Jumat, 22 April 2011

Bagaimana Mungkin, Salib adalah Kemuliaan Allah?

Di sinilah, lebih atau kurang, rangkaian penuh penggambaran tentang Penderitaan oleh Yohanes. Benih gandum harus jatuh ke tanah dan mati. Inilah “saat” yang telah Yesus nantikan: kematian-Nya tidak akan menjadi suatu kecelakaan menyedihkan yang mempersingkat karir yang menjanjikan, tetapi merupakan puncak dan tujuan dari seluruh karya-Nya. Dalam tindakan itu Allah akan mempermuliakan nama-Nya. Dan, dengan “ditinggikan” – dalam artian dimuliakan, disalibkan itu – Yesus akan menarik semua orang kepada-Nya. Bagaimana tidak mungkin, jika sungguh salib adalah penyataan sejati Allah yang sejati, dan jika yang kita lihat dalam penyataan itu adalah wajah kasih?
            Jadi: “tanda” menunjuk ke penciptaan baru melalui salib; “peninggian” Yesus menekankan bahwa salib sendiri adalah saat kemuliaan, saat ketika kasih yang berdaulat berjumpa dunia dalam derita dan meraih derita itu kepada diri-Nya. Ini menyiapkan kita untuk tema ketiga, yang mempersatukan semuanya.
            Anehnya, salah satu dari sedikit kisah yang Yohanes ceritakan bersama injil-injil lain, ia tempatkan dekat bagian awal sementara para penulis lain menempatkannya menjelang akhir (2:13-22). Yesus datang ke Bait di Yerusalem dan mengusir para pedagang dengan cambuk tali. Orang-orang Yudea bertanya: “Tanda apa yang dapat Kau buat untuk menyatakan hak-Mu melakukan ini?” dan Yesus menjawab: “Hancurkan Bait ini, dan dalam tiga hari Aku akan membangunkannya kembali.” Mereka salah mengerti Dia, tetapi Yohanes menjelaskan bahwa Ia sedang bicara tentang Bait tubuh-Nya.
            Kita perlu ingat bahwa untuk orang Yahudi, Bait adalah tempat di mana Allah Esa sejati berjanji untuk menjadikannya rumah-Nya. Bait adalah tempat di mana surga dan bumi dipertemukan. Ia adalah tempat untuk Anda berjumpa Allah. Ia adalah tempat kurban, penyelamatan, tempat di mana Anda pergi ke perayaan-perayaan sebab Anda pergi untuk merayakan kehadiran dan kasih Allah.
            Secara tetap Yohanes berkata dan menyiratkan bahwa Yesus berpikir dan bertindak seolah Ia semacam pengganti untuk Bait. Ketika Ia pergi ke perayaan, Ia menarik arti perayaan itu ke diri-Nya sendiri. Itu Ia lakukan dengan Bait di pasal 7. Ia lakukan itu juga dengan Hanukkah di pasal 10. dan puncaknya, Ia lakukan itu dengan Paskah, sebanyak tiga kali di pasal 2, pasal 6, dan kemudian pasal 12-19, dengan akhirnya mati sebagai Domba Paskah, Dialah Domba Allah yang mengangkut dosa dunia. Ia adalah kurban, dan Ia adalah Bait, seperti halnya dalam pasal 17 Ia adalah imam besar agung yang menguduskan diri-Nya agar umat-Nya boleh dipersembahkan ke hadapan Allah dan bahkan dipersatukan dengan Allah dalam relasi yang intim, mengasihi dan kekeluargaan.
            Tema ini pun, sudah ada sejak di awal sekali, di pendahuluan. Dalam sebagian tulisan Yahudi, Hikmat Allah dipersonifikasi sebagai pembantu pencipta, sebagai penolong-Nya dalam semua yang Ia buat. Hikmat mencari tempat di antara manusia di mana ia bisa tinggal; dan ia memilih Bait di Yerusalem. Allah sang pencipta yang bijak datang untuk diam bersama umat-Nya; Ia mendirikan tendaNya, “kemah”-Nya bersama mereka. Dan kata untuk “kemah sembahyang” atau “tenda” adalah kata yang Yohanes pakai ketika ia berkata, “Firman telah menjadi manusia, dan tinggal di antara kita” (1:14). Firman ungkapan diri kekal Allah, Ia yang melalui-Nya dunia diciptakan, mendirikan tenda-Nya di tengah kita. Hanya, Ia bukan mengambil tempat dalam sebuah bangunan, dalam Bait di Yerusalem, tetapi mengambil tempat dalam seorang manusia. Kita tidak lagi perlu ke Yerusalem, “untuk memandang keindahan Tuhan, dan mencari Dia dalam bait-Nya” (Mazmur 27:4). Semua yang pemzmur katakan tentang Bait terpenuhi menjadi nyata dalam Yesus. Kita telah melihat kemuliaan-Nya, kemuliaan dari Anak tunggal Bapa. Tanda-tanda menunjuk kepada tindakan agung salib, dan menjelaskan signifikansinya. “Peninggian” atau pemuliaan Yesus, menekankan bahwa penyaliban adalah penyataan agung dari kemuliaan Allah, yaitu Allah yang kasih-Nya menyelamatkan dan menyembuhkan. Kini kita mengerti mengapa kedua hal itu benar. Dia yang disalib adalah Allah yang sejati dan hidup itu.
            Tetapi bagimana dapat Allah yang hidup menjadi seorang manusia? Bagaimana menerimanya sebagai hal yang masuk akal? Hal itu dapat diterima akal justru dalam rangka kisah penciptaan yang dibangkitkan oleh Yohanes dengan kata-kata pertama dalam injilnya. Puncak dari penciptaan dalam Kejadian adalah penciptaan manusia dalam gambar dan rupa Allah – yaitu karya agung di hari ke enam, yang menyempurnakan seluruh penciptaan. Puncak dalam pendahuluan Yohanes ialah inkarnasi Firman. Manusia diciptakan untuk mencerminkan Allah, sehingga pada suatu hari Allah dapat setepatnya menjadi manusia. Dan kalau kita masih kurang menangkap, menjelang akhir, ketika Yesus diadili di depan Pilatus, Yohanes memiliki pemandangan tak terlupakan. Pilatus menyuruh orang mencambuk-Nya, dan mengenakan jubah ungu dengan mahkota dari duri di kepala-Nya. Ia membawa-Nya keluar ke depan orang banyak, dan berkata, “Lihatlah – manusia itu!” Dan dengan itu pembaca Yohanes pun mengerti. Inilah sang manusia sejati, manusia sesungguhnya, Ia yang dimahkotai dengan duri, yang sejatinya mencerminkan gambar dari sang pencipta yang mengasihi sebab Ia adalah gambar dari sang pencipta yang mengasihi itu – sang Hikmat Allah, Firman Allah, ungkapan diri kreatif dari Allah. Firman telah menjadi manusia, dan telah dimahkotai sebagai raja di tengah kita; kita telah melihat kemuliaan-Nya, kemuliaan sebagai seorang manusia, sebagai sosok yang berdarah, yang diberikan Bapa untuk menyelamatkan dunia.

Dari Buku Mengikut Yesus oleh N. T. Wright - Info Pemesanan: Email ke waskitapublishing@gmail.com atau sms / call ke: 0812-270-24-870.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar