Rabu, 11 April 2012

Nafas Hidup Allah (1)

Saya baru saja membuka jendela di suatu pagi musim semi yang indah cerah. Angin segar semilir berembus di sekeliling taman. Di kejauhan terdengar derak api unggun sementara seorang petani membersihkan sebagian sampah musim dingin. Di dekat jalan menuju laut, tampak seekor burung melayang-layang di atas sarangnya. Di sekeliling terkesan alam ciptaan sedang mengebas sisa-sisa musim dingin yang menutupinya, bersiap menyongsong pancaran hidup baru.
          Semua ini (yang tidak saya buat-buat) adalah gambaran orang Kristen perdana bagi sesuatu yang sama aneh dengan kisah tentang Yesus, tetapi juga yang sama nyata dalam kehidupan mereka sendiri. Mereka bicara tentang embusan dahsyat angin yang melewati rumah dan memasuki mereka. Mereka bicara tentang lidah-lidah api yang turun atas mereka dan mengubah mereka. Mereka mengambil gambaran, dari kisah penciptaan purba, burung yang melayang-layang mengerami air yang kacau untuk menghasilkan keteraturan dan melahirkan hidup.
          Bagaimana lagi Anda akan menjelaskan hal yang tak terjelaskan, kecuali dengan menggunakan gambaran-gambaran yang bergerak cepat dari dunia yang kita kenal?
          Benar, ada sesuatu yang mestinya dijelaskan. Para pengikut Yesus sama dibingungkan dengan kebangkitan-Nya sama seperti mereka dibingungkan dengan banyak perkataan-Nya. Mereka tidak pasti tentang apa yang sebaiknya mereka lakukan kemudian. Mereka tidak jelas tentang apa yang Allah akan lakukan kemudian. Pada satu kesempatan, mereka kembali ke usaha mereka menangkap ikan. Pada kesempatan lain, ketika mereka menatap Yesus sebelum Ia lenyap dari penglihatan untuk terakhir kalinya, mereka masih bertanya kepada-Nya apa semua hal aneh itu berarti impian lama tentang Israel akhirnya akan menjadi kenyataan. Inikah saatnya, tanya mereka, Israel akan menerima kerajaan, akan bebas dalam pengertian seperti yang mereka dan orang sezaman mereka harapkan?
          Sebagaimana sering kali terjadi, Yesus tidak menjawab pertanyaan itu secara langsung. Banyak pertanyaan kita kepada Allah yang tidak dapat dijawab secara langsung, bukan karena Allah tidak mengetahui jawabannya tetapi karena pertanyaan kita tidak tepat. Seperti pernyataan C. S. Lewis, kebanyakan pertanyaan kita, dari sudut pandang Allah, mirip seperti orang bertanya, “Kuning itu persegi atau bulat? atau, “Satu mil itu berapa jam?” Dengan lembut Yesus menyingkirkan pertanyaan semacam itu. “Itu bukan urusanmu,” ujar-Nya. “Engkau tidak perlu tahu tentang saat dan masa yang Bapa telah tetapkan menurut kuasa-Nya sendiri. Tetapi kamu akan menerima kuasa ketika Roh Kudus turun ke atasmu; dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, dan di Yudea dan Samaria, sampai ke ujung-ujung bumi” (Kisah Para Rasul 1:6-8).
Dari: Hati & Wajah Kristen: Terwujudnya Kerinduan Manusia & Dunia oleh NT Wright

Tidak ada komentar:

Posting Komentar