Sabtu, 02 Juli 2011

Hati Nurani


Vincent van Gogh, 1890. Kröller-Müller Museum. The Good Samaritan (after Delacroix).

Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa suara hati kami memberi kesaksian kepada kami, bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah.
2 Korintus 1:12

Hari nurani adalah salah satu aspek dari gambar Allah dalam kita; oleh Thomas Aquinas didefinisikan sebagai pikiran manusia membuat pertimbangan moral. Hati nurani berfungsi sebagai suara dalam hati yang sungguh berbicara kepada kita untuk menyuruh atau melarang, menyetujui atau mencela, membenarkan atau menghakimi. Hati nurani tidak merasa seperti kerja akal yang spontan; ia merasa, dan dimaksudkan secara ilahi untuk merasa, seperti sebuah monitor dari atas. Deskripsi hati nurani sebagai suara dari Allah menyoroti sifat unik dari operasi mental yang khusus ini. Namun demikian, kita tidak harus mengandaikan bahwa finalitas ilahi terdapat pada semua yang hati nurani katakan, sebab ia memiliki kekurangan dan perlu dididik oleh Alkitab dan pengalaman. Jadi lebih tepat mengatakan bahwa hati nurani adalah kapasitas untuk mendengar suara Allah daripada mendengar secara aktual dalam setiap pertimbangan yang hati nurani berikan.

            Usaha mengerti nurani sebagai emosi hanya membuatnya dipahami sebagai perasaan suka dan tidak suka. Jika analisis ini benar, maka pertimbangan moral dapat dibandingkan dengan “Coba ini, kamu akan suka!” dan, “Jangan makan itu, parah rasanya,” dan tidak ada standar universal yang dapat disepakati, sama seperti selera makan orang tidak dapat disamakan. Tetapi hati nurani sendiri mengatakan kepada kita bahwa moralitas adalah sesuatu yang hakiki yang bukan merupakan soal selera tetapi soal kebenaran; bukan soal perasaan utamanya, tetapi soal pertimbangan yang didasari atas prinsip-prinsip yang dalam dirinya sendiri sah secara universal dan mengklaim persetujuan semua orang.

Apakah Anda merasa bersalah tentang sesuatu? Jika ada, benarkah rasa bersalah itu?

Tuhan, apakah Engkau atau sesuatu dalam Firman-Mu menghakimiku tentang hal ini…?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar