Rabu, 27 Desember 2017

Bapa dan Hakim

Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini. Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat. -- 1 Petrus 1:17-19

Untuk orang di luar Kristus, Allah adalah Hakim yang adil dan menakutkan. Hanya untuk orang yang percaya penuh dalam Kristus terjadi perubahan status dan relasi yang memungkinkannya menyapa Allah sebagai Bapa, sebagaimana Yesus menyapa Bapa-Nya. Untuk orang Kristen keturunan hal memanggil Allah Bapa ini mungkin kurang disadari kedahsyatannya. Dalam buku I Dared to Call Him Father, Begum Bilquis Sheikh yang berasal dari keluarga muslim berpengaruh di negara asalnya, sesudah melewati berbagai gumulan hidup, penglihatan supernatural, berdoa kepada Allah dengan dua kitab di tangannya -- Allah yang di kitabnya atau di Alkitab -- yang adalah Allah sejatinya. Jawaban yang ia terima ialah "di kitab yang di dalamnya engkau menjumpai Aku sebagai Bapa." 
Tentu menghayati Ke-Bapa-an Allah beda dari Ke-Hakim-an Allah -- yang pertama suasana akrab, yang kedua suasana takut. Yang pertama taat karena hormat dan mengasihi, yang kedua taat terpaksa dan kemungkinan besar hanya lahiriah dan bukan dari hati murni sejati. Petrus menegaskan bahwa dalam kehidupan orang Kristen di keseharian sebagai pengembara di dunia ini, kita harus memiliki penghayatan akan kedua kebenaran ini. Allah adalah Bapa yang juga Hakim, Hakim yang juga Bapa bagi kita orang percaya. Maka ketaatan dan kekudusan kita adalah karena adanya relasi baru kekeluargaan yang intim dan hormat yang sekaligus juga bersuasana takut dan gentar.
Akrab dan takut yang sehat dimungkinkan oleh anugerah Yesus Kristus yang telah menebus kita dengan darah-Nya yang tak bernoda dan bercela. Dalam lagu Amazing Grace di bait 2, kebenaran tentang dua semangat takut ini dilagukan dengan indahnya: 
’Twas grace that taught my heart to fear /  And grace my fears relieved / How precious did that grace appear / The hour I first believed! 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar