Sabtu, 17 September 2016

Bangsa bagaikan Setitik Debu

Lihat (harfiah), bangsa-bangsa adalah seperti setitik air dalam timba dan dianggap seperti sebutir debu pada neraca. Lihat (harfiah), pulau-pulau tidak lebih dari abu halus beratnya. -- Yesaya 40:15

Kristus sendiri adalah pendamai kita. Ia mempersatukan orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi menjadi satu bangsa. Tembok pemisah antara mereka, yakni permusuhan, sudah dihancurkan oleh Kristus dengan mengurbankan diri-Nya sendiri. -- Efesus 2:14


Kesombongan bangsa/kebangsaan, kebanggaan ras bahkan klan dan keluarga telah menghasilkan banyak kisah gelap sepanjang sejarah peradaban manusia. Darinya telah muncul penghinaan terhadap golongan lain, rasialisme, bahkan genosida yang masih terjadi sampai di era super modern kini. Manusia rumput adanya (ay. 6), bangsa (adidaya sekalipun) adalah setetes air dalam timba, sebutir debu pada neraca... sama sekali tidak berarti! Lagi Yesaya menyerukan "Lihatlah!" sebanyak dua kali. Kita perlu melihat sungguh, saksama, sampai berdampak ke praktis: pertama, ke Tuhan dalam segala kekuasaan dan kejayaan-Nya, kedua, melihat ras/bangsa/kebangsaan yang tidak dapat dibandingkan dengan kebesaran dan kemuliaan Allah, sampai kita tiba pada kesadaran praktis. Dimanakah wajarnya dua pandangan ini ditegaskan dan dipraktikkan? Seharusnya di dalam gereja, di antara umat yang telah mengenal kebesaran kasih-setia dan anugerah Tuhan yang mengangkat orang dari kehinaan dan ketidakberdayaan tanpa memandang latarbelakang apa pun, dan menyatukan semua milik-Nya menjadi kawanan domba-Nya, umat berkerajaan. Indonesia membutuhkan cara pandang dan perlakuan praktis yang tidak mengutamakan golongan, klan, suku, ras tetapi menilai dari titik tolak kepenciptaan, kebaikan, kedaulatan Tuhan. Dan, gereja / orang Kristen harusnya aktif mewujudnyatakan hal prinsip ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar