Sabtu, 19 Februari 2011

Pembentukan Yakub

...
Allah sebagai Pegulat
Sang pendatang ilahi, yang waktu itu masih belum dikenali, melompat ke Yakub, dan mereka bergulat sepanjang malam. Dalam gulat, tujuannya ialah membuat lawan terjatuh dan menahannya dalam keadaan terjatuh, dan jelas itulah yang Yakub pikir dan rasa sedang diusahakan oleh pengunjung itu kepadanya. Apa kesimpulan kita dari sini? Prinsip teofani ialah bahwa Allah selalu tampak kepada manusia dalam bentuk yang akan paling menolong mereka untuk berjumpa Dia – seperti halnya dengan semak menyala kepada Musa, serdadu yang menemui Yosua, takhta kerajaan kepada Yesaya dan Yehezkiel; dan kini Allah menjumpai sebagai seorang pegulat, berusaha menjatuhkan Yakub.
            Hal yang diperlihatkan dari pergulatan ini ialah bahwa Allah harus menjatuhkan kita sebelum Ia dapat membangkitkan kita. Jatuh dari apa? Jatuh dari cara yang kita tetapkan untuk meninggikan kita dalam kesombongan, rasa cukup diri, kecerdikan, inisiatif, pengandalan diri dan taktik perlawanan yang secara sadar kita pakai dalam usaha mengalahkan orang lain. Semua ini merupakan cara hidup Yakub, dan kini semua kebiasaan melayani diri sendiri itu dipelintir keluar darinya. Itulah yang Allah lakukan ketika Ia bergulat dengan Yakub. Anak manja Ribka ini memang memerlukan perlakuan ini teramat sangat, dan kiranya jelas bagi kita bahwa dosa asal, akar terdalam dari kesombongan dan melayani diri itu, adalah suatu penyakit universal, dan dalam batas tertentu semua kita membutuhkan perlakuan sama.
            Pada mulanya Yakub merasa bahwa ia sedang melawan seorang musuh. Kemudian ia berpikir, Musuh atau bukan, aku dapat manahannya. Paling tidak aku dapat bergulat. Dalam rasa cukup dirinya yang belum cukup hancur itu, awalnya ia merasa ia dapat menang. Lalu pribadi yang bergulat dengannya itu menyentuh pangkal pahanya. Seketika itu juga pahanya lepas dari sendinya – dan Yakub menjadi pincang. Ia masih dapat bergulat, tetapi kini ia tidak dapat berharap untuk memenangkan pergulatan itu. Apakah Yakub merasa dikalahkan, merasa lemah total dan permanen yang akan menetap terus sepanjang sisa hidupnya? Dugaan saya demikian. Apakah ia menyadari bahwa justru inilah yang menjadi sasaran Allah? Entah berapa lama diperlukannya sebelum akhirnya ia menyadari itu. Tetapi dengan membaca kisah ini, dalam terang semua yang kita ketahui dari bagian Alkitab lainnya tentang jalan-jalan Allah, kita tahu dengan jelas bahwa Allah kita adalah Allah yang memberkati kita melalui menghancurkan kita, dan Ia memberkati Yakub dengan membuatnya pincang permanen.
            Saya bayangkan mulai saat itu seterusnya Yakub pincang dan butuh tongkat untuk berjalan. Tetapi Allah yang telah merendahkannya sedemikian drastis, kini memberinya perkataan yang di luar harapan dan teramat penting untuk menguatkannya. “Namamu akan menjadi… Israel [yang berarti, ia bergumul dengan Allah], sebab engkau telah bergumul dengan Allah dan dengan manusia dan telah menang” (Kej. 32:28). Apa yang terkesan merupakan akhir egonya sesungguhnya merupakan awal dari berkat sejatinya. Apa yang terasa merupakan kekalahan akhirnya dalam peperangan hidup sesungguhnya adalah satu-satunya jenis kemenangan yang penting untuk hidup – yaitu fajar dari keputusasaan riil terhadap diri sendiri yang mendahului berseminya iman sejati model Ibrani 11. Dengan alasan tepat Yakub menamai tempat itu Pniel, dan berkata, “karena aku telah melihat Allah muka dengan muka, namun demikian aku tetap diberinya hidup” (ay. 30). Jika kita ikuti kisah ini lebih jauh lagi, kita akan menemukan bahwa lebih banyak lagi berkat di luar harapan sedang menantikan Yakub, dimulai dengan fakta bahwa ketika ia dan Esau berjumpa, Esau bersukacita melihatnya... dst.

Dikutip dari Pasal 2 Buku Selalu Ada Harapan karangan James I. Packer. Info Pemesanan: Email waskitapublishing@gmail.com atau sms / call 0812-270-24-870.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar