Rabu, 06 Juli 2011

Kesukaan Melalui Penerimaan

Mari, makanlah rotimu dengan sukaria, dan minumlah anggurmu dengan hati yang senang, karena Allah sudah lama berkenan akan perbuatanmu.
Pengkhotbah 9:7

Kesukaan bukan sepenuhnya perasaan. Ia adalah kondisi akal budi di mana Anda puas dengan yang Anda terima dan Anda tak akan menukarkannya dengan dunia. Kondisi akal budi itu menerima batas-batas yang Allah letakkan atas Anda. Batas apa saja? Pertama, ketidakmampuan kita mengendali peristiwa dan ketidaktahuan kita akan rencana Allah; kedua, ketidakmungkinan mengelakkan ketegangan dan kepedihan; ketiga, kepastian bahwa suatu hari kelak, ketika Allah menghakimi segala sesuatu, kita akan menemukan bahwa yang kita pilih untuk ada dan lakukan dalam dunia ini menentukan destini kita.

            Kita tidak suka batas-batas itu. Kita adalah makhluk yang telah jatuh dan reaksi alami kita ialah berkata, “Saya lebih baik tidak hidup di bawah keharusan ini. Saya lebih suka mengalami segala sesuatu seperti yang saya harapkan. Saya sesali bahwa yang saya inginkan tidak menyebabkan kenyataan, dan bahwa akhir bahagia tidak terjamin. Kita tersandung oleh fakta bahwa Allah di surga dan saya di bumi dan Ia tidak memberitahu arti segala sesuatu yang Ia lakukan sehingga saya ada dalam gelap (11:5-6). Bagaimana saya bisa memercayai Allah kasih adanya ketika Ia menempatkan saya dalam dunia penuh kejahatan dan masalah yang tak dapat saya kendalikan?”

            Kesukaan pertama sekali bergantung pada pengenalan bahwa kematian Kristus untuk kita di Kalvari adalah jaminan kekal kita tentang kasih Bapa surgawi, dan kedua, untuk penerimaan keterbatasan yang disebabkan oleh ketidakberdayaan dan ketidaktahuan kita. Dalam Pilgrim’s Regress karya C. S. Lewis, John lari dari semua yang diajarkan kepadanya pada masa mudanya tetapi kemudian ia kembali dan surut ke iman Kristen yang sederhana di bawah bimbingan hikmat yang tidak ia miliki ketika ia lari darinya. Sesudah dihajar, ia berhenti menolak dan berontak, dan kesukaan yang tenang pun terbit di dalamnya.

Apakah aku perlu surut ke penerimaan hal-hal pasti yang ingin ku lampaui atau elakkan?

Tuhan, aku tidak cukup berhikmat untuk mengerti semua hal; aku tak dapat meramal dan menghindari kesukaran; aku tak mengerti banyak hal yang sekarang Kau lakukan. Dengan aku menerima semua keterbatasan yang Kau tetapkan ini, penuhiku dengan kesukaan-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar