Kamis, 12 April 2012

Nafas Hidup Allah & Gereja

Roh Kudus dan tugas gereja – keduanya berjalan bersama, bergandengan. Kita tidak dapat membicarakan keduanya secara terpisah. Terlepas dari apa yang mungkin Anda pikirkan mengenai kegemparan dalam generasi terakhir tentang pengalaman-pengalaman spiritual baru, Allah tidak memberikan Roh Kudus kepada manusia untuk membuat mereka menikmati pengalaman spiritual yang setara dengan kenikmatan berada di Disneyland sepanjang hari. Tentu saja, jika Anda sedang sedih dan murung (atau bahkan jika sedang tidak), angin segar dari Roh Allah memang dapat dan sering kali memberikan Anda suatu perspektif baru tentang segala sesuatu dan, di atas segalanya, suatu kesan tentang hadirat, kasih, penghiburan, bahkan kesukacitaan Allah. Tetapi maksud pemberian Roh ialah menyanggupkan mereka yang mengikut Yesus untuk memberitakan ke seluruh dunia bahwa Ia adalah Tuhan, bahwa Ia telah menang atas kekuatan-kekuatan jahat, bahwa sebuah dunia baru telah terbuka dan bahwa kita diikutsertakan untuk membuat hal itu terjadi.
           Saya di sini menggunakan kata ‘gereja’ dengan agak berat hati. Saya tahu untuk kebanyakan pembaca kata ‘gereja’ sendiri akan membawa nuansa tentang bangunan yang besar dan suram, pernyataan-pernyataan agama yang sombong, kekhidmatan semu dan kemunafikan berlebihan. Tetapi tidak ada alternatif yang mudah. Saya pun merasakan beban citra negatif itu. Dalam profesi saya, saya memeranginya sepanjang waktu.
           Tetapi ada sisi lain dari gereja, yang memperlihatkan semua tanda angin dan api, burung yang melayang-layang di atas air yang menghadirkan hidup baru itu. Untuk banyak orang, ‘gereja’ hanya berarti kebalikan dari semua citra negatifnya. Gereja adalah tempat terjadinya sambutan dan tawa, penyembuhan dan pengharapan, sahabat dan keluarga serta keadilan dan kehidupan baru. Gereja adalah tempat para tuna wisma mampir sejenak untuk mendapatkan semangkok sup, dan bagi para lansia untuk mengobrol dengan seseorang. Tempat sebuah kelompok bekerja untuk melayani para pecandu narkoba, dan kelompok lain berkampanye untuk keadilan global. Suatu tempat Anda dapat menjumpai orang belajar berdoa, menjadi beriman, bergumul dengan pencobaan, mendapatkan tujuan baru dan kuasa baru untuk melanjutkan hidup. Di sanalah tempat orang membawa iman mereka yang kecil dan mendapati kesatuan iman tersebut menjadi lebih besar dari jumlah bagian-bagiannya, ketika mereka berkumpul dengan orang lain untuk menyembah Allah yang sejati. Tidak selalu gereja dalam kondisi seperti itu. Tetapi sejumlah besar gereja seperti itu dalam sebagian besar waktunya.
           Juga tidak boleh kita lupakan gereja di Afrika Selatan yang berjuang dan berdoa, menderita dan bergumul, sehingga perubahan besar terjadi dan apartheid digulingkan, serta sebuah kemerdekaan baru hadir di tempat itu, semua terjadi tanpa banyak pertumpahan darah seperti yang sempat diduga akan terjadi. Juga, gerejalah yang tetap hidup dan berada di pusat Eropa Timur yang menganut paham komunis lama, dan yang akhirnya, dengan prosesi lilin dan salib, menyatakan dengan jelas bahwa cukup adalah cukup. Terlepas dari segala kebodohan dan kegagalannya, gerejalah yang ada di belakang rumah sakit, sekolah, penjara dan banyak lagi tempat lainnya. Saya lebih suka merehabilitasi kata ‘gereja’ daripada  gagal mengkonfrontasi tentang makna sejatinya dengan frasa yang bertele-tele seperti ‘keluarga umat Allah’ atau ‘semua yang percaya dan mengikut Yesus’ atau ‘kelompok orang, yang dalam kuasa Roh, menyebabkan lahirnya ciptaan baru.’ Tetapi, itulah yang saya maksudkan.
Dikutip dari Hati & Wajah Kristen: Terwujudnya Kerinduan Manusia & Dunia oleh Dr NT Wright

Tidak ada komentar:

Posting Komentar