita yang lahir dari dalam interaksi kekal tak terselami antar tiga pribadi Tritunggal. Sampai di sini, kita hanya dapat menyaksikan dengan ketakjuban nyata -- segala puji, hormat, kemuliaan adalah punya-Nya, untuk-Nya kekal selama-lamanya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar