Jumat, 23 Maret 2018

Mengingat-ingat Tuhan dalam sengsara kita

Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel. Kepada-Mu nenek moyang kami percaya; mereka percaya, dan Engkau meluputkan mereka. Kepada-Mu mereka berseru-seru, dan mereka terluput; kepada-Mu mereka percaya, dan mereka tidak mendapat malu.  -- Mazmur 22:4-6

Si penanggung sengsara ini kini menyebutkan tentang sifat YHWH sebagai yang kudus -- murni, tidak bercela, sama sekali beda dari ilah yang mati dan keji -- dan yang bersemayam di atas puji-pujian Israel, Ia juga menyebutkan tentang leluhurnya -- surut jauh sampai ke Abraham-Ishak-Yakub, bahkan kepada semua sebelum para leluhur Israel seperti Nuh yang dengan berseru-seru kepada YHWH menerima keluputan dan percayanya tidak dipermalukan.
Jelas ini merupakan pernyataan iman. Namun apa fungsi atau tujuan pernyataan iman ini dalam teriakan ratapan si penanggung sengsara? Ia sedang mengingatkan Tuhankah, supaya Tuhan sungguh bertindak sebagaimana yang ia imani selama ini? Atau, ia sedang mengingatkan diri sendiri bahwa dalam penderitaan mengalami Allah jauh, tidak mendengar bahkan seakan menolak dia, sesungguh-sejatinya Allah adalah kudus, beranugerah sedemikian besar hingga bersedia menyatakan hadirat-Nya di Bait dan menerima korban syukur umat yang menyembah Dia. Untuk apa ia mengingat tradisi panjang kepercayaan dan penyembahan umat yang di dalamnya ia terhisab? Sekali lagi, untuk menggugat atau menggugah YHWH-kah, atau untuk mengakarkan lebih dalam keterikatan dirinya dengan sejarah panjang kesetiaan umat dan Tuhan?
Umumnya tatkala kita mengalami beratnya tekanan hidup pemandangan batin kita akan sifat-sifat Allah menjadi keruh juga keyakinan kita akan kesungguhan kisah-kisah iman kaum percaya sebelum kita goyah melemah. Kita anggap ini manusiawi dan wajar tetapi sesungguhnya itu berbahaya bagi kelangsungan dan kesehatan iman percaya kita. Entah awal dari nas ini adalah "Padahal," "Namun," atau "Tetapi" -- yang jelas ini adalah pergumulan untuk memperdalam iman bukan untuk mencabut dan membuang iman. Dalam segala bentuk sengsara-derita-azab hidup ini ingatkanlah TUHAN dan diri kita sendiri bahwa Ia sungguh kudus adanya dan dapat dipercaya, tautkanlah diri kita ke iring-iringan orang beriman yang sungguh mengalami benar dan tepatnya beriman, memuji, menaati, mencari kelepasan dari Dia saja dan bukan goyah mencari fondasi hidup lain. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar