Minggu, 31 Juli 2011

Agama Lain

Hai orang-orang Atena! Saya melihat bahwa dalam segala hal kalian sangat beragama.
Kisah rasul 17:22 (IBIS)

Perbedaan menentukan antara Kekristenan dan agama lain ialah bahwa Kekristenan adalah agama penyataan yang diterima; semua iman lain adalah agama penyataan yang ditolak.

            Kekristenan adalah agama iman dalam penyataan khusus tentang keselamatan bagi orang berdosa, yang diberikan melalui peristiwa-peristiwa sejarah spesifik. Agama bukan Kristen, berasal dari penindasan dan distorsi terhadap penyataan umum yang diberikan melalui pengetahuan manusia akan dunia Allah mengenai keberadaan dan Hukum dari sang Pencipta (Rm. 1:18-32; 2:12-15). Namun demikian anugerah mencegah penindasan total terhadap kebenaran. Berbagai berkas cahaya menerobos melalui hal yang dapat kita lihat dan sadari dengan penuh syukur, demikian ujar Paulus di Atena (Kis. 17:28).

            Karena itu dalam agama-agama bukan Kristen kita jumpai kegelisahan terhadap kuasa-kuasa alam semesta yang besifat memusuhi; rasa bersalah yang tidak jelas, dan segala bentuk teknik pembuatan jasa yang dirancang untuk memberi kelepasan dari rasa bersalah itu; ketakutan akan kematian; bentuk penyembahan yang ditujukan untuk meredakan, menyogok, dan mengontrol para allah, dan membuat mereka menjaga jarak, kecuali ketika dibutuhkan; kesiapan yang mengejutkan untuk menyebut kejahatan baik, dan kebakan jahat, atas nama agama; sikap budi yang ambivalen yang dalam satu tindakan sama sekaligus seolah mencari Allah tetapi juga menghindari Dia.

            Karena itu dalam dialog penginjilan dengan orang agama bukan Kristen, tugas kita adalah mempresentasikan penyataan alkitabiah dari Allah dalam Kristus – bukan untuk melengkapi tetapi untuk menjelaskan keberadaan mereka, menyingkapkan kekeliruan mereka, dan menghakimi ketidaklayakan mereka.

Apakah Anda perlu lebih peka akan cercah terang anugerah umum dalam dialog dengan orang bukan Kristen?

Bapa, tolongku mengerti di mana orang berada supaya aku dapat menunjukkan pengenalan yang benar tentang-Mu kepada mereka.

Sabtu, 30 Juli 2011

Tidak Malu Mengaku Injil

Aku tidak malu akan injil; injil adalah kuasa Allah untuk keselamatan bagi setiap orang yang beriman.
Roma 1:16 (terj. harfiah)

Kita perlu meninjau ulang semua rencana dan praktik penginjilan kita – misi, reli, kampanye, khotbah, percakapan, kesaksian, pertemuan besar, pertemuan kecil, dan penyajian injil kita dalam kontak pribadi; traktat yang kita bagikan; buku yang kita pinjamkan, surat yang kita tulis – untuk menanyakan beberapa hal berikut:

            Apakah cara mempresentasikan Kristus ini memperhitungkan untuk membuat orang sadar bahwa injil adalah firman dari Allah? Atau cenderung mengalihkan perhatian dari sang pencipta dan otoritas pesan injil ke pribadi serta kesanggupan sang pemberita?

            Apakah cara mempresentasikan Kristus ini memperhitungkan untuk memajukan atau menghalangi pekerjaan Allah dalam pikiran orang? Apakah ia akan membuat orang berpikir dan berpikir keras tentang Allah dan tentang diri mereka dalam relasi dengan Allah?

            Apakah cara mempresentasikan Kristus ini memperhitungkan untuk menyampaikan doktrin injil yang penuh kepada pendengar? Atau akankah ia membuat orang  bergegas ke desakan untuk beriman dan bertobat tanpa memiliki ide jelas mereka harus bertobat dari apa atau harus percaya apa?

            Apakah cara mempresentasikan Kristus ini memperhitungkan untuk menyampaikan kebenaran injil dalam cara yang cukup serius? Atau ia sangat ringan, menyenangkan, dan santai sehingga pendengar sukar menerimanya sebagai hal yang serius dan akan menganggapnya sebagai satu lagi stimulan untuk masalah kehidupan?

Bagaimana gereja Anda melalui program teratur dan khususnya, mempresentasikan Kristus?

Tuhan, tolong aku untuk menyampaikan injil dalam cara yang membuat mereka sadar bahwa seluruh kenyataan hidup dan seluruh keberadaan serta kenyataan diri mereka disambut.

Penginjilan yang terlalu Subjektif

Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia. Yohanes 16:33

Berikut saya kutip kesaksian dari sebuah suratkabar Kristen: “Suami saya dan saya adalah pemimpin kaum muda gereja kami… ketika putra kami yang berusia dua-setengah tahun mengalami kecelakaan tenggelam. Kami telah hidup untuk Tuhan dan tidak pernah kehilangan siapa pun. Kami pikir kami akan dijauhkan dari hal buruk seperti itu. Selama empat tahun saya melalui masa mati rasa, tidak mengerti, tidak menerima kemarahan saya, terus menerus berusaha agar kuat. Saya tidak pernah bicara kepada siapa pun tentang kepedihan itu dan akhirnya saya mengalami depresi berat.”

            Pembinaan yang membiarkan orang Kristen memiliki pengharapan semu semacam itu, dan tanpa sumber pertolongan kecuali berjuang sendirian ketika kesusahan menerpa, adalah cela yang dekat dengan kekejaman. Dari manakah pengharapan semacam itu datang? Apakah sekadar harapan kosong, atau karena dimasukkan oleh faktor luar? Tampaknya jelas bahwa model penginjilan dengan pendekatan teknik promosi yang fokus pada keuntungan dan meminimalkan beban kehidupan Kristen, sehingga membentuk pola pikiran petobat, adalah salah satu akar penyebab dari munculnya pengharapan salah dalam contoh di atas.

            Bagaimana kita dapat memangkas penginjilan dari subjektifitas yang berlebihan dan merusak itu? Jawab singkatnya ialah dengan belajar mengikuti langkah pelayanan Roh Perjanjian Baru dan lebih fokus langsung pada Yesus Kristus sendiri sebagai Allah Juruselamat; manusia teladan; hakim yang akan datang; yang mengasihi orang yang lemah, papa, dan tak menarik; dan pemimpin dari pemikulan salib sepanjang jalan yang Ia jejaki.

Apakah manfaat dan beban kehidupan Kristen? Apakah orang-orang dalam gereja Anda diajarkan tentang kebenaran komitmen Kristen?

Berdoalah untuk seseorang yang melalui pengalaman kematian untuk dipimpin ke dalam kebangkitan.

Jumat, 29 Juli 2011

Penginjilan Pribadi: Mengizinkan Interes Pribadi Tumbuh

Kata perempuan itu kepada-Nya: "Tuhan, nyata sekarang padaku, bahwa Engkau seorang nabi. Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah." Kata Yesus kepadanya: "Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem… Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran."
Yohanes 4:19-21, 24

Sementara Anda membaca kisah Yesus dan perempuan Samaria, Anda mungkin merasa bahwa Yesus mengizinkan perempuan itu meninggalkan singgungan yang telah dialaminya justru ketika Ia membawanya ke kesadaran akan dosa. Mengapa? Saya percaya bahwa Ia memercayai Roh Kudus untuk melakukan pekerjaan menempelak dan mengubah dan karena itu Ia tidak mendesaknya untuk memutuskan melainkan membiarkan percakapan itu melanjut. Dengan cara ini Ia mengizinkan ketertarikan perempuan itu akan hal rohani bertumbuh.

            Perempuan itu ingin mendiskusikan tentang tempat yang tepat untuk penyembahan. Terkadang orang mulai mendiskusikan isu lain untuk menghindari panah tempelakan, tetapi jika itu yang perempuan ini lakukan tentu Yesus akan memberi respons berbeda. Pasti ada ketertarikan murni di balik pertanyaannya ini. Yang jelas Yesus menerimanya dengan serius dan menjawab langsung, dengan menyatakan sesuatu yang baru bagi perempuan itu: bahwa saatnya tiba ketika orang akan menyembah Bapa bukan di gunung ini bukan juga di Yerusalem. Ia lanjut dengan menyatakan bahwa Allah adalah Roh (dan karena implikasi bahwa Ia hadir di mana saja dan tidak terbatas pada tempat), maka orang yang ingin menyembah Dia harus menyembah dalam roh (dari hati melalui Roh Kudus) dan dalam kebenaran (sesuai kebenaran injil).

            Dengan begitu Yesus menyingkapkan lebih banyak tentang apa yang Ia berikan: yaitu, pengenalan akan Allah sebagai Bapa – sesuatu yang baik Yahudi maupun Samaria tidak memiliki waktu itu.

Sediakah aku mendengar dan tetap dalam pertanyaan murni orang lain?

Tuhan, tolong aku untuk tidak bergegas meninggalkan situasi ini…dan mengakibatkan kemunduran.

Kamis, 28 Juli 2011

Penginjilan Pribadi: Menunjukkan Kebutuhan Riil

Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, panggillah suamimu dan datang ke sini."
Yohanes 4:16

Sebelum Yesus dapat melayani kebutuhan perempuan di sumur (Yoh. 4:1-42), Ia harus membuatnya sadar apa kebutuhannya sesungguhnya (4:16-19). Maka sesudah bicara tentang air, ia belok ke pokok lain. “Pergi, panggil suamimu, dan datang ke sini.” Mengapa Yesus berkata demikian? Sebab Ia tahu hati dan riwayat perempuan itu, dan Ia tahu apa akibat pertanyaan itu.

            Langsung saja perempuan Samaria itu gelagapan. “Aku tidak punya suami,” jawabnya ringkas. Dalam penginjilan pribadi Anda akan menemukan sikap defensif yang sama, ketika nurani orang tersentuh, dan rasa bersalahnya menguak.

            Lalu Yesus menyatakan bahwa ia bicara benar dan menyingkapkan apa yang Ia sebagai Anak Allah tahu tentangnya: ia telah hidup dengan beberapa pria berbeda dan ia seorang perempuan simpanan, bukan istri. Ia menyatakan bahwa Ia kenal dia secara menyeluruh, seperti kemudian ia akui, “"Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?" (29-30).

            Dalam penginjilan pribadi, kita harus memberitahukan orang bahwa Yesus kenal mereka sepenuhnya. Roh Allah dapat menolong kita memiliki ketajaman sehingga dengan mendengarkan dan mengamati mereka kita tanggap akan apa yang mereka ingin tutupi dan apa kebutuhan mereka sesungguhnya.

            Seseorang berkata bahwa pengalaman paling universal di dunia ini ialah hati nurani yang buruk. Yesus telah memimpin perempuan itu dari kepekaan akan kebutuhan umum ke kepekaan dosa spesifik dan karena itu ke kebutuhannya akan pengampunan. Dalam penginjilan pribadi kita butuh belajar dari Dia dan bertindak atas dasar prinsip yang sama.

Bagaimana jawab Anda atas kritik bahwa Kristen berkeliling membuat orang merasa bersalah?

Tuhan, betapa aku perlu kepekaan-Mu.

Rabu, 27 Juli 2011

Penginjil: Terbuka pada Manusia, Peka Situasi

Jawab Yesus kepadanya: "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya.
Yohanes 4:13-14

Kisah Yesus dan perempuan di tepi sumur (Yoh. 4:1-42) adalah sebuah contoh menakjubkan tentang bagaimana penginjilan pribadi harus dilakukan. Dengan cakap Yesus mendekati seorang yang ada di sana (perempuan Samaria), berbicara tentang persediaan yang ada di sana – air.

            Yesus meminta air minum. Jawabnya (9), “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria? Jawab Yesus, “Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup.”

            Perempuan itu bingung dan sedikit defensif. Ia bertanya: sungguhkah Engkau dapat memberi sesuatu yang lebih baik dari sumur yang diberi bapa kami Yakub kepada kami? Yesus tidak mau ditarik ke dalam argumen tentang relasi dengan Yakub; Ia lanjut bicara tentang air. Setiap orang yang minum dari air sumur akan haus kembali, tetapi orang yang minum dari air yang akan Ku berikan tidak akan haus lagi, demikian Ia berkata kepadanya.

            Perempuan itu masih belum mengerti tetapi ketertarikannya telah ditangkap oleh pemikiran tentang tidak akan haus lagi atau harus bersusah payah ke sumur kembali, maka ia berkata (15), “Tuhan, berikanku air itu!” sebelum Yesus dapat menjawab itu, Ia masih harus membawanya ke dalam penemuan tentang kebutuhannya, supaya hatinya menjadi haus akan hidup baru. Tak seorang pun tiba ke iman yang matang tanpa kehausan hati ini.

Pikirkan tentang peristiwa lain dalam hidup Yesus atau para murid di mana Ia atau mereka membuka percakapan atau pesan dengan mengacu ke sesuatu yang relevan atau menarik kepada pendengarnya.

Tuhan, tolong aku untuk mengambil waktu dan bersedia menyusahkan diri untuk menempatkan diri pada pemikiran dan perasaan mereka yang kepadanya ingin kubagikan kebenaran-Mu.

Selasa, 26 Juli 2011

Komunikasi Allah

Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.  Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat… supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat… supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat.
1 Korintus 9:19-21

Mengkomunikasikan injil tidak mudah: bahkan, tidak harus ada yang salah dalam cara kita melakukannya jika dalam suatu situasi dan waktu tertentu tugas ini kedapatan sangat berat. Yesus adalah raja dan teladan terbaik di antara para komunikator; meski demikian Ia sendiri berulang kali gagal menanamkan pesan-Nya di hati para pendengar-Nya.

            Namun demikian, dalam mengkomunikasikan Kekristenan ada pedoman yang tidak dapat diabaikan. Jika kita tidak tetap dengan kisah alkitabiah dan teks Alkitab dan terutama dengan pribadi Juruselamat; jika sementara mengamati beda antara susu dan daging, dasar dan bangunan, kita tidak berusaha untuk memberitahukan seluruh hikmat yang telah Allah nyatakan; jika sebagai bagian dari strategi komunikasi kita tidak berusaha memperlihatkan injil membentuk relasi dalam kehidupan rumah tangga dan keluarga, dalam melakukan hal-hal yang imajinatif sebagai tanda kasih kita kepada sesama, dan untuk menghasilkan perubahan baik dalam bentuk membawa pengaruh Kristen dalam kebudayaan yang ada maupun pembentukan budaya alternatif sebagai ungkapan Kristen yang benar dan perlu; jika, akhirnya kita menolak untuk memperlihatkan penghargaan kepada kebudayaan-kebudayaan, betapa pun kafirnya, sebab berbeda dari kebudayaan kita; maka tidak ada alasan untuk mengharapkan komunikasi dapat terjadi dengan baik dalam konteks mana pun, entah dalam gereja lokal kita atau di belahan dunia lain.

Apakah gerejaku memengaruhi masyarakat sekitar dan memperlihatkan gaya hidup alternatif?

Tuhan, goncangkan kami jika kami menjadi puas dan berpandangan dekat.

Senin, 25 Juli 2011

Para Duta Kristus

Kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan.
Efesus 6:20

Paulus menganggap dirinya duta Kristus. Apakah duta itu? Duta adalah representatif yang diotorisasi oleh penguasa. Ia berbicara bukan mengatas-namakan dirinya tetapi mewakili penguasa yang ia wakili, dan tugas serta tanggungjawabnya adalah menafsirkan pikiran penguasa itu dengan setia kepada mereka yang kepadanya ia diutus.

            Paulus dua kali menggunakan gambaran duta ini – keduanya dalam kaitan dengan pekerjaan penginjilannya. Dari penjara ia berkata, doakan aku, “supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil” (Efs. 6:18-20). Ia juga menulis bahwa “Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah” (2Kor. 5:18-20).

            Paulus menyebut dirinya seorang duta karena ia tahu bahwa ketika ia memberitakan fakta dan janji injil serta mendesak orang berdosa untuk menerima pendamaian yang dihasilkan di Kalvari, ia mendeklasrasikan pesan Kristus kepada dunia. Sosok duta yang menegaskan otoritas yang Paulus miliki, sebagai merepresentasi Tuhannya, sejauh ia tetap setia kepada syarat pengutusannya dan mengatakan tidak kurang tidak juga lebih daripada yang diperintahkan kepadanya.

Renungkan gambaran dalam Filipi 2:14-18. apakah para penginjil masa kini melihat diri mereka sebagaimana Paulus melihat dirinya?

Tuhan, bagaimana mungkin saya bercahaya dalam duniamu masa kini?

Minggu, 24 Juli 2011

Komunikasi Allah yang Khusus

Tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.
Matius 11:27

Allah menambahkan komunikasi-Nya yang khusus dalam anugerah kepada komunikasi-Nya yang umum; di dalamnya terdapat tiga tahap.

            Tahap pertama adalah penebusan dalam sejarah. Melalui kata dan karya Allah membuat diri-Nya dikenal di panggung sejarah dalam tindakan penyelamatan. Firman-Nya adalah dasar, sebab melaluinya Ia memberitahu umat apa yang akan lakukan. Lalu Ia bertindak, menggenapi firman-Nya. Itulah yang Ia buat pada Keluaran ketika Ia menyelamatkan Israel keluar dari tawanan di Mesir. Itu yang Ia buat ketika dalam kepenuhan waktu ia mengutus Anak-Nya lahir dari seorang perempuan untuk menebus mereka yang di bawah Hukum. Ia mengutus Kristus untuk orang berdosa seperti kita supaya kita boleh menerima pengangkatan anak dan menjadi anak-anak dalam keluarga-Nya.

            Tahap kedua ialah penyataan dalam tulisan, yang merupakan karya Allah menginspirasikan Alkitab. Allah menyebabkan apa yang telah ia katakan dan lakukan dituliskan dalam bentuk catatan bersifat tafsiran, agar semua angkatan dapat mengenal Dia, dan melalui pengetahuan ini boleh menikmati penyataan penebusan yang Ia buat. Catatan tertulis ini ialah Alkitab, dari mana kita memperoleh semua pengetahuan kita tentang Allah sebagai penebus.

            Tahap ketiga ialah proses komunikatif penerimaan oleh perseorangan akan realitas penebusan yang dideklarasi dalam Alkitab. Penerimaan ini menjadi realitas melalui karya Roh Kudus yang membuka hati kita untuk mempersilakan Firman masuk dan memperbarui hati kita agar kita boleh berpaling ke wajah Allah. Maka komunikasi menjadi lengkap, dan kita kenal Allah dalam relasi pribadi melalui Kristus.

Renungkan implikasi Matius 11:27; 16:17; 2 Korintus 4:6; Galatia 1:15-16 untuk Anda secara pribadi.

Puji Allah untuk keajaiban komunikasi pribadi Allah untuk Anda.

Sabtu, 23 Juli 2011

Komunikasi Allah yang Umum

Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan.
Roma 1:20

John Calvin menyebut tentang “penyataan umum” Allah kepada manusia melalui alam (yaitu tatanan ciptaan yang di dalamnya semua kita hidup dan kontak sepanjang kehidupan kita). Dalam sifat kita sendiri pun, ada penyataan, komunikasi dari Allah. Penyataan umum mencapai kita dengan cara sama yang kita alami dengan cahaya. Yaitu secara langsung, tak terhindari, tak tersangkali. Namun demikian, manusia meyangkalinya dan menyebabkan terang dalam dirinya menjadi gelap.

            Calvin bicara dengan keras tentang ini. Ia berkata bahwa Allah telah begitu rupa menyatakan diri-Nya “dalam seluruh ketrampilan penciptaan dunia ini” sehingga “manusia tidak dapat membuka matanya tanpa terdorong untuk melihat-Nya… Keahlian penataan alam semesta untuk kita adalah seperti cermin yang melaluinya kita dapat merenungkan Allah, yang tidak tampak itu… Alam semesta… dibentuk sebagai kacamata untuk kemuliaan Allah… Tuhan menyatakan diri-Nya dan kerajaan kekal-Nya dalam cermin karya-karya-Nya.”

            Kesadaran akan sang Pencipta datang melalui semua kontak kita dengan ciptaan-Nya, dalam semua pengetahuan dan kesadaran diri kita, dalam jatidiri kita, gerak hati nurani kita, dan pikiran hati kita. Tetapi manusia menyangkal kepekaan ini dan mengubahnya menjadi kegelapan dan takhayul. Demikian dunia, dengan segala hikmatnya, tidak mengenal Allah meski komunikasi umum dengan Allah melalui alam ini adalah suatu realitas untuk semua orang.

Apakah aku cukup sadar akan komunikasi umum Allah kepadaku dan orang lain?

Tuhan, segala hal yang telah Kau ciptakan pasti mengkomunikasikan sesuatu tentangMu. Tolongku untuk melihat lebih dekat jika penilaian dangkal berdasarkan hal yang terlihat tidak terkesan sesuai dengannya. Tolongku menyampaikan kebenaran ini kepada orang lain.

Jumat, 22 Juli 2011

Mengikut Yesus

Buku Mengikut Yesus telah membuat roh saya menyala-nyala, wawasan saya tentang iman diperkaya dan diperdalam. Sejak mendapat buku ini saya tidak berhenti membaca sampai saat tidur malam tiba. Keesokan paginya, begitu terjaga dari tidur, saya langsung lanjut membaca buku yang penuh berkat ini. Buku ini memantapkan iman saya dan membangkitkan kekaguman saya akan Yesus Kristus. Saya ingin agar pengalaman ini juga menjadi pengalaman orang Kristen lain. Saya bertekad untuk memberitahu tentang buku ini kepada saudara seiman yang saya kenal.

Kesaksian dari sdr. B. S. (initial dari nama sebenarnya) - Jakarta; yang kami terima dalam bentuk SMS

Belajar tentang Jalan Allah dalam Doa

Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN… Siapakah orang yang takut akan TUHAN? Kepadanya TUHAN menunjukkan jalan yang harus dipilihnya.
Mazmur 25:4, 12

Allah ingin kita mengerti prinsip-prinsip-Nya berurusan dengan kita supaya kita mengerti apa yang Ia lakukan. Maka kita memiliki pemazmur yang bicara tentang bagaimana Allah “mengajar orang berdosa dalam jalan-Nya” (8) dan “mengajar orang yang rendah hati tentang jalan-Nya” (9). Ia juga ingin mengajar kita jalan yang harus kita lalui.

            Bagaimanakah kita belajar tentang cara Allah mengurus kita dan jalan-Nya untuk kita lalui itu? Kita belajar dari Alkitab melalui Roh Kudus. Dari Alkitab kita belajar jalan Allah dengan umat-Nya dan jalan yang harus kita tempuh dalam ketaatan kepada-Nya.

            Allah mengajar hal-hal ini kepada umat-Nya dalam relasi doa. Kita menantikan Allah, kita merenung dalam hadirat-Nya, dan kita mengisi baik doa maupun renungan itu dengan Alkitab dalam hadirat Allah.           

            Kepada siapa Allah mengajarkan jalan-Nya? Kepada orang yang takut akan TUHAN (12 – kata “takut bukan berarti panik tetapi sikap bakti yang menghormat). Orang seperti itu akan menemukan dari Firman Allah bahwa ia adalah seorang berdosa, dan bahwa Allah “mengajar orang berdosa dalam jalan-Nya” (8). Ia akan mendengar Allah menyatakan kebesaran-Nya dan kekecilan manusia, karena itu ia akan merendahkan hati dan menenangkan rohnya di hadapan Allah, dan Allah “mengajar orang yang rendah hati, jalan-Nya” (9). Juga, ia belajar dari Allah tentang perjanjian anugerah dan bagaimana memeliharanya, serta “semua jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran, untuk mereka yang memelihara perjanjian-Nya” (10).

Apakah Allah mengajarku demikian? Jika tidak, apakah aku terlalu santai, sombong, mementingkan kehendak sendiri, atau bercabang hati dalam doa tentang ajaran Allah kepadaku?

Tuhan, aku ingin mengungkapkan perasaanku kepada-Mu… Tunjukkan jika ini sikap yang menghormati-Mu yang Kau minta dari mereka yang ingin Kau ajari jalan karya-Mu.

Kamis, 21 Juli 2011

Doa dengan Roh

Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku. 1 Korintus 14:15

Kita harus mencari dari Allah apa permintaan yang harus dibuat dalam setiap situasi dan menyadari bahwa tugas Roh Kudus adalah membimbing kita sementara kita memaparkan fakta di hadapan Tuhan. Seringkali kita tidak mengalami bimbingan khusus, tetapi terkadang Roh menganjurkan permintaan sangat spesifik dan memimpin kita untuk meminta dengan keyakinan yang tidak lazim.

            Suatu kali institusi teologia yang saya pimpin akan ditutup atas perintah pemimpin gereja. Komunitas menetapkan hari doa tentang hal itu. Dua jam sebelum hari itu, saya menemukan saya tahu pasti apa yang harus saya minta kepada Allah: yaitu peleburan dengan institusi lain dalam syarat-syarat spesifik yang sangat kontroversial sehingga bisa terkesan tidak realistis. Saat itu saya tidak dapat menceritakan kepada siapa pun, tetapi saya berpegang pada visi yang saya dapat sekuat mungkin, dan dalam waktu setahun semua yang saya minta dalam doa, terjadi. Kemuliaan bagi Allah!

            Seorang teman menjalani operasi penyelidikan penyakit di rumah sakit karena ada gejala kanker. Banyak orang mendoakan. Sambil memaparkan masalah itu di hadapan Allah, saya merasa diri saya ditarik (sejauh ini hanya sekali itu saya mengalaminya) untuk berdoa spesifik dan yakin untuk mukjizat kesembuhan. Ketika saya pulang dari gereja di Minggu pagi dan berdoa demikian, saya merasa diberitahu bahwa doa saya telah dijawab dan saya tidak perlu berdoa lagi. Seninnya operasi menyatakan tidak ada bekas kanker. Sekali lagi, kemuliaan bagi Allah!

            Kita selalu harus dengan sadar membuka diri untuk dipimpin oleh Allah dalam hal yang kita doakan.

Jika doa-doa ku terkesan tidak maju dalam situasi tertentu, perlukah aku berhenti dan menantikan Allah untuk menemukan apa harus ku doakan?

Tuhan, tunjukkan ku apa yang harus kudoakan untuk situasi ini…

Rabu, 20 Juli 2011

Kuasa Doa

Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.
Yakobus 5:16

Yakobus menganjurkan agar kita berdoa untuk diri kita dan orang lain (5:13-18). Dalam doa, kita menengadah dari keputusasaan kita untuk menatap Allah, pengatur yang penuh belas kasih yang pada saat tepat akan melepaskan para hamba-Nya yang menderita. Doa membawa kestabilan dan kekuatan; mampu melihat masalah sementara dalam perspektif kekal dan memenggalnya ke ukuran kecil.

            Orang yang sakit boleh meminta pendeta mereka mendoakan; para penatua harus bersedia melakukan itu ketika diminta. Ini bukan suatu formula magis untuk kesembuhan, sementara mukjizat Yesus memperlihatkan bahwa memang penyelamatan mengandung penyembuhan jasmani, sikap-Nya pada duri dalam daging Paulus menunjukkan bahwa Ia berdaulat menentukan apa yang baik untuk kesehatan tubuh kita. Tentu, waktu kita mendapat tubuh baru, semua akan berubah! Kita harus membedakan manfaat penyelamatan dari waktu dan cara Allah memberikan manfaat itu. Doa yang sungguh untuk penyembuhan orang sakit harus dilakukan atas prinsip bahwa sakit adalah panggilan Allah untuk kita memikirkan hidup kita di hadapan-Nya.

            Doa semacam itu boleh jadi mengakibatkan penyembuhan, dan saling mendoakan bagi kesejahteraan rohani tidak boleh dibatasi hanya pada soal kesembuhan jasmani. Khasiat doa bergantung pada kebenaran hidup dan motifnya, kesungguhan hati dan keseriusan doa, serta seberapa jauh ia sesuai dengan kehendak Allah yang dinyatakan dalam Firman-Nya. Kisah Elia memberikan gambaran tentang tiga prinsip tersebut.

Pelajari dan praktikkan, khususnya dalam kelompok kecil, ajaran Alkitab tentang berpikir benar dan doa efektif. (Cobalah Ul. 11:13-17; 2Rj. 17; Mzm. 73; Mrk. 2:3-12; Rm. 8:18; 2Kor. 4:7-18; Yak. 1:6-8; 2:14-26; 4:3).

Tuhan, tolong kami sebagai gereja berdoa dengan, dan untuk orang sebanyak dan seefektif mungkin.

Selasa, 19 Juli 2011

NamaNya, KehendakNya

Segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku… Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu.
Yohanes 16:23-24

Jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya.
1 Yohanes 5:14

Ayat-ayat ini datang dari dua bagian Alkitab yang berusaha memimpin kita ke doa lebih dalam daripada yang kebanyakan kita pernah lakukan (Yoh. 16:23-27; 1Yoh. 5:13-17).

            Tujuan doa bukan memaksa tangan Allah atau membuat Dia melakukan kehendak kita melawan kehendak-Nya, tetapi untuk memperdalam pengenalan kita akan Dia dan persekutuan kita dengan-Nya melalui merenungkan kemuliaan-Nya, mengakui kebergantungan dan kebutuhan kita, dan secara sadar menerima maksud-maksud-Nya. Jadi, permintaan kita harus sesuai kehendak Allah dan dalam Nama Yesus.

            Konteks dari permintaan seperti itu ialah iman yang terjamin. Waktu itu, ketika Yesus mengajar mereka oleh Roh-Nya, secara jelas tentang Bapa, tidak ada unsur memasukkan dukungan Yesus dalam doa, seolah Ia lebih bermurah hati daripada Bapa atau dapat memengaruhi Bapa hal yang mereka tidak dapat; waktu itu dalam hati mereka tahu bahwa sebagai orang beriman mereka adalah para kekasih Bapa.

            Meminta dalam Nama Yesus bukan memakai mantra lisan tetapi menaruh doa kita dalam relasi penyelamatan dalam Kristus untuk kita melalui salib; ini berarti meminta persetujuan Kristus sendiri. Waktu Allah menjawab dalam Nama Yesus, Ia memberi melalui Yesus sebagai pengantara kita dan kepada Yesus sebagai pihak yang akan dimuliakan melalui apa yang diberikan.

            Di pusat kehidupan doa adalah sikap sedia kita untuk diajar oleh Kristus melalui Firman dan Roh tentang apa yang harus kita doakan. Sejauh kita tahu melalui kesaksian Roh dalam hati, bahwa kita menaikkan permohonan yang Tuhan sendiri berikan secara khusus untuk kita doakan, kita tahu bahwa kita memiliki jawaban bahkan sebelum melihatnya.

Sediakah aku dibentuk Allah melalui Firman dan Roh-Nya? Pernahkah aku berusaha berdoa dalam cara itu?

Tuhan, aku butuh iman yang lebih pasti. Tolong aku...

Senin, 18 Juli 2011

Doa Orang Kudus dalam Kebutuhan

Mataku tetap terarah kepada TUHAN, sebab Ia mengeluarkan kakiku dari jaring. Mazmur 25:15

Tidak ada doa jika tidak ada kesadaran akan kebutuhan. Penyair Mazmur 25 sangat peka akan kebutuhannya. Ia merasa bahwa sebuah jaring telah menjerat dan memenjaranya. Jaring apa? Sepertinya jaring itu memiliki jerat bagian luar dan dalam. Bagian luar melambangkan para musuhnya – “Lihatlah, betapa banyaknya musuhku, dan bagaimana mereka membenci aku dengan sangat mendalam” (19) – dan segala akibat yang dibuat oleh mereka – “aku sebatang kara dan tertindas. Lapangkanlah hatiku yang sesak dan keluarkanlah aku dari kesulitanku!” (16-17).

            Jerat bagian dalam melambangkan apa yang ia rasakan ketika ia mengingat dosa-dosanya. “Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat… Ampunilah kesalahanku, sebab besar kesalahan itu” (7, 11). Ingatan itu menimbulkan ketakutan bahwa ia akhirnya akan mengalami perendahan dan akhirnya gagal: “janganlah kiranya aku mendapat malu” (2, 20).

            Tidakkah kita juga sadar akan jaring serupa mengelilingi kita? Tidakkah kita juga menghadapi oposisi, keadaan hidup yang menentang, kesukaran demi kesukaran, ingatan tentang dosa dan kegagalan kita? Kita perlu melakukan apa yang pemazmur lakukan: secara spontan bawalah semua hal ini kepada Tuhan, berulang kali dan tanpa segan-segan, oleh pertolongan Roh Kudus, dan minta Dia menarik kita keluar dari kekacauan jerat yang ditebar oleh si iblis, perancang semua keputusasaan dan ketawaran hati.

Apakah jerat yang Anda alami itu: hal, orang, suasana hidup yang menggentrkan hidup Anda?

Bawa tiap aspek kesulitan atau ketakutan Anda kepada Allah dan ingatkan diri  Anda tentang siapa Allah dan apa yang telah ia janjikan.

Sabtu, 16 Juli 2011

Berpikir Besar tentang Allah

Terpujilah nama Allah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, sebab dari pada Dialah hikmat dan kekuatan! Dia mengubah saat dan waktu, Dia memecat raja dan mengangkat raja, Dia memberi hikmat kepada orang bijaksana dan pengetahuan kepada orang yang berpengertian.
Daniel 2:20-21

Kebenaran inti yang Daniel ajarkan kepada Nebukadnezar (Dan. 2:4) dan ingatkan kepada Belsyazar (5:18-23); yang Nebukadnezar akui (4:34-37); yang menjadi dasar doa-doa Daniel dan keyakinannya dalam menantang otoritas; yang membentuk substansi pokok dari semua penyingkapan yang Allah berikan kepada Daniel, ialah kebenaran bahwa “Yang Mahatinggi memerintah kerajaan manusia” (4:25). Ia tahu dan melihat lebih dulu segala sesuatu, dan kemahatahuan-Nya sekaligus juga adalah kemahakuasaan-Nya. Jadi, Ia yang memiliki kata akhir, baik dalam sejarah dunia maupun dalam destini setiap pribadi. Kerajaan dan kebenaran-Nya akhirnya akan menang, sebab tidak ada manusia atau malaikat dapat menggagalkan-Nya.

            Demikianlah pemikiran tentang Allah yang memenuhi pikiran Daniel, seperti yang ia saksikan dalam doanya – doa yang selalu merupakan bukti paling nyata tentang pandangan orang mengenai Allah (2:20-23; 9:4-19). Apakah demikian kita berpikir tentang Allah? Apakah anggapan tentang Allah tadi terlihat dalam doa kita? Apakah kepekaan dahsyat akan kekudusan-Nya, kemuliaan-Nya, kesempurnaan moral-Nya, dan kesetiaan-Nya yang penuh anugerah yang membuat kita senantiasa merendahkan hati dan bergantung, takjub dan taat, sebagaimana Daniel? Dalam segala ketulusan, seberapa banyak atau sedikit Anda mengenal Allah?

Apakah aku telah kehilangan pandangan tentang kebesaran Allah? Bagaimana aku menyisihkan waktu untuk mempelajari tema Alkitab tersebut untuk mengoreksi pikiranku?

Sembah Allah kuat-kuat dengan memakai perkataan Daniel dalam 2:20-23, atau versi Anda sendiri yang menyanyikan kebesaran Allah.

Kamis, 14 Juli 2011

Penyembahan


Tinggikanlah TUHAN, Allah kita, dan sujudlah menyembah kepada tumpuan kaki-Nya! Kuduslah Ia!
Mazmur 99:5

Menyembah Allah berarti mengakui kelayakan-Nya, menatap ke arah Allah, dan mengakui nilai dari apa yang kita lihat dalam cara yang patut. Alkitab menyebut kegiatan itu “memuliakan Allah” atau “memberi kemuliaan bagi Allah,” dan memandangnya sebagai tujuan tertinggi, dan dari satu sudut pandang, keseluruhan tugas manusia (Mzm. 29:2; 96:6; 1Kor. 10:31).

            Alkitab melihat kegiatan memuliakan Allah ini sebagai enam rangkap kegiatan: memuji Allah untuk seluruh keberadaan-Nya dan hal yang Ia capai; mensyukuri Dia untuk  pemberian dan kebaikan-Nya untuk kita; memohon Dia memenuhi kebutuhan kita dan orang lain; memberikan Dia talenta, pelayanan, dan diri kita; belajar tentang-Nya dari Firman, membaca dan mewartakan, dan menaati suara-Nya; memberitahu orang lain tentang nilai kemuliaan-Nya, baik dalam pengakuan maupun kesaksian publik atas apa yang telah Ia buat untuk kita. Jadi kita bisa berkata bahwa formula dasar penyembahan ialah: “Tuhan, Engkau luar biasa”; “Terima kasih, Tuhan”; “Tolong, Tuhan”; “Ambilah ini, Tuhan”; “Ya, Tuhan”; “Semua orang dengarlah!”

            Jadi inilah penyembahan dalam arti terluasnya: permohonan juga pujian, khotbah dan doa, mendengarkan dan bicara, tindakan dan perkataan, menaati dan memberi, mengasihi orang dan mengasihi Allah. Namun demikian, tindakan utama penyembahan ialah yang fokus langsung ke Allah – dan jangan kita bayangkan bahwa kerja untuk Allah dalam dunia ini adalah pengganti dari persekutuan langsung dengan-Nya dalam pujian, doa, dan ibadah.

Aspek penyembahan mana yang merupakan bagian dari perintah pertama dan yang mana bagian dari perintah kedua? Apakah prioritas Anda ialah pada yang pertama sampai menuntun ke yang kedua?

Tuhan, tunjukkanku/kami dalam hal bagaimana penyembahanku/kami kurang dan harus dilengkapi?

Rabu, 13 Juli 2011

Memilih Kesukaan

Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Filipi 4:4

Sumber kesukaan lainnya ialah mengetahui bahwa Anda memberikan sesuatu yang bernilai; suatu kepercayaan bahwa Anda berarti bagi orang lain sebab sesuatu yang telah Anda berikan kepada mereka. Memberi adalah sumber utama bagi kesukaan. Jika Anda memiliki sesuatu yang sangat penting, Anda akan mendapatkan kesukaan besar dari berusaha untuk berbagi hal itu meski kelak Anda sedih bahwa pemberian itu ditolak. Paulus mengenal kesukaan itu, sebab ia memberi dirinya, seluruh hidupnya, untuk membawa terang ke dalam hidup yang digelapkan dosa dengan berbagi berkat injil dengan mereka. Seperti Paulus, kita akan mendapatkan kesukaan ketika berbagi karunia terbaik Allah.

            Sekali kita tahu sumber kesukaan rohani, kita perlu memilihnya. Itu maksud perintah agar kita bersukacita senantiasa. Bagaimana? Dengan mempraktikkan seni berpikir Kristen? Dengan memilih untuk berdiam berulang-ulang dalam sumber kesukaan kita, mengatakan kepada diri sendiri dan juga orang lain: Ya, Ia mengasihiku dan menerimaku. Ya keadaan hidupku diatur Allah demi kebaikanku. Ya, aku punya sesuatu yang luar biasa bernilai: mengenal Juruselamatku. Ya, aku sedang melakukan sesuatu yang luar biasa dalam usaha berbagi Yesus Kristus dengan orang lain. Sambil kita berulang-ulang memikirkan hal itu, kesukaan akan meluap secara spontan. Anda bersukacita karena pilihan, jelas? Yaitu dengan jalan mengarahkan pemikiran Anda ke hal-hal yang memicunya.

            Yesus ingin sukacita kita penuh dan Ia mengatur agar persediaan untuk itu melimpah. Sekali kita belajar berpikir Kristen, sukacita akan meluap dalam hati dan hidup keseharian kita. Itu juga salah satu aspek berkemenangan atas dunia ini, yaitu iman kita yang darinya lahir kesukaan dan yang tak dapat dipadamkan oleh siapa pun, dan yang memberi kita kekuatan untuk pelayanan yang tidak kita ketahui sebelumnya.

Renungkan lagi sumber kesukaan kita dan pikirkan tentang orang-orang yang memperlihatkan kesukaan Tuhan dalam hidup mereka. Bagaimana hal itu tampak?

Tuhan, terima kasih bahwa Engkau ingin para murid-Mu penuh sukacita (Yoh. 15:11). Jadikan aku demikian.

Selasa, 12 Juli 2011

Sukacita melalui Kasih


Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.
Roma 14:17

Mengetahui bahwa Anda dikasihi adalah salah satu sumber kesukaan. Tidak seorang pun memiliki kesukaan tanpa mengetahui bahwa ada seseorang yang menghargai, memerhatikan, dan menerimanya. Merasa bahwa tak seorang pun peduli, memerhatikan saya sebagai pribadi, atau acuh kepada saya, dan bahwa saya tidak penting bagi siapa pun, adalah pembunuh besar atas kesukaan. Orang Kristen mengenal kasih secara yang orang lain tidak kenal, sebab ia tahu bahwa Allah sangat mengasihi dunia ini sehingga Ia memberikan Anak-Nya yang tunggal untuk mati dalam aib salib bagi kita, supaya kita yang percaya kepada-Nya memiliki hidup kekal (Yoh. 3:16; Rm. 5:8; Gal. 2:20). Ukuran kasih Allah untuk kita ialah berapa banyak Ia memberi untuk kita. Mengetahui bahwa Kristus “mengasihi saya dan memberi diri-Nya untuk saya” adalah menyadari kasih ilahi dalam cara yang menghasilkan kesukaan tanpa akhir. Allah peduli pada saya! Ia telah menebus saya!

            Tidak puas adalah pembunuh kesukaan lainnya, sedangkan menerima situasi adalah sumber kesukaan. Orang Kristen selalu dapat melakukan itu sebab mereka tahu bahwa semua keadaan hidup mereka direncanakan bagi mereka oleh Bapa surgawi yang penuh kasih (Rm. 8:28). Dari penjara dengan ancaman hukuman mati menggelantung di atasnya, Paulus menulis: “Aku telah belajar, dalam keadaan bagaimana pun, untuk berpada dengan yang ada” (Fil. 4:11).

            Kesukaan juga datang dari kesadaran bahwa kita memiliki sesuatu yang layak untuk dimiliki. Orang berkata, “pasanganku, anak-anak, rumah, buku-buku, hobby dan seterusnya adalah kesukaanku.” Tetapi Paulus berbicara tentang “pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya” (Fil. 3:8). Dengan Paulus, orang Kristen berkata, “aku memiliki Yesus, mutiara yang mahal. Aku rela melepas segala sesuatu agar berpegangan kepada-Nya dan lebih menikmati-Nya.”

Renungkan tiga sumber kesukaan di atas, ambil mempelajari ayat-ayat rujukannya.

Bapa, aku memiliki alasan baik untuk bersukacita…

Senin, 11 Juli 2011

Kesukaan Adikodrati

Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. Yohanes 15:11

Sukacita tidak sama dengan senang-senang. Banyak orang yang sepanjang hidupnya senang, tetapi tidak sukacita. Sebaliknya, orang bisa memiliki banyak kesukaan dan hanya sedikit kesenangan.

            Sukacita juga tidak sama dengan memiliki temperamen gembira. Kita sering mendengar dikatakan, kita harus memiliki wajah tomat (senyum) dan bukan wajah pepaya (cembetut). Tetapi jika yang dimaksud adalah struktur tulang wajah kita, tentu kita tidak bisa berharap banyak. Kita memang patut berusaha untuk bersikap gembira. Namun kegembiraan alami tidak sama dengan kesukaan, dan lagi-lagi adalah mungkin untuk bersukacita meski Allah mungkin tidak memberikan Anda temperamen gembira. Jangan mengira bahwa jika sifat alami Anda flegmatik atau melankolik, lalu Anda tersingkir dari kesukaan Kristen.

            Pada malam Ia dikhianati, Yesus berbagi rahasia dengan para murid-Nya, supaya, “sukacita-Ku ada di dalammu, dan… sukacitamu penuh.” Ia tahu benar apa yang sedang mendatangi-Nya – Getsemani hanya sekitar sejam jauhnya dan sesudah itu akan terjadi peristiwa ngeri penyaliban yang harus Ia tanggung. Jadi Ia pasti jauh dari bergembira atau tanpa masalah. Tetapi bahkan dalam keadaan menghadapi semua ini, kesukaan-Nya tetap di dalam Dia. Dan kita pun dapat mengenal kesukaan meski dalam situasi menyakiti. Jiwa seorang Kristen jauh lebih besar daripada orang lain, ada ruang di dalamnya bagi kedukaan (kehilangan, salib, dan kekacauan) serta sukacita (dalam dan dari Tuhan) pada saat yang sama.

Hal-hal apa telah Yesus katakan kepada para murid-Nya supaya mereka bersukacita (Yoh. 13-17)?

Syukuri Allah untuk setiap hal itu dan ingatkan diri Anda tentangnya kapan saja Anda merasa “down.”

Sabtu, 09 Juli 2011

Kesukaan dalam Allah


Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.
Mazmur 16:11

Orang Kristen masa kini cenderung menjadikan kepuasan mereka agama mereka. Kita memberikan lebih banyak perhatian pada pemenuhan diri daripada menyukakan Allah. Karena pengaruh Barat (Amerika utara), ciri khas orang Kristen masa kini adalah gairah besar pada buku-buku yang membahas tentang teknik sukses dalam relasi, lebih menikmati seks, menjadi pribadi lebih baik, menyadari potensi diri, mendapatkan kenikmatan lebih penuh tiap hari, mengurangi berat badan, memperbaiki diet, mengatur uang, memiliki keluarga yang lebih bahagia, dan sebagainya.

            Untuk orang yang gairah utamanya adalah memuliakan Allah, memang hal-hal tadi merupakan perhatian yang sah, tetapi buku-buku yang menekankan teknik dan cara tersebut menelusur semua itu dalam sikap penyerapan diri sendiri dan memperlakukan kenikmatan hidup dan bukan kemuliaan Allah, sebagai pusat perhatian. Katakanlah buku-buku itu memaparkan lapisan tipis ajaran Alkitab dicampur dengan psikologi modern serta akal sehat, tetapi pendekatan keseluruhannya mencerminkan sikap narsisme – (egosentrisme atau akuisme) – itulah jalan dunia dalam masyarakat modern.

            Penyerapan diri, betapa pun religius pemikirannya, adalah lawan dari kekudusan. Kekudusan berarti kehidupan yang menyerupai Allah (godliness) dan itu adalah pementingan Allah. Mereka yang berpikir bahwa Allah ada untuk keuntungan mereka daripada mereka ada untuk kepujian-Nya tidak memenuhi syarat sebagai orang kudus. Hal itu merupakan kesalehan yang tidak saleh yang menjadikan diri sendiri pusatnya. Tidak heran, kesalehan yang demikian kurang kesukaan yang Allah ingin berikan kepada mereka yang mencari-Nya.

Apakah aku terlalu memerhatikan diri atau kurang? Dapatkah aku melihat mengapa kedua sikap itu tidak menolong?

Tuhan, aku ingin Engkau makin menjadi pusat hidupku.

Jumat, 08 Juli 2011

Menikmati Masa Kini

Jikalau orang panjang umurnya, biarlah ia bersukacita di dalamnya. Pengkhotbah 11:8


Kebiasaan penting lain jika kita ingin mengenal kesukaan ialah kebiasaan untuk hidup dalam kekinian (9:7-9). Bahkan pengkhotbah mengatakan agar kita menikmati semua kenikmatan yang tiap hari Allah berikan. Itulah sebuah ungkapan sikap mirip seorang anak yang dianjurkan kepada kita sebagai peziarah. Dalam arti tertentu kita harus hidup dalam masa depan, dengan mengingat semua yang telah Allah sediakan untuk mereka yang mengasihi Dia, tetapi tidak sampai merampas kesukaan masa kini kita. Seorang rabi bijak dari abad kedua berkata bahwa ketika kita menghadap takhta pengadilan Allah, Ia tidak hanya akan bertanya mengapa kita melakukan semua yang buruk, tetapi juga mengapa kita tidak menikmati sepenuhnya semua hal baik yang Ia berikan kepada kita.

            Atas alasan ini, pengkhotbah mengarahkan orang muda untuk bersuka cita dalam masa mudanya serta bergembira dalam kemudaannya (Pkh. 11:9). Masa muda adalah karunia Allah; kita harus menikmatinya. “Turutiah keinginan hatimu, dan pandangan matamu,” ujarnya. Dengan kata lain, “Lakukanlah semua hal yang ingin kau lakukan sementara engkau masih muda untuk melakukannya.” Tentu ia mengandaikan bahwa hal yang kita inginkan itu adalah hal yang benar. Ia tidak menganjurkan kita melanggar aturan dan melakukan hal yang gila-gilaan – maka bagian akhir ayat itu berkata: “Tetapi ingat, Allah yang ada di surga, kelak mengadili tindakanmu semua” (1:9 IBIS).

            Tidak ada nilai ekstra tertera pada kemudaan; intinya ialah kita harus menerima dan mencicipi sepenuhnya semua hal yang bernilai yang Allah berikan kepada kita atau yang dimungkinkan-Nya untuk kita dalam setiap saat yang kini sedang berlangsung.

Apakah aku menjadikan sebagian besar dari hidup menjadi kesukaanku? Jika tidak, mengapa?

Tuhan, lepaskan aku dari sikap “bila ini atau itu terjadi, aku baru akan sungguh hidup.” Tolongku menerima setiap saat kekinianku dari-Mu.

Kamis, 07 Juli 2011

At the Feet of Jesus




The world will be at the feet of
those who are themselves at the feet of
Jesus Christ - that is the surest
thing I know - Dick Sheppard

Dunia akan ada di kaki
mereka yang sendirinya ada di kaki
Yesus Kristus - itulah hal terpasti
yang saya ketahui - Dick Sheppard

Rabu, 06 Juli 2011

Kesukaan Melalui Penerimaan

Mari, makanlah rotimu dengan sukaria, dan minumlah anggurmu dengan hati yang senang, karena Allah sudah lama berkenan akan perbuatanmu.
Pengkhotbah 9:7

Kesukaan bukan sepenuhnya perasaan. Ia adalah kondisi akal budi di mana Anda puas dengan yang Anda terima dan Anda tak akan menukarkannya dengan dunia. Kondisi akal budi itu menerima batas-batas yang Allah letakkan atas Anda. Batas apa saja? Pertama, ketidakmampuan kita mengendali peristiwa dan ketidaktahuan kita akan rencana Allah; kedua, ketidakmungkinan mengelakkan ketegangan dan kepedihan; ketiga, kepastian bahwa suatu hari kelak, ketika Allah menghakimi segala sesuatu, kita akan menemukan bahwa yang kita pilih untuk ada dan lakukan dalam dunia ini menentukan destini kita.

            Kita tidak suka batas-batas itu. Kita adalah makhluk yang telah jatuh dan reaksi alami kita ialah berkata, “Saya lebih baik tidak hidup di bawah keharusan ini. Saya lebih suka mengalami segala sesuatu seperti yang saya harapkan. Saya sesali bahwa yang saya inginkan tidak menyebabkan kenyataan, dan bahwa akhir bahagia tidak terjamin. Kita tersandung oleh fakta bahwa Allah di surga dan saya di bumi dan Ia tidak memberitahu arti segala sesuatu yang Ia lakukan sehingga saya ada dalam gelap (11:5-6). Bagaimana saya bisa memercayai Allah kasih adanya ketika Ia menempatkan saya dalam dunia penuh kejahatan dan masalah yang tak dapat saya kendalikan?”

            Kesukaan pertama sekali bergantung pada pengenalan bahwa kematian Kristus untuk kita di Kalvari adalah jaminan kekal kita tentang kasih Bapa surgawi, dan kedua, untuk penerimaan keterbatasan yang disebabkan oleh ketidakberdayaan dan ketidaktahuan kita. Dalam Pilgrim’s Regress karya C. S. Lewis, John lari dari semua yang diajarkan kepadanya pada masa mudanya tetapi kemudian ia kembali dan surut ke iman Kristen yang sederhana di bawah bimbingan hikmat yang tidak ia miliki ketika ia lari darinya. Sesudah dihajar, ia berhenti menolak dan berontak, dan kesukaan yang tenang pun terbit di dalamnya.

Apakah aku perlu surut ke penerimaan hal-hal pasti yang ingin ku lampaui atau elakkan?

Tuhan, aku tidak cukup berhikmat untuk mengerti semua hal; aku tak dapat meramal dan menghindari kesukaran; aku tak mengerti banyak hal yang sekarang Kau lakukan. Dengan aku menerima semua keterbatasan yang Kau tetapkan ini, penuhiku dengan kesukaan-Mu.

Selasa, 05 Juli 2011

Karunia Sukacita


Aku menyelidiki diriku dengan menyegarkan tubuhku dengan anggur, --sedang akal budiku tetap memimpin dengan hikmat--,dan dengan memperoleh kebebalan, sampai aku mengetahui apa yang baik bagi anak-anak manusia untuk dilakukan di bawah langit selama hidup mereka yang pendek itu.
Pengkhotbah 2:3

Pertanyaan dasar dalam Pengkhotbah ialah: Adakah arti atau kesukaan dalam hidup? Sampai ke pasal 6 puncak masalahnya menunjuk ke dua fakta: banyak hal yang tidak memuaskan, dan Allah tidak dapat dikotakkan. Aslan dalam buku C. S. Lewis Berkelana di Narnia, bukan singa jinak! Hal-hal liar terjadi dalam dunia Allah. Bersamaan dengan penggambaran kekecewaan, keraguan, dan keputusasaan, penulis memberikan kita petunjuk tentang bagaimana kita mungkin mengalami hidup yang terus menerus frustrasi namun tetap menemukan kesukaan dan arti di dalamnya.

            Ia memberikan kita petunjuk di mana kesukaan dan arti dapat ditemukan dalam Pengkhotbah 2:24-26; 3:22; 5:18-20; 8:15; 9:9. Dalam ayat-ayat ini ia memberitahu kita dua hal: bahwa ada kepuasan sederhana, mendasar yang ditemukan dalam pekerjaan, makanan, kasih pernikahan, dan semua kesukaan adalah karunia Allah.

            Dalam bagian kedua, ia mendaftarkan tiga hal yang ia lihat sebagai “baik dan tepat ialah… dalam segala usaha yang dilakukan dengan jerih payah di bawah matahari selama hidup yang pendek, yang dikaruniakan Allah kepadanya.” Yaitu, nikmati pekerjaanmu, demikian ujarnya; terima bagianmu; jangan mengharapkan kesukaan dari pencapaianmu; jangan mengharapkan hidup seumpama kebun bertaburan mawar meski Anda milik Allah; jangan menyesali segala sesuatu; jangan iri; jangan malas; jangan hidup dalam ilusi.

            Semua ini adalah nasihat sederhana namun sangat masuk akal dan perlu.

Apakah aku cenderung merendahkan orang yang bersikap praktis dan memakai perhitungan sederhana sebagai orang tidak “rohani”? Haruskah?

Tuhan, terima kasih untuk para orang kudus yang tidak bertemperamen merenung berjam-jam tetapi yang sigap melakukan apa yang perlu untuk dilakukan.

Senin, 04 Juli 2011

Apa yang Hati Nurani Buat?

Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas.
1 Timotius 1:5

Secara tradisional dan pasti juga tepat, hati nurani dipercaya meliputi dua kapasitas yang melaluinya kita disanggupkan untuk melihat kebenaran moral umum dan kemudian mengaplikasikannya ke kasus khusus. Hal itu tidak pernah dipertanyakan baik di kalangan Protestan maupun Roma Katolik sampai saat ini di mana hati nurani mengambil bentuk silogisme praktis; yaitu: “Mencuri salah; mengambil payung berarti mencuri; maka mengambil payung salah.” Atau, “Perampok bank harus dihukum; saya merampok bank, maka saya patut dihukum.”

            Sebagaimana dapat kita lihat dari contoh tadi, hati nurani menghakimi tindakan dan kasus khusus atas dasar prinsip umum. Jika hati nurani seseorang menghakiminya di mana tidak ada prinsip umum yang terlibat, kita dapat mengandaikan bahwa apa yang ia rasakan adalah kesalahan atau obsesi yang memakai topeng seolah hati nurani dan hal itu harus dilepaskan atau ditolak.

            Karena hati nurani adalah suara Allah di dalam dan untuk kita, hati nurani mengikat kita dan harus diikuti secara hati-hati; tetapi ketika karena ketidaktahuan atau kebingungan yang ia katakan bukan suara Allah, kepekaan nurani kita tidak membuat kita menyukakan Allah. Maka orang Kristen dengan hati nurani yang tidak terdidik mengalami kemacetan: ia tidak dapat menyukakan Allah baik dengan menaati atau tidak menaati hati nuraninya. Betapa penting bahwa orang Kristen mempelajari moral dan doktrin alkitabiah dan mengalami pengampunan Allah tiap-tiap hari!

Apa yang Alkitab ajarkan tentang hati nurani dan bagaimana ia dapat dibentuk ulang?

Tuhan, teruslah membentuk hati nuraniku agar ia lebih sehat dan lebih sensitif.




Bukan Ini, Hati Nurani

Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka
1 Timotius 1:19

Freud mengaitkan hati nurani dengan berbagai gejala neurotik dan psikotik dari pembatasan, dorongan, dan rasa bersalah yang obsesif. Ia menggambarkan keadaan jiwa manusia sebagai rumah yang kacau, dimana ego di lantai dasar (diri yang sadar diri dengan pintu dan jendela yang terbuka ke dunia) ada di bawah tekanan dari id (energi agresif yang mengalir deras dari ruang bawah sadar) dan dari super-ego (perintah tegas menakutkan dari loteng, yang melaluinya larangan dan ancaman dari orangtua dan masyarakat diintrojeksikan ke dalam kehidupan sadar secara samar dan dengan efek mengganggu). Super-ego yang merupakan tiran dalam setiap orang, polisi jiwa, adalah pesakitan yang menyebabkan terjadinya neurosis dan psikosis; dan sasaran dari psiko-analisis ialah menelanjangi super-ego dan melihatnya sebagai campur aduk trauma yang terlupa, sehingga dengan begitu orang dapat dibebaskan darinya.

            Karena pandangan Freud menyetarakan super-ego dengan hati nurani, akibatnya orang dapat secara langsung meringankan konsep yang melihat nurani sebagai suara Allah; tetapi apa yang Freud katakan itu sebenarnya adalah apa yang para pendeta Kristen belajar sebagai “nurani yang palsu” – lebih kurang suatu ketelitian irasional yang memperlihatkan kepada pikiran bukan tentang kesalehan melainkan keadaan jiwa yang sakit.

            Tetapi yang Freud sebut hati nurani ini justru bukan pandangan Kristen. Untuk orang Kristen, hati nurani bersifat praktis, yaitu pertimbangan moral yang dengan sadar dipraktikkan, yang menyebabkan pertumbuhan dalam wawasan dan kepastian bimbingan melalui pngajaran dan penggunaan, serta membawa integrasi batin, kesehatan, dan kedamaian bagi mereka yang menaatinya. Freud sama sekali tidak mengurus semua aspek tersebut.

Apakah perbedaan antara hati nurani yang semu dan yang benar?

Tuhan, aku perlu pertolongan-Mu untuk menolak hati nurani semu dan hanya mendengar, makin jelas, suara-Mu dalam batinku.

Sabtu, 02 Juli 2011

Hati Nurani


Vincent van Gogh, 1890. Kröller-Müller Museum. The Good Samaritan (after Delacroix).

Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa suara hati kami memberi kesaksian kepada kami, bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah.
2 Korintus 1:12

Hari nurani adalah salah satu aspek dari gambar Allah dalam kita; oleh Thomas Aquinas didefinisikan sebagai pikiran manusia membuat pertimbangan moral. Hati nurani berfungsi sebagai suara dalam hati yang sungguh berbicara kepada kita untuk menyuruh atau melarang, menyetujui atau mencela, membenarkan atau menghakimi. Hati nurani tidak merasa seperti kerja akal yang spontan; ia merasa, dan dimaksudkan secara ilahi untuk merasa, seperti sebuah monitor dari atas. Deskripsi hati nurani sebagai suara dari Allah menyoroti sifat unik dari operasi mental yang khusus ini. Namun demikian, kita tidak harus mengandaikan bahwa finalitas ilahi terdapat pada semua yang hati nurani katakan, sebab ia memiliki kekurangan dan perlu dididik oleh Alkitab dan pengalaman. Jadi lebih tepat mengatakan bahwa hati nurani adalah kapasitas untuk mendengar suara Allah daripada mendengar secara aktual dalam setiap pertimbangan yang hati nurani berikan.

            Usaha mengerti nurani sebagai emosi hanya membuatnya dipahami sebagai perasaan suka dan tidak suka. Jika analisis ini benar, maka pertimbangan moral dapat dibandingkan dengan “Coba ini, kamu akan suka!” dan, “Jangan makan itu, parah rasanya,” dan tidak ada standar universal yang dapat disepakati, sama seperti selera makan orang tidak dapat disamakan. Tetapi hati nurani sendiri mengatakan kepada kita bahwa moralitas adalah sesuatu yang hakiki yang bukan merupakan soal selera tetapi soal kebenaran; bukan soal perasaan utamanya, tetapi soal pertimbangan yang didasari atas prinsip-prinsip yang dalam dirinya sendiri sah secara universal dan mengklaim persetujuan semua orang.

Apakah Anda merasa bersalah tentang sesuatu? Jika ada, benarkah rasa bersalah itu?

Tuhan, apakah Engkau atau sesuatu dalam Firman-Mu menghakimiku tentang hal ini…?

Jumat, 01 Juli 2011

Kata-kata Sulit dalam Alkitab

Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.
2 Petrus 3:16

Sebagian besar kita menyetujui Petrus bahwa bagian-bagian surat Paulus sukar dimengerti! Juga ada kesulitan dan bagian Alkitab yang terkesan tidak sesuai. Tentang hal ini saya ingat tulisan tokoh Puritan abad tujuhbelas, William Bridge. Menurutnya, membicarakan kesulitan dalam Alkitab secara berlebihan menunjukkan keadaan hati yang buruk. Tambahnya: “Orang saleh, seharusnya mirip Musa. Ketika orang saleh melihat seolah Alkitab bertolakan dengan data sekular, yang ia lakukan adalah seperti Musa ketika ia melihat orang Mesir menyiksa orang Israel: ia membunuh orang Mesir itu. Ia meringankan kesaksian sekular, karena mengetahui Firman Allah benar adanya. Tetapi ketika ia menemukan bagian-bagian Alkitab yang terkesan tidak sesuai, ia melakukan seperti Musa ketika menemukan dua orang Israel bertengkar: ia mencoba mendamaikan mereka. Ia berkata, Ah, kalian adalah saudara, aku harus memperdamaikan mereka. Itulah yang dibuat orang saleh.”

            Hal lain perlu diingat. Masing-masing angkatan memiliki anggapan sendiri tentang ketidaksesuaian Alkitab. Biasanya yang dianggap ketidaksesuaian dalam satu angkatan, dipecahkan dalam angkatan berikutnya. Faktanya ialah memang ada berbagai detail yang terkesan tidak sesuai. Namun sebagai ungkapan iman kita berpada untuk hidup dengannya, sambil mengakui bahwa karena Alkitab adalah Firman Allah, hal-hal itu seolah ilusi penglihatan. Jika kita tidak dapat mengerti sesuatu kita tetap memercayai Allah tentangnya, dan mungkin generasi kita kemudian, dengan bertambahnya pengetahuan, akan mengertinya. Sebab, jika kita menolak doktrin bahwa Alkitab sepenuhnya andal dan otoritatif, kita membuat Alkitab menjadi seperti lilin yang dapat dilekak-lekuk semau siapa saja.

Apakah sikapku tentang kesulitan dan ketidaksesuaian dalam Alkitab?

Tuhan, tentang kesulitan ini… tolongku lebih percaya dan menggali lebih dalam.