Kamis, 08 Februari 2018

Asketisisme, Perlukah?

Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? -- 1 Korintus 3:16

Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa. -- 1 Petrus 2:11
Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, --karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa--, supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah. Sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah. Kamu telah hidup dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta pora, perjamuan minum dan penyembahan berhala yang terlarang. -- 1 Petus 4:1-3

Seiring nuansa keprajuritan kita dapatkan juga kesan anjuran bernuansa asketik dalam nasihat Petrus ini. Asketisisme dan mistisisme bukan hal asing dalam sepanjang sejarah Kekristenan -- banyak para bapak gereja abad-abad awal yang mempraktikkan itu. Di dasar asketisisme ada pemahaman bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan tubuh jasmani dan lingkungan bumiah kita adalah jahat, dosa dan tidak bernilai. Ideal Kristen menurut asketisisme adalah bertarak yaitu menolak, menyangkal diri dari berbagai keinginan jasmani -- seperti tidak menikah atau berhubungan seks, sering berpuasa dalam jangka yang lama, dsb. demi supaya yang bersangkutan boleh memupuk hubungan dan pengalaman mistik dengan Allah.
Pada zaman surat ini ditulis kota-kota dagang di Asia Kecil dimana para perantau dan musafir Kristen ini tinggal telah juga menjadi tempat berlangsungnya kebudayaan lepas kendali -- pesta pora pelampiasan berbagai hasrat kedagingan bercampur dengan penyembahan berhala. Berbagai penyembahan berhala sejak zaman sebelum penulisan surat ini bahkan sampai kini memang terlihat, misalnya dalam penyembahan lingga dan yoni, memasukkan pelampiasan macam-macam hawa nafsu ke dalam ritual mereka. Maka tidak heran bila reaksi sebagian orang Kristen menjadi berlebihan sampai menganggap semua yang berhubungan dengan tubuh adalah jahat dan dosa.
Petrus tidak mengajarkan asketisisme keliru demikian demi terjadinya pengalaman mistik tertentu. Ia juga tidak mengidentikkan semua keinginan tubuh dengan dosa dan jahat. Yang ia tentang adalah pola hidup pemuasan kejasmanian yang dilakukan oleh orang yang tidak mengalami pembaruan dan pengudusan dalam Yesus Kristus. Ia menjadikan pola hidup Yesus Kristus yang menderita karena kebenaran, demi hidup kudus dan mulia sebagai model untuk pengendalian diri yang kristiani. Semua hal yang berhubungan dengan tubuh dan bumi ini adalah karunia baik Tuhan dan dapat dialami dengan syukur dalam kendali Tuhan supaya boleh dinikmati secara kudus dan mulia. 
Dalam era globalisasi masa kini hampir tidak ada tempat yang bisa luput dari penyebaran informasi dan pengaruh daya tarik gaya hidup lepas kendali dan berbagai budaya pelampiasan nafsu. Dalam arti yang benar nasihat Petrus untuk asketisik dan mistik yaitu menjaga agar tubuh, hidup, hubungan, keluarga, pekerjaan, kegerajaan kita tetap kudus, benar, mulia, menjadi sangat relevan untuk diperhatikan. Dalam ucapan Yesus Kristus sendiri, hendaknya kita ingat bahwa Ia tidak mengangkat kita keluar dari dunia ini langsung masuk surga,tetapi menempatkan kita dalam dunia di dalam pemeliharaan-Nya untuk kita hidup kudus memuliakan Allah. Mari kita saling mengingatkan dan mendukung untuk mengembangkan asketisisme dan mistisisme yang benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar