Senin, 30 Januari 2017

Waktu

... Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu. Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. -- Kejadian 1-2:4

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. -- Pengkhotbah 3:1

Enam hari penciptaan dan satu hari perhentian menegaskan beberapa hal untuk kita simak. Pertama jelas hanya Allah yang kekal, yang mengawali dan mengakhiri segala realitas. Ia tidak dicipta, nama-Nya adalah YHWH -- Aku ada yang Aku ada, Mahaada, atau nama-Nya bisa disebut sebagai SELALU. Kedua, realitas di luar Allah fana adanya, karena diadakan oleh Allah pada hari-hari penciptaan. Waktu sendiri pun tidak kekal sebab bukan bagian dari Allah melainkan bagian dari ciptaan sehingga waktu pun berawal di hari penciptaan dan berakhir kelak saat Allah mengakhiri segala sesuatu. Ketiga, manusia adalah makhluk waktuwi yang unik sebab ia sanggup berelasi dengan Allah. Karena sifat mulia ini maka manusia adalah makhluk fana yang dimaksud untuk mengalami kekekalan, untuk berbagi hidup kekal Allah dan mewujudkan maksud kekal Allah atas ciptaan lainnya. Kelima, hal ini mungkin tercermin dalam kejanggalan cara menghitung hari ketujuh. Apabila hari pertama sampai keenam selalu dihitung batasnya dengan "adalah petang dan adalah pagi" ... itulah hari ke satu, dua, tiga, dst. Hanya hari ketujuh ketika Allah berhenti bekerja dan manusia boleh bercengkrama dengan Allah, batasan hari itu tidak disebutkan. Itu seakan mengatakan bahwa dalam kesempatan bercengkrama dengan Allah, manusia tidak sekadar beristirahat tetapi masuk ke dalam cicipan kekekalan, mengalami sifat kekalnya. Maka apabila kita dalam batasan waktu memupuk relasi dengan Allah, bercengkrama dengan Dia, maka waktu yang menegaskan sifat fana manusia ini justru menjadi kesempatan untuk kita merayakan kekekalan -- nilai, kesukaan, keindahan sifat kekal Allah. Sebaliknya, apabila segala pengisian waktu kita lepas dari relasi dengan Allah maka semua yang kita hidupi menjadi sia-sia, hampa nilai dan kesukaan kekekalan.

Allah yang kekal, terima kasih untuk waktu yang menyadarkan sifat fana kami namun juga menjadi karunia-Mu untuk kami mengalami kekekalan-Mu. Tolong bina kami bagaimana mengisi waktu keseharian kami dalam relasi yang serasi dengan-Mu, ajar kami untuk hidup dalam hadirat-Mu. Demi sang Alfa dan Omega. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar