Jumat, 13 Juli 2012

PELAJARAN ALKITAB TENTANG HARTA (1)


1. Allah adalah pemilik akhir dan utama dari semua milik materiil kita.
Pemazmur berkata: “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya” (Mzm. 24:1). Kekayaan dan milik kita adalah karunia-karunia-Nya yang baik bagi kita (Mzm. 115:16). Dalam Perjanjian Lama, satu cara prinsip ini diwujudkan adalah dalam transaksi kepemilikan tanah Israel, aset ekonomi utama dalam dunia purba. Tanah tidak bisa dijual-belikan secara permanen – hanya dapat digadaikan, dan di Tahun Yobel harus dikembalikan ke pemilik asalnya. Alasannya dijabarkan dengan jelas: “Tanah jangan dijual mutlak, karena Akulah pemilik tanah itu, sedang kamu adalah orang asing dan pendatang bagi-Ku” (Im. 25:23, cetak miring ditambahkan).[1] Apa pun kekayaan yang kita miliki adalah karunia baik Allah untuk kita (Pkh. 5:19-20; 1Tim. 6:17), yang perlu kita nikmati, dan yang atasnya kita menjadi pengelola yang bertangungjawab.

            Ide bahwa kita adalah penatalayan, bukan pemilik dari milik kita, adalah suatu pokok dahsyat dalam Alkitab. Penatalayanan atas sumber daya kita adalah pokok konstan baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dengan perumpamaan Yesus tentang talenta menjadi salah satu ilustrasi prinsipnya (Mat. 25:14-30). Dalam perumpamaan ini sang tuan mempercayakan sumber-sumber yang ia miliki ke masing-masing hambanya, dan pada saat kepulangannya ia meminta pertanggungjawaban mereka tentang penggunaan produktif sumber-sumber itu. Inti perumpamaan itu ialah sang tuan mengharapkan kita mengelola sumber-sumbernya untuk penggunaan yang produktif sementara ia pergi, dan tidak ada salahnya bahwa sang tuan mendapatkan keuntungan dari penggunaan sumber-sumber tersebut. Meski sumber-sumber yang dimasalahkan lebih luas dari pada sekadar uang, tidak ragu perumpamaan ini menyatakan bahwa talenta-talenta itu bukan milik para hamba tersebut – mereka adalah penatalayan dari sumber-sumber yang dipercayakan kepada mereka dan bertanggungjawab tentang penggunaannya secara tepat mewakili sang tuan.



[1] Wright, God’s People in God’s Land, hlm. 58-65, 119-28. Imamat 25:23 meneguhkan tidak saja kepemilikan Allah atas tanah tetapi juga atas status orang sebagai pendatang dan penyewa – bukan sebagai penghuni permanen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar