Rabu, 23 Februari 2011

Ketika Hidup Bagaikan Padang Gurun

Padang gurun dan perjalanan spiritual sangat menyerupai Masada. Sebagian orang mengalami segala sesuatunya gersang. Tidak ada kesukaan dalam doa atau pembacaan Alkitab. Pergi ke gereja menjadi sesuatu yang menjemukan dan sia-sia. Sakramen menjadi upacara tanpa makna. Di mana sebelumnya ada pengalaman akan kehadiran Allah sebagai orangtua yang mengasihi, merawat lembut dan membimbing, atau bimbingan hikmat dari Roh Kudus, kini hanya ada kehampaan yang dalam. Kisah Yesus yang sebelumnya penuh daya tarik dan stimulasi, sebagai semacam buku catatan dari kehidupan seorang sahabat karib, berubah menjadi membosankan, dan bahkan kisah salib dan kebangkitan jelas kehilangan kuasanya untuk menyentuh hati. Ini adalah pengalaman biasa dari banyak sekali orang Kristen di tahap tertentu ziarah mereka. Tragisnya, beberapa orang langsung menyimpulkan bahwa yang terjadi di Yordan adalah khayalan, suatu fase yang berlalu, bahwa sesungguhnya tidak ada Yerusalem dalam perjalanan selanjutnya. Sebagian orang lagi berputar-putar membuta tanpa harapan, dan tersandung oleh kecelakaan – atau tepatkah mengatakan itu hanya kecelakaan? – lalu akhirnya balik ke perjalanan yang benar. Tetapi jalan kedewasaan Kristen adalah mengenali jalan padang gurun sebagaimana adanya – suatu jarak di jalan yang disebut “Kesetiaan” – dan menempuhnya dengan ketaatan dan kesabaran:
           
            Aku berkata kepada jiwaku, diamlah, dan nantikan tanpa
                        harapan
            Sebab harapan menjadi harapan akan hal yang salah; nantikan
tanpa kasih
            Sebab kasih menjadi kasih kepada hal yang salah; namun masih
                        ada iman
            Tetapi iman dan kasih dan harap, semuanya
                        sedang menanti.
            Nantikan tanpa berpikir, sebab Anda belum siap untuk pikiran.
            Maka kegelapan akan menjadi terang, dan diam
                        menjadi tarian.

            Tentunya, ada banyak faktor yang jelas dapat berkontribusi kepada perasaan kosong ini, atau pengalaman padang gurun rohani ini. Ini bukan sekadar sesuatu yang keliru orang sebut sebagai “murni masalah spiritual.” Keletihan dapat banyak berpengaruh. Ketika Elia melarikan diri dari Izebel sesudah membunuh para nabi Baal, ia pergi ke padang gurun seharian perjalanan, dan menjadi sedemikian tertekan sampai ia meminta Allah membunuhnya di situ saat itu juga. Apa jawab Allah? Banyak, tetapi tiga yang pertama ialah tidur, makan dan minum. Baru sesudah itu Elia siap untuk langkah berikut perjalanan gurunnya.
            Terkadang seluruh keadaan ini dapat diakibatkan oleh diri sendiri. Kita membiarkan tekanan menggunung; kita mendorong diri kita bahwa tidak cukup waktu untuk istirahat, atau kita tidak cukup makan sebab kita bekerja terlalu keras; pesan-pesan yang tubuh kita kirim tidak ditanggapi, maka akhirnya sistem melemah. Jika, dalam kasus seperti ini, kita mengacaukan gejala masalah – yaitu ketidakmampuan kita untuk merasakan kehadiran Allah dan kasih-Nya – sebagai akarnya, kita ada dalam bahaya proyeksi kosmis, yaitu menyalahkan Allah karena masalah kita, seperti seorang anak yang mengunci diri dalam kamar dan berteriak marah ke ibunya sebab tidak masuk menemukannya.
            Tetapi terkadang masalahnya memang tidak terhindari. Boleh jadi terdapat akar masalah medis, seperti keletihan dan depresi yang kerap mengiringi operasi atau melahirkan anak. Terkadang ada pada lingkungan dekat kita yang tak terhindari, sementara kita menyaksikan seseorang yang sangat kita kasihi menderita penyakit yang mengancam hidupnya. Terkadang ia merupakan akibat alami dari suatu perubahan hidup yang besar: pekerjaan baru, pindah ke tempat baru, perubahan dalam keadaan keluarga. Garis-garis yang saling berkaitan antara mental, jasmani, emosional dan spiritual seringkali terlalu rumit dan halus dari yang biasanya kita sangka; dan jika Anda berpendapat dapat melakukan sesuatu di satu aspek dengan tidak memengaruhi aspek lainnya, kemungkinan Anda akan kedatangan masalah dari aspek lain. Entah disebabkan oleh apa, akibatnya seringkali adalah masa di padang gurun. Dan itu tidak jauh, ia ada di balik bukit.
            Khususnya tentu, padang gurun adalah tempat pencobaan. Ia merupakan tempat di mana berbagai pilihan nyata dibuat. Adalah berbeda berada bersama orang banyak turun menuju Yordan untuk baptisan atau ke Kota Suci sambil meneriakkan Hosana, dari sendirian di jalan yang panas berdebu dan sepi dan Anda tidak pasti di mana Anda berada, atau siapa sesungguhnya Anda? Apakah sesungguhnya arti semua ini? Mengapa tidak... ubah saja batu-batu ini menjadi roti? Benarkah Allah berkata “Kamulah AnakKu yang Kukasihi, kepada siapa Aku berkenan?” Jangan-jangan semua itu hanya impian! Jika Allah sungguh serius tentang perkataan itu, mengapa kamu merasa seperti ini sekarang? Mengapa tidak menyimpang, dan memungkinkan dirimu mendapatkan semua kenikmatan dan rangsangan yang orang lain miliki? Tahukah kamu, puasa dan doa ini, sama sekali tidak wajar. Kamu perlu hidup di dunia nyata dan berhenti membodohi diri sendiri.... Dst.

Dikutip dari Pasal 3 Buku Jalan Tuhan Oleh N. T. Wright. Info Pemesanan - Email ke: waskitapublishing@gmail.com atau sms / call ke: 0812-270-24-870

Tidak ada komentar:

Posting Komentar