Sabtu, 23 Desember 2017

Menjadi Kudus

Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. -- 1 Petrus 1:14-46


Bagaimana kesan dan pengalaman nyata kita memenuhi panggilan untuk hidup kudus? Sepertinya berat "menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu", bukan? Apalagii menjadi kudus "sama seperti Dia yang memanggil kita kudus adanya". Terasa muskil bukan?
Berat dan muskil menjadi kudus mungkin sekali disebabkan oleh keliru cara berjuang dan berpikir kita tentang kekudusan.
Perintah untuk kudus ini menjadi bagian dari perikop yang diawali dengan "sebab itu", artinya semua kebenaran tentang perbuatan penyelamatan Allah berakibat pada prinsip, tindakan dan pengalaman di pihak kita yang serasi dengan apa yang telah Tuhan lakukan. Apa yang telah Tuhan lakukan itu?: - Bapa memilih kita menjadi milik-Nya, - Roh menguduskan kita supaya taat, dengan jalan - memercik kita dengan darah Kristus. Tindakan penyelamatan Allah atas kita juga menghasilkan berbagai perubahan dahsyat di dalam keberadaan terdalam-paling sejati kita: - kita dilahirkan kembali oleh kebangkitan Yesus, - kita dimasukkan ke dalam pengharapan yang hidup, dan - kita diberi prospek terjamin 100% pasti untuk menerima warisan kekal yang tidak dapat binasa-cemar-layu. 
Jadi, sesungguh-sungguhnya perjuangan untuk kudus bukan menghasilkan sesuatu yang tidak ada dalam diri kita, bukan berjuang keras untuk beroleh perkenan dan bantuan Allah, bukan perjuangan diri yang menyukai dosa untuk melawan dosa yang kita sukai. Perjuangan untuk kudus berarti berserah-membuka diri-mempersilakan-menuruti semua yang telah Allah karuniakan dalam tindakan-tindakan-Nya untuk penyelamatan kita. Dosa, hawa nafsu, keduniawian dlsb. adalah masa lalu, diri lama kita, bukan lagi diri sejati kita. Kekudusan, sifat Bapa surgawi kita, pola dan perilaku yang sesuai panggilan Allah dan warisan kekal yang Ia sediakan, adalah sungguh diri sejati kita yang baru. Maka fokus dalam perjuangan untuk kudus tidak kita arahkan ke hal-hal yang ingin kita buang, tetapi pada kebenaran limpah proses pembaruan Tuhan dalam diri kita. 
Dalam ketaatan dan kekudusan yang dihayati sebagai sikap berserah kepada anugerah dan membuka diri selebar dan sesungguh mungkin kepada arus kuasa pengudusan dari Allah, kita mengalami kekudusan menjadi hal yang menyukakan, sungguh serasi diri sejati kita, dan adalah hal yang justru sangat mungkin terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar