Senin, 14 Februari 2011

Menatap ke Yesus

Ibrani menyajikan untuk kita Yesus sang Kurban Akhir. Bagaimana kita harus mengerti anggapan yang sedemikian sentral dan (untuk kita) sedemikian samar ini? Saya akan mengusulkan dua cara untuk masuk ke intinya.
            Pertama, kurban adalah bagian penting dari apa artinya menjadi manusia. Seperti yang Ibrani katakan, manusia diciptakan agar berada pada posisi di bawah Allah dan di atas dunia. Pencobaan yang kita umat manusia hadapi, yang Yesus hadapi di padang gurun, dimaksudkan agar kita merebut dunia untuk kesenangan atau kemuliaan kita sendiri. Tetapi ketika kita membawa lambang dari dunia ciptaan ke hadapan Allah pencipta dalam syukur dan kurban, secara simbolis kita berkata bahwa Ia adalah pencipta, dan kita tidak memiliki hak atas ciptaan terlepas dari Dia. Sampai batas itu, kurban adalah kegiatan wajar dan tepat dari manusia.
            Kedua, kurban (sebagaimana yang telah sekian lama dikatakan oleh para antropolog dan psikiater) terkubur jauh di dalam kesadaran manusia, menyatakan bahwa hal-hal yang tidak benar harus dibereskan; dan jalan untuk membereskan itu melibatkan hati nurani dan seluruh hidup mereka yang terlibat. Ada semacam ironi di sini. Satu generasi yang lalu, pemikiran liberal ingin menyingkirkan anggapan tentang dosa; dan dengan dosa, juga menyingkirkan kebanyakan teori tentang penyelamatan yang dianggap aneh dan tidak perlu. Tetapi generasi kita kini kita telah menyadari ulang tentang kesalahan; kita banyak memiliki aib dan kekejaman; banyak sekali pengalaman keterasingan di segala tingkatan. Dan kita tidak tahu harus berbuat apa tentangnya, baik pada tingkat perseorangan maupun tingkat korporasi.
            Tetapi pemberian kurban menyeluruh itu bukan sesuatu yang dapat kita kerjakan sendiri. Jika kita berusaha, kita hanya berusaha mengangkat diri kita dengan menarik tali sepatu kita ke atas. Itu sebabnya Perjanjian Lama menunjuk ke depan, mengajarkan bahwa Allah sendiri menyediakan kurban yang diperlukan untuk menyucikan hati nurani. Dan itu sebabnya surat Ibrani mengajukan argumen bahwa kurban diri Yesus sendiri adalah kurban sejati yang kepada-Nya semua kurban lain menunjuk. Darah lembu dan domba, kata Ibrani, sama sekali tidak dapat mengangkut dosa-dosa; mereka menunjuk kepada satu kurban yang dapat dan sungguh memurnikan kita, yang membasuh bersih hati nurani kita.
            Coba lihat ini dari sudut pandang teologi biblika lebih luas. Allah memilih umat manusia untuk menjadi para imam dari semua ciptaan, memberikan penyembahan ciptaan kepadanya dan membawa pengaturannya yang berhikmat kepada ciptaan. Ketika manusia berdosa, Allah memilih bangsa Israel untuk menjadi para imam umat manusia, mempersembahkan pujian manusia, dan memberlakukan solusi Allah untuk masalah dosa. Israel sendiri, pun penuh dosa; Allah memilih suatu keluarga imam (anak-anak Harun) menjadi imam kepada bangsa imam itu. Para imam itu sendiri gagal dalam tugas mereka; Allah mengutus Anak-Nya untuk menjadi imam dan kurban. Piramid  terbalik ini makin lama makin menyempit sampai mencapai satu titik, dan titik itu adalah Yesus di salib. Pengurbanan diri Yesus adalah saat ketika umat manusia, dalam pribadi seorang laki-laki, mempesembahkan diri-Nya penuh kepada sang pencipta.
            Akibatnya ialah kini akhirnya kehidupan manusia sejati menjadi mungkin. Kini akhirnya hati nurani dapat disucikan. Ironis bahwa di dalam apa yang dianggap sebagai kitab yang paling tdak jelas dari Perjanjian Baru, kita menemukan berita yang sangat perlu untuk didengar oleh jutaan orang dalam masyarakat kita: berita bahwa hal yang paling mengganggu kita dapat disucikan sampai bersih oleh darah Kristus. Mengikut Yesus terkesan sukar sebab kita merasa kita mulai dengan kekurangan yang harus kita singkirkan. Ibrani tidak saja memanggil kita untuk mengikut Yesus; ia menjelaskan bahwa kekurangan moral itu sudah dibereskan. Buku itu boleh jadi kuno, tetapi berita khusus tadi sangat segar sesegar kabar dalam surat kabar pagi esok.
            Jadi buku Ibrani cukup jelas, memberikan Yesus untuk kita. Ia memberikan kita Yesus yang siap untuk menolong, sebab Ia seorang dari kita, dan telah menapaki jalan di hadapan kita. Ia memberikan kita Yesus yang telah meresmikan perjanjian baru, membawa rencana Allah yang dari zaman dulu itu ke penggenapannya. Dan di atas semuanya, ia memberikan kita Yesus sang kurban akhir; seorang yang melakukan untuk kita hal yang kita sendiri tidak sanggup lakukan, yang telah menghidupi kehidupan kita dan kematian kita, dan kini hidup selamanya untuk memanjatkan doa syafaat bagi kita. Kita datang ke Ekaristi sebab kita menginginkan Yesus ini: “Marilah karena itu kita mendatangi takhta anugerah dengan penuh keberanian, supaya kita boleh mendapat kemurahan dan mendapatkan anugerah yang menolong dalam saat kebutuhan.” Dan dengan gembira kita pergi mengikut Yesus ini ke mana pun Ia memimpin: “mari kita berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita, sambil menatap kepada Yesus, pemula dan penyempurna iman kita.”

Dikutip dari sebagian pasal 1 Buku Mengikut Yesus karangan N. T. Wright. Informasi pembelian, Email ke waskitapublishing@gmail.com, atau sms / call ke 0812-270-24-870.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar